Topic
Home / Berita / Opini / Benarkah Aturan Tuhan Sudah Membusuk Pada Diri Kita?

Benarkah Aturan Tuhan Sudah Membusuk Pada Diri Kita?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hmcbrayer.blogspot.com)
Ilustrasi. (hmcbrayer.blogspot.com)

dakwatuna.com – “Yang menyebabkan agama cacat ialah hawa nafsu.” (HR.Asysyihaab)

Seminggu ini dihebohkan dengan spanduk yang sangat mengerikan bahkan menjadi kontroversi di tengah masyarakat terutama insan yang mempercayai keberadaan Tuhan dan kebesaran Tuhan. Dengan spanduk tersebut mendorong siapapun untuk berbicara dari perspektif mereka. Tentu ada sebagian masyarakat yang bertanya-tanya kenapa sampai kaum intelektual di kampus Islam bernaratif “Tuhan Membusuk”. Apakah ini pertanda mereka sudah tidak menginginkan adanya Tuhan dalam kehidupan mereka? Apakah ini mengindikasikan bahwa otak atau hati mereka sudah begitu sekuler dengan maksimal? Apakah itu cara mereka mencari hakikat Tuhan? Apapun alasannya tentu miris membaca spanduk tersebut.

Atas spanduk itu pula, saya ingin membahas kalimat kontrovesial pada kuliah perdana setelah liburan panjang. Ketika menulis kalimat tersebut di papan tulis, mahasiswa kebingungan!!! Apa maksud kalimat itu karena tidak ada hubungan dengan mata kuliah yang akan dibahas. Dengan sengaja saya ingin menjelaskan, agar mahasiswa terbuka mata hati dan pikiran sebab mereka adalah penerus untuk menyampaikan ayat-ayat Tuhan. Saat bertanya pada mereka secara satu persatu, ternyata tidak ada satupun yang sudah membaca, padahal menjadi tranding topic di sosial media. Ketika bercerita selama 1 Jam, mahasiswa terdiam; menyimak dengan serius, sekali-kali mereka menyanggah pernyataan yang terlontar dan ada di antara mereka ingin berdiskusi lebih intensif tentang aturan Tuhan.

Di ruang perkuliahan, saya coba menangkap secara berbeda dengan analisa yang bertaburan di sosial media. Melainkan melihat dari sisi positifnya. Mungkin ada benarnya juga bahwa aturan Tuhan dalam kehidupan sudah membusuk karena ingin hidup sebebas-bebasnya. Mungkin dengan adanya aturan Tuhan menghambat manusia untuk bereksplorasi atau berimajinasi tanpa aturan.

Jika aturan Tuhan tidak melekat di hati manusia tentu akan berbahaya bagi otak, hati dan sikap. Maka sekulerisme, hedonisme dan liberalisme ujung dari pengingkaran dari aturan Tuhan. Tidak hanya itu, bahkan akan berdampak pada hubungan manusia, lingkungan dan makhluk lainnya. Andailah aturan Tuhan diabaikan dalam hidup, apapun aturan manusia diciptakan, disahkan, tidak akan dijalani malah dilanggar. Begitu sering Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang, mengeluarkan peraturan pemerintah, dan hukum adat lainnya dilanggar meskipun ada sanksinya bagi yang melanggar. Nyatanya punishment tidak membuat manusia kapok, jera, dan setiap tahun pelanggaran Undang-Undang mengalami peningkatan.

Tentu bertanya-tanya, kenapa banyak pelanggaran aturan yang telah ditetapkan? Menurut asumsi penulis, sebanyak apapun aturan diterbitkan, sebanyak apapun aturan dikeluarkan, sebanyak apapun aturan disahkan dan sebesar apapun punishment ditetapkan, kemungkinan terjadi pelanggaran. Jika aturan Tuhan belum melekat di hati, jika belum mengenal aturan Tuhan, aturan Tuhan tidak diaplikasikan maka jangan harap apapun aturan yang disahkan manusia kemungkinan tidak akan dijalankan, dipatuhi dan diaplikasikan dengan baik. Ini sangat bahaya, ini menjadi hal serius yang harus diperhatikan manusia. Kenapa?! Karena aturan Tuhan saja berani dikesampingkan apalagi aturan yang dibuat manusia? Padahal aturan dibuat Tuhan berdampak pada sistimik dalam siklus kehidupan agar manusia hidup dalam keharmonisan penuh keberkahan. Nyatanya mereka yang mensisikan aturan Tuhan pada akhirnya berdampak pada diri sendiri. “Apa yang Aku larang jauhilah dan apa yang Aku perintahkan kerjakanlah sampai batas kemampuanmu. Sesungguhnya Allah telah membinasakan orang-orang sebelum kamu disebabkan terlalu banyak menuntut dan menentang nabi-nabinya.” (HR.Bukhari).

Akan berbeda jika aturan Tuhan sudah dijalankan secara sungguh-sungguh, sudah dipahami dan mencintai aturan Tuhan. Mungkin tidak perlu adanya aturan yang dibuat manusia. Aturan yang dibuat manusia hanya sebagai pelengkap saja.

Jangan-jangan, kenapa terjadinya korupsi, bencana, kemiskinan, ketidakadilan, pemerkosaan, perkawinan lawan jenis, pembunuhan, kekurangan pangan, kerakusan, terjadinya fitnah memfitnah dan meledaknya riba dalam hidup, itu semua disebabkan karena manusia belum mematuhi aturan Tuhan yang tertulis dalam Al-Quran dan hadist serta memandang aturan hal sepele “Janganlah memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai.” (HR. Aththusi).

Mungkin ada yang salah dengan kita, kenapa tidak mau menjalankan atau mengkaji aturan Tuhan yang tertera dalam Al-Quran dan Hadist. Padahal sudah terbukit bahwa sejak zaman Nabi adam hingga kapanpun bahwa aturan Tuhan pondasi kehidupan selamat dunia maupun akhirat. Renungkan hadist berikut ini “Semua umatku masuk surga kecuali orang yang menolaknya. Mendengar sabda tersebut para sahabat bertanya, “Siapa orang yang menolak itu, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang menentang dan melanggar larangan-Ku adalah orang yang menolak masuk surga.” (HR.Bukhari).

Sekali lagi mari bersama-sama merenung; Apakah benar aturan Tuhan sudah membusuk di hati kita?! Jawablah dengan jujur, jawablah dengan kebatinan dan akan menemui jawaban itu dalam naluri kecil kita. “Allah Azza Wajalla berfirman (Hadist Qudsi): “Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutupi-nutupi (kesalahan-kesalahanmu) tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangi-Ku Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosamu), dan Aku maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih.” (HR.Tirmidzi dan Al-Hakim)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni Unpad dan UGM. Berprofesi sebagai Dosen, Penulis Lepas dan Penyiar

Lihat Juga

Reaktualisasi Pengamalan Sila Pertama Pancasila dalam Kehidupan Sosial

Figure
Organization