Topic
Home / Berita / Opini / Cara Dai Menanggapi Fitnah dan Kritikan

Cara Dai Menanggapi Fitnah dan Kritikan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

(Oleh: Arida Sahputra)

fitnahdakwatuna.com “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Ali Imran:186)

Menanggapi kritikan dan fitnah terhadap gerakan dakwah ini. Saya ingin berbagi kepada ikhwah mengenai beberapa kisah Lukmanul Hakim mengajari anaknya dan Haditsul Ifki. Sebagai analogi sebagaimana dakwah yang sedang kita jalani ini.

Lukmanul Hakim mengajari anaknya

Pernah suatu ketika, Lukmanul Hakim mengajak anaknya berjalan ke pasar. Beliau mengendarai seekor keledai sementara anaknya berjalan kaki menuntun keledai tersebut. Ketika melewati suatu tempat, ia mendengar pembicaraan orang: “Lihat orang tua itu, benar-benar tidak memiliki rasa kasih sayang, anaknya yang kecil dibiarkan berjalan kaki sedangkan dia bersenang-senang menunggang keledai.”

“Wahai anakku, dengarkah engkau apa yang mereka katakan itu?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya. “Dengar ayah,” jawab anaknya sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Sekarang engkau naiklah ke atas keledai ini, biar ayah yang menuntunnya,” katanya sambil mengangkat anaknya ke atas keledai, lalu mereka meneruskan perjalanan.

Tidak berapa lama kemudian ketika melewati sekelompok orang, “Lihatlah betapa anak yang tidak pandai mengenang budi ayahnya yang sudah tua, disuruhnya ayahnya menuntun keledai sedangkan dia yang masih muda menunggangnya, sungguh tidak patut,” kata orang-orang tersebut. “Dengarkah engkau apa yang mereka katakan?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya. Anaknya mengiyakan pertanyaannya itu. “Sekarang engkau turun dari keledai ini dan kita sama-sama berjalan kaki,” kata Lukmanul Hakim. Anaknya segera turun dari keldai lalu berjalan bersama beriringan dengan ayahnya menuntun keledai.

Sejurus kemudian mereka bertemu pula dengan sekelompok orang lain. “Alangkah bodohnya orang yang menarik keledai itu. Keledai untuk dikendarai dan dibebani dengan barang-barang, bukan untuk dituntun seperti lembu dan kambing,” kata mereka. “Dengarkah engkau apa kata mereka?” tanya Lukmanul Hakim kepada anaknya lagi. “Dengar, ayah,” jawab anaknya. Lukmanul Hakim berkata: “Kalau begitu marilah kita berdua naik ke atas punggung keledai ini.” Tidak berapa lama setelah itu mereka mendengar sekelompok orang yang lain yang mereka lewati “Sungguh tidak bertimbang rasa mereka ini, keledai yang kecil ditunggangi berdua!” kata mereka. Lukmanul Hakim lalu bertanya kepada anaknya, “Apakah engkau dengar apa yang mereka katakan?” Jawab anaknya: “Ya ayah, saya dengar.” “Kalau begitu marilah kita pikul keledai ini,” kata Lukmanul Hakim.

Dengan bersusah payah mengikat keempat-empat kakinya, akhirnya mereka mampu mengangkat keledai itu. Dan dalam keadaan demikian itu mereka mulai berjalan dengan beban memikul seekor keledai. Ketika sejumlah orang melihat mereka berdua memikul seekor keledai, mereka ketawa terbahak-bahak. “Ha! Ha! Ha! Lihatlah orang gila memikul keledai!” “Dengarkah engkau apa yang mereka katakan?” dia bertanya kepada anaknya lagi. “Dengar ayah,” jawab anaknya. Mereka lalu meletakkan keledai itu ke tanah.

Lukmanul hakim pun kemudian menjelaskan hikmah di balik peristiwa tadi: “anakku, begitulah sifat manusia. Walau apapun yang engkau lakukan, engkau tak akan terlepas dari perhatian dan pandangan mereka. Tidak menjadi soal apakah tanggapan dan sikap mereka benar atau salah, mereka tetap akan mengatakannya.” “ingatlah anakku bila engkau telah bertemu kebenaran, janganlah engkau berubah hati hanya karena mendengar kata-kata orang lain. Yakinlah pada diri sendiri dan gantungkan harapanmu kepada Allah.”

Haditsul Ifki

Fitnah saat ini yang menimpa gerakan dakwah ini mengingatkan kita pada “Haditsul-Ifki”. Saat da’wah sudah kuat, keluarga Rasul digoyang isu perselingkuhan Aisyah dengan Shafwan bin Mu’aththal. Lalu. Allah turunkan klarifikasi (An-Nur: 11-12)

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu dari golongan kamu (juga). Jangan kamu mengira berita itu buruk bagi kamu. Setiap orang (pelaku) dari mereka akan mendapat balasan dosa atas perbuatannya. Dan siapa yang menjadi pelaku terbesarnya akan mendapat azab yang besar (pula). Mengapa orang-orang mukmin dan mukminah tidak berbaik sangka terhadap diri mereka ketika mendengar berita bohong itu dan berkata: ‘Ini adalah kebohongan yang nyata’”.

Aktor kisah ini:

  1. Aisyah istri Rasul tercinta. Korban fitnah
  2. Shafwan bin Mu’at-thal. Sahabat Rasul.Korban fitnah kedua
  3. Hasan bin Tsabit (penyair), Hamnah binti Jahsy (Ipar Rasulullah), Misthah bin Utsatsah (Saksi perang Badar). Ketiganya terlibat (terpancing) dalam penyebaran fitnah.
  4. Abu Ayyub Al-anshary dan istri. Tokoh yg diabadikan dalam ayat 12. Ummu Ayyub: wahai abu ayyub, apa kau tak dengar isu tetang Aisyah? Abu Ayyub: iya, itu bohong! Apa kau sanggup berbuat seperti itu (selingkuh) Ummu Ayyub?” Ummu Ayyub: tidak, demi Allah, mana sanggup aku berbuat itu!! Abu Ayyub: “Aisyah lebih baik darimu”. (Lebih tidak mungkin untuk selingkuh). Subhanallah..!!
  5. Abdullah bin Ubay bin Salul. Tokoh utama pencetus isu. Yang diabadikan dalam kalimat akhir ayat 11.

Musuh inginkan keburukan terjadi pada Da’wah dengan isu itu, tapi Allah justru tunjukkan sebaliknya. Kian terbukti cemerlang nya Islam, kokoh dalam barisan. Bahkan Aisyah bukan tercoreng, tapi kian terbukti kemuliannya. ” Demi Allah aku tak pernah mengira Allah menurunkan wahyu tentangku, yang akan dibaca sepanjang masa, Aku terlalu merasa kecil untuk diperbincangkan Allah dalam wahyu yang akan selalu dibaca, Aku hanya berharap Allah mengklarifikasi (tentang) pada Rasulullah via mimpinya..” Inilah pengakuan Aisyah R.A terkait ayat 11-19.

Penonton dan Pemain

Dari beberapa peneliti dunia mengatakan kekhilafahan itu akan dimulai dari Asia, Asia itu di Asia Tenggara, Asia Tenggara itu bermula dari Indonesia. Ini bisa jadi karena jumlah penduduk Islam terbesar adalah di Indonesia. Melihat juga dari runutan kehidupan dunia ini sampai kiamat. Fase-fase keterpurukan Islam sudah sedang berlangsung dan akan tiba kembali kejayaan Islam itu. Oleh karena itu, apakah kita mau sebagai penonton sampai kejayaan itu tiba? Atau mau jadi pemain yang aktif mentransformasikan umat Islam sekarang ke Islam sebenarnya.

Memang kita ketahui bersama kalau menjadi penonton itu lebih pandai daripada pemain. Yang biasanya hanya mengkritik-mengkritik saja, tetapi tidak mau berbuat. Dari segi jumlah juga sangat berbeda, penonton jauh lebih banyak jumlahnya daripada pemain. Apakah kita hanya mau mengkritik saja? Apakah kita hanya ingin melihat saja? Atau mau berbuat?

Hal ini juga merupakan ujian kepada aktivis dakwah, dan apabila kita sabar menghadapinya maka insya Allah kita akan lulus. Dan apabila sudah lulus dari ujian ini, Allah sudah menyiapkan imbalan atau hadiah kepada kita, yaitu naik kelas. Insya Allah naik, naik, naik. Insya Allah..

Oleh karena itu, walaupun banyak yang berkomentar dengan dakwah ini, yang mengatakan ini salah, itu salah, seharusnya seperti ini, seharusnya seperti itu. Seharusnya bubar, seharusnya ini menjadi majelis syura. Seharusnya itu jadi presiden, biarlah mereka berkomentar. Intinya semua keputusan yang kita jalani selama ini adalah berdasarkan syura. Insya Allah berkah dengan keputusan syura itu. Dan kita harus tetap bekerja karena bekerja itu adalah ibadah, anggap saja kritikan itu sebagai pupuk dakwah ini.

Hayoo tetap bekerja, janganlah berubah hati hanya karena mendengar kata-kata orang lain. Yakinlah pada diri sendiri dan gantungkan harapan kita kepada Allah.

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Staff Pengajar Akademi Farmasi Aceh. Staff Pengajar SMAIT Al-Fityan School Aceh. Sekretaris Umum Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI) Wilayah Aceh. Koordinator Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia cluster Mahasiswa (MITI-M) Wilayah Aceh. Sekretaris Manager KNRP Aceh. Ketua DPC PKS Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

Lihat Juga

Keikhlasan Dalan Kerja Dakwah

Figure
Organization