Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Membentuk Kepribadian dari Kondisi Orang Lain

Membentuk Kepribadian dari Kondisi Orang Lain

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (Sumber Foto: madesuceria.blogspot.com)
Ilustrasi (Sumber Foto: madesuceria.blogspot.com)

dakwatuna.com – Ikhwah Fillah, sadar atau tidak kita semua perlu belajar dari hal-hal yang menurut pandangan mayoritas orang menyepelekannya bahkan menghinanya. Misalkan pengemis, pengamen, cleaning servis, dan office boy. Profesi dan hal apapun yang sering kali dianggap kebanyakan orang masuk pada strata bawah atau kelas rendah.

Tidak maukah kita melihat sisi lain yang lebih penting dan tidak merugikan persangkaan keliru kita tersebut? Sisi lain yang perlu ditumbuhkan pada diri setiap muslim, yaitu untuk selalu ber-husnudzan kepada siapapun, apapun profesinya. Kita jangan terobsesi menjadi manusia paling tinggi, paling agung, paling mulia, paling baik, paling kaya, paling pintar dan paling baik dalam segala hal dihadapan manusia. Anggapan demikian wajar bila tetap diimbangi dengan sikap anggun untuk selalu ber-husnudzan kepada mereka, dengan tidak merendahkan siapapun. Bukankah Allah telah berfirman didalam Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13 berikut:

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Bagaimanapun keadaan seseorang, bila ia taat dan bertaqwa kepada Allah maka ia layak disebut orang baik dan shalih, sehingga predikat orang baik dan shaleh itu mengharuskan kita untuk menghargai dan menghormatinya, serta ber-husnudzan kepadanya.
Berpribadianggunlah terhadap orang lain. Berperilaku sopan dan selalu berbaik sangka. Tentunya sebagian profesi-profesi yang disebutkan tadi bisa kita manfaatkan untuk membentuk kepribadian kita agar lebih indah.

Bila dia pengemis, maka hendaknya kita mengatakan dalam hati: “Orang ini lebih baik dari diriku yang saat ia minta aku masih enggan untuk mengulurkan tangan memberi sesuatu padanya.”

Bila ia pengamen, maka hendaknya kita mengatakan dalam hati: “Orang ini tidak malu untuk bernyanyi dikhalayak ramai, sedangkan diriku untuk bekerja saja cepat merasa berpuas diri.”

Bila ia cleaning servis, maka katakanlah: “Dia lebih baik dariku, aku yang dari dulu selalu mengandalkan tenaga orang lain untuk bekerja dirumahku, dan menyuruhnya melakukan apapun yang aku sukai tanpa bisa aku lakukan sendiri.”

Bila ia lebih kecil dari kita, katakanlah: “Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa kepada Allah.”

Bila ia lebih tua, maka katakanlah: “Orang tua ini lebih dahulu beribadah kepada Allah dari diriku.”

Bila ia bodoh, maka katakanlah: “Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada-Nya, padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan kondisi apa umurku akan Allah akhiri atau kondisi umur orang bodoh itu akan Allah akhiri (khusnul khatimah ataukah su’ul khatimah).”

Bahkan bila ia kafir sekalipun, maka katakanlah: “Aku tidak tahu bisa jadi dia akan masuk Islam, lalu menyudahi seluruh amalannya dengan amal shaleh, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu menyudahi amalanku dengan amal buruk.”

Untuk itulah, dalam kondisi apapun terlebih dahulu petiklah pelajaran penting dari setiap orang yang kita ketahui dan jumpai dimana saja. Belajarlah hal-hal positif darinya. Buang prasangka buruk. Hapus rasa iri. Dan introspeksilah akan diri sendiri.

Secara umum, introspeksi terhadap diri kita sendirilah yang perlu kita lakukan, agar tidak terjebak pada kondisi dimana kita selalu melihat kekurangan dan keburukan orang lain, dengan mengabaikan siapa diri kita sendiri.

Ali bin Abi Thalib ra berkata:
كن عند الله خير الناس وكن عند النفس شرالناس وكن عند الناس رجلا من الناس

“Jadilah manusia paling baik di sisi Allah, Jadilah manusia paling buruk dalam pandangan dirimu, dan Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.”

Dalam pandangan Islam semua manusia itu sama, tidak dibeda-bedakan karena status social, harta, tahta, keturunan, atau latar belakang pendidikannya. Manusia yang paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah yang paling tinggi kadar ketakwaannya diantara mereka. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk berdoa berikut:
اللهم اجعلني صبورا واجعلني شكورا واجعلني في عيني صغيرا وفي أعين الناس كبيرا

“Ya Allah, Jadikanlah aku orang yang pandai bersabar, bersyukur, dan kecil (hina) dalam pandanganku, serta besar (mulia) dalam pandangan orang lain.”

Anggunkan diri kita dengan berjiwa besar dan agung. Pandanglah sisi positif setiap orang yang mungkin kita jumpai. Apapun kondisinya, anggaplah bahwa diri kita tidak lebih baik darinya. Karena tolak ukur setiap muslim adalah ketakwaan dan ketaatan kepada Sang Pemberi Karunia, yaitu Allah SWT.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Redaktur: Deddy S

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Anak Surau Munai Alumnus Pondok Pesantren Khalid Bin Walid (PPKHW) Pasir Pengaraian Rohul-Riau, Mahasiswa Fakultas Syari�ah Prodi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah UIN MALIKI MALANG.

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization