Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Kalau Bisa Mudah, Mengapa Dibuat Susah?

Kalau Bisa Mudah, Mengapa Dibuat Susah?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

buku-kalau-bisa-mudahJudul: Kalau Bisa Mudah, Mengapa Dibuat Susah?
Penulis:  Alwi Alatas
Penerbit: Pro-U Media – Yogyakarta
Cetakan:  I,2013
Tebal:  298 Halaman ; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-7820-03-6

Menggapai Kebahagian dengan Kemudahan

Kemudahan hidup adalah dambaan setiap orang. Baik dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan dan lainnya. Karena tabiat jiwa yang diciptakan oleh Allah memang seperti itu. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang mengehendaki kesusahan, kesulitan, kesempitan dalam hidupnya.

Meski demikian, kesusahan seringkali menghampiri. Karena Allah memang menciptakan semuanya berdampingan. Laki-laki dan perempuan, duka dan senang, baik dan buruk, mudah dan susah. Kesusahan sendiri terbagi dalam dua jenis. Ada kesusahan yang memang Dia berikan untuk menguji kualitas diri seorang hamba. Ada juga kesusahan yang timbul lantaran diri sendiri. Baik karena mempersulit ataupun meremehkan setiap yang terjadi.

Untuk jenis kesusahan yang pertama, hanya bisa diatasi ketika seseorang mengoptimalkan seluruh potensi yang dia miliki. Karena Allah tidak mungkin salah dalam menciptakan. Ketika Dia memberikan kekurangan, maka di lain kesempatan Dia juga memberikan kemudahan. Golongan ini menyadari bahwa kesusahan hidup kadang begitu besar. Namun, itu bukan alasan untuk menyerah kalah dan terus larut dalam kesusahan. Ia mungkin tidak mudah untuk diatasi, tapi perjuangan mesti diteruskan sehingga kesusahan –pada akhirnya- akan berganti dengan kemudahan. ( Hal 38)

Sedangkan kesusahan hidup jenis kedua, seringkali terjadi lantaran kebodohan diri yang dituruti. Jalannya bisa bermacam rupa. Mulai dari mental susah, hingga meremehkan segala persoalan. Menganggap semuanya mudah sehingga malah menjerumuskan. Golongan ini disebut dengan ABS (Asal Bapak Senang). Mereka tidak bisa mengatakan ‘tidak’ padahal sebenarnya mereka tidak mampu menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya.

Hal ini seperti terjadi pada Khairi –salah satu kisah dalam buku ini. Seorang pekerja di Kuala Lumpur yang mempunyai sifat ABS. Hampir semua orang yang meminta tolong padanya, pasti dibantu. Meski sebenarnya ia tidak mampu untuk menjalankannya. Alhasil, setiap hari dia dimarahi dan tertekan jiwanya. Setelah ia melakukan evaluasi terhadap dirinya, ternyata ia mempunyai 36 tugas yang harus dikerjakan. Padahal gaji yang dia terima sama dengan karyawan lain yang mengerjakan dua sampai tiga tugas. Akhirnya, ia memutuskan keluar dari pekerjaan. (Hal 272)

Kemudahan yang diimpikan itu, sejatinya banyak dijumpai dalam keseharian. Apalagi bagi rakyat di negeri ini, dimana budaya timur sangat dijunjung tinggi. Ada jutaan cara yang bisa ditempuh agar hidup menjadi mudah dan bahagia. Karena hidup hanya sekali. Jika bisa dibuat mudah, mengapa harus dibuat susah?

Senyum, ramah, jujur, sederhana, tidak mencampuri urusan orang lain, tidak membicarakan keburukan orang lain, adalah beberapa cara yang bisa dilakukan agar Allah selalu memberikan kemudahan dalam hidup ini. Jikapun ada kesusahan yang menimpa, maka itu adalah kesusahan jenis pertama yang bisa dikelola untuk melahirkan potensi terbaik sebagai makhluk-Nya.

Senyum, misalnya. Ia adalah cara yang paling mudah agar kemudahan menghampiri kita. Satu kata yang dihasilkan oleh aktivitas sederhana ini adalah bahagia. Orang yang bahagia dan merasakan kemudahan dalam hidupnya akan banyak tersenyum, sedangkan orang yang merasa susah dan dan banyak masalah, wajahnya akan terlihat murung. Saat mendapati wajah seseorang dalam keadaan suram dan sedih, bisa ditebak bahwa ia tengah merasakan kesusahan dalam hidupnya. ( Hal 53 )

Di atas itu semua, senyum adalah wujud ucapan terima kasih kepada Allah yang telah menciptakan dan memberikan banyak nikmat kehidupan secara gratis. Sehingga semakin banyak tersenyum dengan cara yang benar, maka seseorang akan semakin bahagia.

Saat ini senyum menjadi perkara yang mahal. Bahkan di kota-kota besar, budaya serba cepat membuat kebanyakan orang susah untuk sekedar memberikan senyuman. Padahal mereka memahami, bahwa senyum adalah sedekah. Dengan senyum, hati yang awalnya keras bisa menjadi lembut.

Jujur-pun bernasib sama dengan senyuman. Harganya semakin mahal. Padahal, jujur itu mudah. Satu-satunya alasan mengapa seseorang harus jujur adalah karena tidak ada satupun orang di dunia ini yang mau dibohongi. Bahkan, kejujuran bisa mendatangkan banyak kebaikan dan kemudahan. Manusia hanya perlu meyakininya dan menjalankannya dengan sungguh-sungguh.

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Penulis, Pedagang dan Pembelajar

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization