Topic
Home / Pemuda / Essay / Evolution

Evolution

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Jutaan pengunjuk rasa antipemerintah berkumpul di Tahrir Square, merayakan kemenangan revolusi Mesir pascapengumuman mundurnya Presiden Hosni Mubarak, Jumat (11/2/2011). (AFP/MARCO LONGARI/KCM)
Jutaan pengunjuk rasa antipemerintah berkumpul di Tahrir Square, merayakan kemenangan revolusi Mesir pascapengumuman mundurnya Presiden Hosni Mubarak, Jumat (11/2/2011). (AFP/MARCO LONGARI/KCM)

dakwatuna.com – Untuk beberapa hal, saya sepakat dengan paham ini. Bahwa “evolusi tak terjadi dalam satu diri.”  “Evolusi terjadi dalam suatu kumpulan yang saling berinteraksi dalam kurun waktu tertentu dan daerah tertentu. “

Sebelumnya, evolusi di sini, menurut versi saya, arti singkatnya adalah “perubahan jadi individu yang lebih baik”. Sepakat, ok! Ada empat hal di atas yang saya cetak tebal.

What the maksud?

Pertama dan kedua, kumpulan dan saling berinteraksi

Yang namanya kumpulan, pasti minimal terdiri dari at least 2 individu.  Normalnya, semakin banyak individu dalam kumpulan, semakin banyak interaksinya.  Jika interaksi dalam kumpulan sangat minimalis, maka kumpulan itu bermasalah!  Mungkin ada sebagian individu yang apatis.  Keapatisan adalah penyakit dalam interaksi.  Menyebabkan interaksi hanya mengendap pada sebagian individu.  Dan, jika evolusi dianalogikan sebagai suatu fluida yang mengalir dalam diri kumpulan, maka adanya endapan interaksi dalam kumpulan akan menjadikan aliran evolusi terhenti di satu titik.  Mungkin hanya sampai di si fulan yang tiba-tiba berevolusi jadi pendekar pembela korupsi.  Atau hanya sampai di fulan yang lantas berevolusi jadi ustadz shalih bin mushlih.  Lalu individu lainnya jadi apa?  Masa’ jadi mendadak dangdut?  Gak lucu ih!  Padahal zaman selalu berubah dan tantangan hidup makin berevolusi menjadi semakin pelik.  Kalau manusia tidak berevolusi, mungkin akan punah juga.  Bukan punah yang berarti mati lalu habis.  Tapi punah yang berarti “tak mampu menjadi individu yang adaptif dengan godaan setan dan sekutunya sehingga dirinya makin jauh dari Allah”.  Atau punah dalam arti “tak mampu lagi jadi prajurit Allah, tak mampu lagi jadi pengusung dakwah, dan semakin terperosok ke dalam kemadekan iman”.  (That’s my opinion, lho. Kalo ga suka, hayo berantem)

Kenapa poin pertama dan kedua harus disebut bersamaan?

Hm… Mungkin karena mereka jodoh jadi harus terus bersanding.  Cie… Yang lagi mikirin jodoh jadi kebayang-bayang dah tuh.

Tapi, coba pikir, apa ada kumpulan tanpa interaksi.  Mungkin ada, jika itu adalah kumpulan mayat di ruang jenazah misalnya.  Ga ada kan para mayat yang saling ngobrol di ruang jenazah?  Cius ga ada?  ‘Mi apah?  Kalo di pelem-pelem sih ada.  Tapi itu kan boongan.  Jadi, kalau di dunia nyata ada kumpulan tanpa interaksi, maka kumpulan itu sudah dianggap mati, atau punah, atau antara ada dan tiada.  Karena keberadaannya sudah ga eksis, maka kumpulan ini sudah ga bisa lagi jadi forum evolusi.  Kacian …T_T…

Ciapa yang dikacianin?  Ya, mereka para anggota kumpulan yang kumpulannya udah ga eksis.  Karena setiap individu butuh kumpulan untuk berevolusi.  Beruntung bagi individu yang tergabung di lebih dari satu kumpulan.  Saat kumpulan yang satunya mati, mereka masih punya kumpulan lain.  Tapi, gimana dong kalo cuma punya satu kumpulan?  Makanya, jangan pernah biarin kumpulan itu mati.

Caranya biar kumpulan itu ga mati, kumpulan harus punya minimal jantung, otak, darah, dan hipofisis.  Jantung (baca: mas’ul) dalam kumpulan tugasnya adalah menghidupkan kumpulan.  Saat jantung mulai melemah denyutnya (mungkin si fulan yang jadi jantung lagi depresi karena skripswet yang mampet di bagian hasil dan pembahasan), otak harus bekerja.  Si otak (baca: anggota kumpulan yang peka ama kondisi kumpulannya) harus mikir gimana caranya biar jantung tetap kencang berdenyut untuk menggerakkan kumpulan.  Lalu otak memprovokasi hipofisis (baca: anggota kumpulan lain yang juga peka tapi kurang inisiatif) agar ngeluarin hormone (baca: semangat).  Hormone inilah yang manas-manasin para anggota kumpulan untuk membenahi interaksi mereka.  Dan kumpulan itu perlu darah (baca: aksi kongkret) untuk mendistribusikan hormone itu.  Hehe… suatu analogi yang maksa banget!

Yang ketiga, kurun waktu

Evolusi itu kan perubahan.  Yang namanya perubahan, ga bisa dong dalam sekejap.  Emangnya power ranger!  Makanya, kurun waktu jadi poin penting bagi evolusi dalam kumpulan.  Kan tadi udah disinggung yah (tersinggung gak loe), bahwa evolusi itu perlu interaksi.  Kalau interaksi (selanjutnya saya sebut kebersamaan aja deh) dalam kumpulan terlalu singkat, bisa jadi evolusinya belum kelar.  Akhirnya, evolusi tidak melahirkan individu yang ‘adaptif’ tapi melahirkan individu yang ‘tanggung’, atau individu yang ‘setengah jadi’ atau individu yang ‘menye-menye’ (menye-menye apaan sih tuh?).  Karena kehidupan itu ga jelas kapan tamatnya, jadi keberadaan kumpulan harus ada untuk selamanya.  Kebersamaan dalam kumpulan harus tak lekang oleh waktu, tak peduli bagaimana cuacanya, gak penting lagi musim duren atau mangga, pokoknya kebersamaan harus tetap mekar merekah seperti mawar merah di taman yang indah. (Ehem… ga usah muji kepuitisan saya. Itu hasil plagiat kok!)

Pantesan aja ada jargon yang bilang “friends forever”.  Jangan nilai jargon itu dari sisi gombalnya.  Tapi rasakan semangat optimismenya.  Meski kita ga mungkin bisa hidup selamanya, tapi tetap diniatin dan optimis bisa temenan selama-lamanya.

Ah, punteun, jadi kepengen berdendang nih.  Boleh-boleh, mangga, silakan.  Asal jangan dangdutan.  Nanti abang mendadak goyang.

(…as we go on. We remember. All the times we had together. And as our life change come whatever. We will still be friends forever…)

Nah, yang terakhir, daerah tertentu.

Kebersamaan bukan hal abstrak yang tak butuh ruang dan waktu.  Kebersamaan adalah hal kongkret yang perlu kurun waktu (tadi udah diterangin.  Udah terang kan?) dan ruang. (Yaelah cuma muter balik kata doang ngapain ditulis siy…).

Daerah tertentu (selanjutnya saya namakan ruang) ga mutlak harus tempat yang bisa kita pijak.  Ini teori saya lho.  Tapi, tempat yang bisa kita pijak juga kita perlukan sebagai ruang itu.  Yaiyalah..!  Karena suatu saat kebersamaan harus mewujud sebagai interaksi nyata secara fisik.  Singkatnya, kebersamaan perlu mewujud saat kita jalan, duduk, berdiri, berlari, jongkok, lompat, berteriak, menangis, bergandeng tangan, berangkulan, maju, mundur, melingkar… (Dan masih banyak lagi)… bersama-sama di suatu tempat yang kita pijaki secara bersama pula.  Tapi ada kalanya kita sulit menyamai pijakan di bumi yang sama, dalam kurun waktu yang sama pula.  No problem asalkan kita punya ruang dalam dimensi yang lain.  Apa tuh dimensi lainnya?  Ruang dalam dimensi lain adalah kesamaan visi.  Selama kita satu visi, kita sebenarnya selalu ada dalam ruang yang sama, tidak ke mana-mana, meski kita tidak selalu saling jumpa.  Dan ketika kita menjaga kesamaan visi, sebetulnya kita sedang merawat ruang kita agar tetap mampu menampung diri-diri kita.  Dan sebenarnya, ketika kita melupakan visi, artinya kita telah ‘walk out’ dari ruang kita berada.  Lalu ke mana kita? Mungkin ke ruang lain yang belum tentu seputih ruangan sebelumnya.  Mungkin ke ruangan lain yang belum tentu punya pintu yang terhubung dengan gerbang menuju surga.  Jika visi kita adalah surga, insya Allah kita selalu ada di ruang yang terhubung dengan gerbang menuju surga.  Dan jika kita jujur dengan visi kita, insya Allah evolusi akan mengantarkan kita menuju visi kita.

Terakhir, kumpulan yang tak berevolusi pasti akan punah karena ketiadaan daya untuk beradaptasi.  Dan akan ada gantinya yang lebih baik yaitu kumpulan lain yang “mereka mencintai ALLAH dan ALLAH mencintai mereka”

Jadi, tulisan sepanjang ini apa kesimpulannya?

Saya tak membatasi kesimpulannya dengan kalimat sependek-pendeknya.  Tapi, silakan ambil kesimpulan sendiri.  Ambil sebanyak-banyaknya juga boleh. Tapi, jangan simpan sendirian.  Sebarkan karena kita adalah kumpulan individu yang “Obey Allah and Spread Islam”.

Wallahu’alam…

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswi S1 Biologi FMIPA UI.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization