Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Ibadah Napak Tilas Keluarga Teladan

Ibadah Napak Tilas Keluarga Teladan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

keluargadakwatuna.com – Acapkali kita melakukan manasik Haji serta merayakan “Iedul Adha, senantiasa diingatkan akan kisah seorang hamba Allah yang menyandang predikat khalilullah (Kekasih Allah), Ibrahim a.s. Beliau bergelar khalilullah karena kecintaannya kepada Allah, melebihi kecintaannya kepada diri sendiri, isteri dan anaknya serta apapun juga selain Allah. Firman Allah “Adapun orang-orang yang beriman teramat sangat cintanya kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 165).

Ibrahim a.s. sanggup berjalan kaki berbulan-bulan dari Syam ke Makkah demi mematuhi perintah Allah untuk membangun Ka`bah. Bertahun-tahun lamanya ia bekerja di lembah Makkah yang gersang mengangkut batu, memasang dan menyusunnya menjadi sebuah bangunan. Itulah Ka`bah (Baitullah). Bangunan ini menjadi kiblat shalat, tempat thawaf, pusat kaum muslimin yang dikunjungi orang beriman dari seluruh dunia sampai hari kiamat.

Nabi Ibrahim disertai isterinya Siti Hajar – seorang wanita yang karena cintanya kaepada Allah – rela hidup bersama Ibrahim di tanah tandus dan kering. Bertahun-tahun hidup berkeluarga, namun Allah mengujinya dengan belum dikaruniakan-Nya seorang anakpun. Bertahun-tahun pula Ibrahim merindukan putera yang diharapkan kelak menjadi pelanjut perjuangannya. Namun ketika baru saja Allah memberinya seorang putera, Ibrahim mendapat perintah-Nya untuk menempatkan bayi kecil tersebut bersama ibunya ke negeri yang jauh. Jauh dari keramaian, jauh dari keluarga dan sanak famili. Tak ada orang, tak ada air, tak ada tumbuhan maupun hewan, tak ada tanda-tanda kehidupan, namun ada rumah Allah.

“Ya, Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki tanaman-tanaman di rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati..” (QS. Ibrahim: 37)

Siti Hajar (Isteri Ibrahim) menjadi lambang wanita yang taat dan patuh kepada suami, sehingga patut diteladani sepanjang masa. Dengan tabah ia mendidik dan membesarkan putranya Ismail, sementara suaminya harus pergi sekian tahun lamanya demi menunaikan tugas Ilahi.Terbukti hasil didikannya, Ismail kini menjadi seorang pemuda yang teramat sangat cintanya kepada Allah dan berbakti kepada Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Ismail menjadi putera idaman Ibrahim a.s., yang diperoleh setelah sekian lama berdoa kepada Allah SWT dan sangat diharapkan mewarisi perjuangan agama menegakkan kalimatullah di muka bumi.

Inilah satu keluarga ayah, ibu dan anak yang hidup mencintai, mematuhi dan ridha atas segala keputusan dan kehendak Allah SWT. Karena itu Allah pun mencintai mereka. Untuk meningkatkan kadar kecintaan mereka kepada-Nya, maka Allah kembali menguji mereka dengan peristiwa besar. Untuk itu Allah mengisyaratkan “sembelihlah anakmu itu” dalam mimpi seorang nabi yang merupakan perintah (wahyu). Sanggupkah Ibrahim a.s. mengorbankan putranya sendiri demi cintanya kepada Allah SWT ? Bukankah cinta harus dibuktikan dengan pengorbanan ? Nabi Ibrahim siap menerima perintah ini, namun ia harus memberikan pengertian kepada putranya Ismail a.s. yang masih belia.

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha dengan Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (QS. Ash-Shaaffaat: 102).

Alangkah halus dan lembut tutur kata Nabi Ibrahim kepada putranya. Beliau tak ingin mendikte dan memaksa Ismail, tetapi mengajak berdialog dan meminta saran. Inilah sikap mendidik yang seharusnya diterapkan kepada para orang tua. Ternyata Ismail memiliki kualitas jiwa yang istimewa pula. Ia dibesarkan dalam didikan orang tua yang bijaksana dan memiliki akhlak dan pribadi yang mulia. Ia teramat cintanya kepada Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Ismail amat memahami pernyataan ayahnya: merupakan perintah Allah yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Cinta dalam jiwa mudanya tak membuatnya takut kehilangan nyawanya. Berkurban merupakan realisasi dari cinta kepada Sang Pencipta.

Ismail menjawab: “ Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaaffaat: 102).

Tetapi iblis menakuti-nakuti Ibrahim dan isterinya dengan kekhawatiran akan kehilangan sang buah hati, anak semata wayang kesayangan. Iblis pun membujuk Ismail untuk memberontak terhadap rencamna ayahnya. Iblis memiliki segudang argumentasi untuk menggagalkan rencana ini: “Kejam !”, “Tidak berperikemanusiaan !”, Bertentangan dengan HAM !”, “Tidak masuk akal”, “Tidak sesuai dengan perkembangan zaman”. Ini adalah isue Iblis yang dengungnya masih kita dengar hingga saat ini untuk menghujat Ajaran Islam.

Namun kali ini Iblis berhadapan dengan satu keluarga yang kecintaannya dan kesetiaannya terhadap Allah telah mencapai puncak. Tak ada caci maki, tak ada tuduhan negatif dan tak ada sedikitpun prasangka buruk terhadap Allah SWT dalam hati mereka, ketika menerima perintah ini.  Hal ini terbukti oleh “ketaatan” keluarga Ibrahim a.s. dalam melaksanakan perintah Allah yang satu ini. Inilah keluarga teladan bagi setiap keluarga muslim: keluarga yang dibimbing oleh hidayah Allah dan anti terhadap tipu daya syaithan. Keluarga yang menjunjung tinggi hukum-hukum Allah dan melaksanakan aturan-aturannya.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (QS. Ash-Shaaffaa: 103).

Peristiwa ini mengisyaratkan nilai yang teramat agung, yakni cinta sejati. Cinta dari Maha Pencipta, Pemilik, Penguasa Alam Semesta kepada hamba-Nya, serta cinta hamba Allah yang melahirkan ketundukkan dan kepatuhan dibuktikan dengan pengorbanan yang tulus ikhlas.

Memang tak ada lagi yang pantas dan berhak dicintai selain Allah SWT. Dia-lah yang memiliki segala wujud dan Dia pula yang memberi karunia segala bentuk keindahan dan kenikmatan yang kita rasakan. Karena itu mencintai Allah harus di atas segala-galanya.

Katakan: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Adalah sebuah kebodohan jika manusia lebih mengutamakan dan mencintai dunia. Ia tak kekal. Kesenangan dan keindahan hanyalah ujian kenikmatan dan kebahagiaan hanyalah sementara. Semua yang ada menuntut pertanggung jawaban.  Inilah generasi Namrudz, lambang kebodohan, yang saat ini juga telah lahir kembali. Dikatakan “bodoh” karena mengagung-agungkan selain Allah bahkan memuja barang ciptaannya sendiri.

Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (QS. An-Nahl: 20)

Penyembahan terhadap berhala kini berulang dalam bentuk yang lebih canggih. Ada yang terang-terangan menyembah wanita“Aku terlahir hanya untukmu”. Ada yang terang-terangan menyembah tontonan dan hiburan“Hidup ini tiada arti tanpa musik …. TV …. tanpa ini dan itu !”. Dan berbagai ungkapan pemujaan lainnya.

Tak sadarkan kita bahwa banyak masjid yang sepi karena pengunjungnya “terkuras” oleh berlebihannya hiburan ! Banyak orang yang kesiangan shalat shubuh lantaran tidur larut malam demi hiburan. Pernahkah kita mendengar jeritan para ustadz-ustadz di pelosok kampung lantaran para muridnya tersedot oleh berbagai pemainan dan hiburan.

Pernahkah kita perhatikan anak-anak kita yang begitu gandrung terhadap pola hidup budaya asing yang sangat bertentangan dengan norma budaya bangsa dsb. Sementara mereka masih buta terhadap kehebatan Rasulullah SAW dan para sahabatnya ? Mereka belum pernah mendengar cerita-cerita sahabat Rasul yang penuh dengan nilai-nilai kepahlawanan…. dan bukan khayalan !.

Masihkah kita kebal dan keras hati melihat dampak yang sedemikian rupa hebatnya terhadap kehidupan masyarakat, terhadap kenakalan remaja, terhadap kejahatan seks, terhadap kebrutalan dan terhadap segala tindak kriminalitas yang setiap saat dapat menimpa diri dan keluarga kita?

Terangkanlah kepadaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ?” (QS. Al-Furqaan: 43)

Mencintai sesuatu secara berlebihan, sehingga mau menjadi abdi (budak) yang dicintai, sedia berkorban untuknya, adalah Syirik bertentangan dengan tauhidullah. Televisi adalah sarana yang bisa bermanfaat untuk pendidikan, penerangan dan hiburan. Ia bukan Tuhan kita. Ia bukan tujuan hidup kita. Ia benda mati yang seharusnya tidak menghalangi kita shalat berjamaah di masjid. Ia tak pantas dijadikan saingan muadzin di masjid dan para Ustadz di madrasah.

Kita adalah manusia. Kita bukan robot yang hanya bisa di kontrol dari jarak jauh. Kita bukan mesin foto kopi yang hanya pandai menjiplak mode dan gaya hidup Hollywood melalui layar kaca. Kita juga bukan seekor kerbau yag hanya bisa mengikuti ke arah seutas tali tambang yang ditarik.  Marilah kita lihat salah satu episode kisah Ibrahim A.S. bagaimana Ia membuktikan cintanya kepada Allah SWT.

“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya tehadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiyaa`: 57-58)

Cintanya kepada Allah SWT sedemikian tinggi sehingga siap menghancurkan segala bentuk apapun yang menjadi saingan Sang Kekasihnya. Tindakan Ibrahim inilah yang kemudian dijadikan oleh Allah SWT sebagai suri tauladan bagi kita.

” Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang beriman bersama dia ; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkar (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja”. Kecuali perkataan Ibrahim kepada Bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata:) “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bersegera menjawab seruan-Nya. Dan seruan paling dekat sesudah shalat adalah qurban, dalam rangka taqarrub mendekatkan diri kepada Allah. Qurban dengan seekor kambing, sapi, kerbau atau unta. Dan qurban dengan segenap jiwa dan raga demi tegaknya kalimat Allah, izzul Islam wal muslimin.

“Bersegeralah kamu beramal sebelum datang yang tujuh: tiada yang lain yang kamu nantikan kecuali kefakiran yang membuat kamu dilupakan, kekayaan yang membuat kamu dilupakan, kekayaan yang membuat kamu kelewat batas, penyakit yang merusak, ketuaan yang membuat pikun, kematian yang cepat, atau dajjal seburuk-buruk makhluk yang dinantikan, atau kiamat, maka kiamat lebih dahsyat dan pahit”. (HR. An Nasa’i).

Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT, untuk bisa berkorban apa saja dari segala yang kita miliki, waktu, tenaga, pikiran, perasaan, harta, jiwa, nyawa, demi keutuhan rumah tangga kita dan keselamatan anak anak kita, demi keselamatan masyarakat, bangsa dan negara kita, demi kehormatan dan harga diri umat Islam Dunia.

Semoga masih ada energi dan sisa tenaga yang tersedia dalam diri kita sekadar untuk bisa mengendalikan anggota rumah tangga kita, sekadar bisa mengatur waktunya, sekadar untuk bisa mematikan televisi menjelang maghrib, sekadar bisa menggiring mereka menuju masjid, sekadar mengingatkan mereka untuk bisa beribadah, shalat, dzikir, mengaji dan taqarrub kepada Allah SWT, sekadar untuk menemani mereka mengerjakan tugas tugas sekolahnya, sekadar membangunkan subuh dan mengajaknya shalat di masjid, sekadar untuk memantau perkembangannya, sekadar ingin tahu dengan siapa anak anak kita bergaulnya, sekadar mengetahui sedang apa mereka di luar jam sekolahnya, dan sekadar sekadar lainnya…

Mudah mudahan kita menjadi Hamba Allah SWT yang tahu diri bahwa perintah yang telah Allah berikan kepada kita belum ada apa-apanya ketimbang apa yang telah Allah berikan kepada orang orang terdahulu serta para nabi-nabiNya. Bahwa apa yang selama ini kita lakukan belumlah layak itu bisa dikatakan “Sebuah Pengorbanan”, belum setimpal untuk menebus Surga yang Mahal.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

1. Pendiri Pesantren Ma�rifatussalaam Kalijati Subang. 2. Ketua Umum Assyifa Al-Khoeriyyah Subang. 3. Pendidiri, Trainer & Presenter di �Nasteco�. 4. Pendiri dan Trapis Islamic Healing Cantre Depok. 5. Pendiri LPPD Khairu Ummah Jakarta.

Lihat Juga

Din Syamsuddin: Agama Harus di Praktekkan dalam Kehidupan Sehari-hari

Figure
Organization