Topic
Home / Berita / Nasional / KPAI Tolak PP Pelegalan Aborsi

KPAI Tolak PP Pelegalan Aborsi

Rita Pranawati, Komisioner KPAI Bidang Hak Asasi Manusia khususnya pada anak. (kpai.go.id)
Rita Pranawati, Komisioner KPAI Bidang Hak Asasi Manusia khususnya pada anak. (kpai.go.id)

dakwatuna.com – Jakarta.  Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) menolak PP nomer 61 yang mengatur pelegalan aborsi kehamilan akibat perkosaan. Menurut KPAI menjadi tanggung jawab pemerintah dan berbagai pihak untuk mendampingi korban perkosaan untuk menghilangkan trauma dan menerima kehamilan.

Komisioner KPAI Bidang Hak Asasi Manusia khususnya pada anak, Rita Pranawati mengatakan aborsi tidak serta merta dilakukan karena calon ibu mengalami trauma dan dampak psikologis akibat peristiwa yang menyakitkan, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada kondisi si janin selama kehamilan dan ketika lahir kelak.

“Justru di sini pemerintah mengambil peran dalam hal ini kementrian kesehatan dan perlindungan perempuan untuk melakukan advokasi dan pendampingan secara terus menerus terhadap korban perkosaan dan keluarganya untuk perlahan-lahan menghilangkan trauma dan menerima kehamilan sebagai pemenuhan hak asasi manusia untuk lahir,” kata Rita kepada melalui sambungan telepon Selasa (12/8/2014) seperti dikutip dari inilahcom.

Rita mengatakan sesuai UU Perlindungan Anak, anak mendapatkan hak asasinya dan mendapat perlindungan bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan. Karena aborsi menurut Rita tidak sejalan dengan mandat undang-undang tersebut.

Pengesahan PP nomer 61 yang salah satunya mengatur pelegalan aborsi kehamilan akibat perkosaan menurut Rita, pemerintah seperti ingin mengambil jalan pintasnya saja dalam mengatasi masalah.

“Kita bisa berpikir panjang soal recovery korban perkosaan dan mencari jalan keluar yang terbaik, tapi yang pasti prinsipnya perlindungan anak di dalam kandungan itu harus tetap dilakukan, tidak serta merta melakukan aborsi, karena setiap calon bayi punya hak hidup,” kata Rita.

Kecuali kata Rita, dokter yang memeriksa ibu hamil korban perkosaan menetapkan adanya gangguan medis baik pada ibu ataupun janin sehingga tidak memungkinkan untuk meneruskan kehamilan dan sebaliknya harus segera menghentikan kehamilan.

“Kami patokannya medis, jika memang tidak memungkinkan meneruskan kehamilan karena darurat kesehatan baru mengambil aborsi sebagai langkah terakhir. Atau si ibu mengalami kondisi gangguan kejiwaan yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk meneruskan kehamilan,” ujar Rita. (inilah/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Urgensi Judicial Review Pasal Perzinaan, Perkosaan, dan Perbuatan Cabul Sesama Jenis Dalam KUHP

Figure
Organization