Topic
Home / Berita / Wawancara / Dr. Thomas Djamaluddin: Jangan Ada Dikotomi Antara Sains dan Islam

Dr. Thomas Djamaluddin: Jangan Ada Dikotomi Antara Sains dan Islam

Profesor Riset Astronomi, Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaludin (facebook)

dakwatuna.com – Perkembangan astronomi dari masa ke masa ada lah hasil upaya manusia dalam memahami ling kungan semestanya. Karena itu, ia tak seharusnya dipisahkan dari agama. “Sains harus jadi bagian dari kehidupan, sejalan dengan Alquran,” ujar pakar astronomi Indonesia, Dr Thomas Djamaluddin, dalam perbincangan dengan wartawan Republika, Devi A Oktavika.

Karena itu, menurut profesor riset astronomi-astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ini, seharusnya tak ada klaim tentang kecocokan ilmu pengetahuan tertentu dengan ajaran agama. “Temuan-temuan sains adalah penjelasan bagi ayat-ayat Alquran, bukan pencocokan,“ tegasnya. Berikut petikan lengkap perbincangan dengan astronom yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama ini.
Dapatkah Anda menjelaskan teori modern tentang penciptaan semesta dan kesesuaiannya dengan Alquran?

Jadi, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al-Anbiyaa’ ayat 30, langit dan bumi berasal dari satu kesatuan. Ayat tersebut didukung oleh ayat 47 surah adzDzaariyaat yang berbunyi, “Dan, langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.“

Ayat kedua tersebut memperkuat ayat surah al-Anbiyaa’ dengan menjelaskan bahwa langit mengalami perluasan yang berarti perkembangan. Ada proses di sana. Para mufasir pada zaman dahulu mungkin belum sampai pada penafsiran tersebut karena belum ada bukti-bukti ilmiah yang membawa pemikiran manusia pada penafsiran tersebut.

Nah, itu yang kemudian dijelaskan oleh Teori Big Bang (Ledakan Dahsyat). Jadi, cara memahaminya bukan dengan mengatakan bahwa ayat Alquran tertentu cocok dengan Teori Big Bang. Bukan itu. Melainkan, bahwa ayat-ayat tersebut dijelaskan oleh Teori Big Bang menurut perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Karena, bisa saja kelak muncul teori baru yang menjelaskan ayat tersebut.

Jadi, menurut teori tersebut, langit dan bumi dulunya merupakan satu kesatuan yang kemudian dikembangkan oleh Allah. Dari proses evolusi bintang, terbentuklah matahari beserta tata planetnya, termasuk bumi kita. Jadi, bumi kita dulunya berasal dari satu materi dengan matahari dan bintang-bintang lain.

Peristiwa ledakan terjadi pada masa yang disebut t=0 dan menjadi awal mula perhitungan waktu. Materi awal yang terbentuk adalah hidrogen yang dalam proses evolusi bintang mengalami fusi atau reaksi nuklir yang menghasilkan helium dan selanjutnya membentuk pula unsur-unsur lain yang kini ada di alam semesta.

Dalam Teori Big Bang disebutkan bahwa proses terbentuknya semesta terdiri atas enam tahap. Dapatkah Anda jelaskan tahaptahap tersebut?

Tahapan yang enam itu tidak hanya disebutkan dalam Teori Big Bang, tetapi juga dalam sejumlah ayat Alquran tentang penciptaan semesta yang mengandung kata fii sittati ayyaam (dalam enam hari).
Namun, untuk memperdetail tahapan dalam enam hari itu, ayat 27-32 surah an-Nazi’at adalah dalil yang paling menjelaskan.

Pertama, ayat 27 yang berbunyi, “Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya,“ menunjukkan penciptaan langit sebagai tahap pertama pembangunan se mesta yang menurut perkembangan sains hari ini diyakini sebagai peristiwa Big Bang tersebut. Sedangkan, ayat selanjutnya, “Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,“ menunjukkan ekspansi yang dilakukan Allah. Jika dikaitkan dengan Teori Big Bang, tahap ini adalah tahap evolusi bintang.

Setelah itu, pada ayat 29, Allah berfirman, “Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang,“ menunjukkan proses terbentuknya matahari dan juga tata planet karena telah ada siang dan malam. Sementara, ayat 30, “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya,“ mengindikasikan proses evolusi yang terjadi di bumi, seperti pergeseran lempeng bumi.

Proses evolusi tersebut kemudian melahirkan benua-benua, hingga kemudian terjadi tahap selanjutnya, yakni evolusi kehidupan di bumi.
Allah mulai memancarkan air dan menciptakan makhluk pertama di bumi berupa tumbuh-tumbuhan. Tahap ini dijelaskan dalam ayat, “Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.“

Sebagai tahap akhir, “Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,“ menjadi simbol tahap penyempurnaan bumi oleh Allah SWT, sebelum akhirnya ia menciptakan binatang dan manusia. Tahap-tahap yang enam ini juga dijelaskan dalam beberapa ayat dan surah lain. Salah satunya adalah Fushshilat ayat 9-11.

Berbicara tentang evolusi, dapatkah kita katakan bahwa ia juga terjadi dalam pemikiran para ilmuwan dan juga mufasir Alquran?

Ya. Pemikiran ulama berevolusi sehingga ada pergeseran dalam memaknai atau menafsirkan Alquran sesuai dengan perkembangan yang ada. Konsep tentang sab’a samawaat atau “tujuh langit“, misalnya, dulu dimaknai secara geosentris. Yakni, sesuai posisi langit atau benda langit dari bumi. Sehingga, dahulu dikatakan bahwa bulan adalah langit pertama, Planet Merkurius langit kedua, Venus ketiga, Matahari keempat, disusul Mars, Yupiter, dan Saturnus.

Sedangkan, konsep yang sekarang memaknai samawaat sebagai galaksi sehingga mengarah pada langit yang tak terbatas. Hal itu merujuk pada kata sab’a (tujuh) yang dalam banyak ayat Alquran lainnya banyak digunakan untuk merujuk atau mengibaratkan sesuatu yang tak terhingga. Nah, inilah evolusi yang terjadi dalam dunia pemikiran.

Melihat kesinkronan antara nash-nash Islam dan sains dalam persoalan penciptaan alam semesta ini, apakah berarti keduanya sejajar?

Alquran dan ilmu pengetahuan adalah dua hal dengan domain berbeda. Alquran adalah satu hal yang mutlak dan tidak perlu diragukan kebenarannya. Sedangkan, ilmu pengetahuan merupakan hasil pemikiran manusia yang didasarkan atas bukti-bukti yang dapat diamati dengan kebenaran yang relatif.

Keduanya dapat dipersatukan dalam konteks tafsir. Karena itu, seperti saya katakan di muka, kita tidak boleh mengatakan bahwa temuan x sesuai dengan ayat x ataupun sebaliknya. Pengetahuan bukan untuk dicocokkan dengan Alquran, melainkan hanya untuk menjelaskan.

Bagaimana dengan kiprah ilmuwan Muslim sendiri di antara ilmuwan-ilmuwan dunia lainnya?

Saya kira, dalam sejarah sains sama saja. Peran dan kontribusi Muslim bagi astronomi dibahas sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan. Selain pemikiran mengenai konsep-konsep astronomi, kontribusi tersebut juga dilihat dari karya tulis yang mereka hasilkan.

Dengan demikian, dunia mengakui kontribusi mereka sebagaimana mengakui kontribusi ilmuwan Barat atau non-Muslim.
Ada banyak tokoh Muslim yang menonjol dalam dunia astronomi, seperti al-Battani, yang menjelaskan tentang kemiringan poros bumi, musim di bumi, gerhana matahari, penampakan hilal, dan juga tentang tahun matahari yang terdiri atas 365 hari.

Selain itu, ada pula al-Faraghani yang menjelaskan tentang dasardasar astronomi, termasuk gerakan benda langit dan diameter bumi serta planet-planet lainnya. Juga Ibnu Hayyan yang dikenal sebagai Bapak Kimia menjelaskan tentang warna matahari, konsep bayangan, serta pelangi. Dan, banyak lagi astronom Muslim yang mewarnai sejarah astronomi.

Mengetahui betapa hebatnya muatan sains dalam Alquran, apa harapan Anda bagi umat Islam terkait itu?

Ada dua hal utama yang perlu dilakukan dan diperbaiki. Pertama, umat Islam harus menghilangkan dikotomi sains dan Islam. Selama ini, sains kerap dianggap produk Barat sehingga ada pemilahan mana sains Barat dan mana pengetahuan Islam. Padahal, seharusnya tidak demikian.

Sains bisa dibuktikan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, bukan dengan klaim bahwa ini sains milik Muslim dan ini milik nonMuslim. Sains dapat dikaji ulang oleh siapa pun tanpa memandang bangsa ataupun agama. Ia harus jadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan juga sejalan dengan Alquran.
Maka, tugas ilmuwan adalah untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan bagi maslahat manusia dan juga alam semesta.

Kedua, setelah menghapuskan dikotomi tersebut, senada dengan pesan Rasulullah SAW, saya berharap umat Islam terus belajar, termasuk mendalami ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena, sains adalah bagian dari cara kita memahami alam semesta. Sains adalah kontribusi manusia sepanjang masa. (wachidah handasah/Republika)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.56 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization