Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Pertolongan Allah, Bukan Kebetulan

Pertolongan Allah, Bukan Kebetulan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Terinspirasi dari sebuah kisah, tentang kesaksian seseorang yang mengalami kejadian nyata yang menakjubkan, Yusuf bin Husain, yang dikisahkan oleh Ibnu Qudamah, dan saya baca pada cuplikan novel “BUMI CINTA” yang ditulis oleh ustadz Habiburrahman El Shirazy (kang Abik). Berikut kisahnya:

“Pernah suatu ketika aku bersama Dzun Nun Al Mishri berada di tepian sebuah anak sungai. Aku melihat seekor kalajengking besar di tempat itu. Tiba-tiba ada seekor katak muncul ke permukaan, dan kalajengking itu kemudian naik di atas punggungnya. Kemudian sang katak itu berenang menyeberangi sungai.

Dzun Nun Al Mishri berkata, ‘ada yang aneh dengan kalajengking itu, mari kita ikuti dia!’

Maka kami lantas menyeberang mengikuti kalajengking yang digendong katak itu. Kami terperanjat ketika menjumpai seseorang tertidur di tepian sungai yang nampaknya habis mabuk. Dan di sampingnya ada seekor ular yang mulai menjalar dari pusar hingga ke dadanya, kiranya ular tersebut hendak menggigit telinganya.

Kami lalu menyaksikan kejadian luar biasa. Kalajengking itu tiba-tiba melompat secepat kilat ke tubuh ular itu dan menyengat ular itu sejadi-jadinya, hingga sang ular menggeliat-geliat dan terkoyak-koyak tubuhnya

Dzun Nun lalu membangunkan anak muda yang habis mabuk itu. Sesaat kemudian anak muda itu terjaga. Dzun Nun berkata, ‘Hai anak muda, lihatlah betapa besar kasih sayang Allah yang telah menyelamatkanmu. Lihatlah kalajengking yang diutus-Nya untuk membinasakan ular yang hendak membunuhmu!’

Lalu Dzun nun melanjutkan nasihatnya, ‘Hai orang yang terlena, padahal Tuhan menjaga dari marabahaya yang merayap di kala gulita. Sungguh aneh, mata manusia mampu terlelap meninggalkan Tuhan Yang Kuasa, yang melimpahinya berbagai nikmat.’

Setelah itu pemabuk itu berkata, ‘Duhai Tuhanku, betapa agung kasih sayangMu sekalian terhadap diriku yang durhaka kepadaMu. Jika demikian, bagaimana dengan kasih sayangMu kepada orang yang selalu taat kepadaMu?’ “

*****

Ilustrasi (rawaea.deviantart.com)

Sahabat, membaca kisah di atas, saya jadi teringat pada beberapa kejadian yang pernah saya alami sendiri:

“Pagi itu, sepulang shalat ied saya bersama seorang akhwat berjalan menyusuri jalan pinggiran Telkom-gasibu. Sepanjang perjalanan kami asyik berbincang. Hingga tiba-tiba, ‘PLAKK…!’ kami dikejutkan oleh suara yang cukup keras. Spontan kami menoleh ke belakang, tempat asal suara tersebut. Ternyata tak jauh di belakang kami, satu pelepah pohon yang cukup besar jatuh, tepat di jalan yang baru saja kami lewati, hanya beberapa detik sebelumnya. Tapi Allah telah menyelamatkan kami dengan, menahan jatuhnya pelepah itu beberapa detik saja”

“Pernah suatu malam, sebelum beristirahat saya menyempatkan diri untuk memanaskan air dengan menggunakan ceret pemanas. Karena terlalu lelah saya tertidur. Cukup lama saya tidur, hingga akhirnya saya terbangun saat mendengar suara ribut dari luar. Gelap, listrik mati. Dalam suasana gelap, masih dengan setengah kesadaran saya menangkap cahaya merah, begitu kontras, tampak sangat menyala. Seketika kesadaran saya menjadi utuh, kaget luar biasa. Saya ingat sedang memanaskan air, dan cahaya itu adalah dari saklar pemanas yang terbakar. Meski dengan tubuh yang gemetar, secepatnya saya menuju asal cahaya dan mencabut kabel dari kontak listrik. Bau hangus begitu menyengat.

Ternyata air yang saya panaskan telah habis, ceret itu kering. Padahal saya ingat bahwa sebelumnya air yang saya panaskan memenuhi ukuran ceret. Tak lama kemudian listrik kembali menyala, dan suasana kembali sepi. Ternyata tadi sekering listriknya jatuh, dan suara ribut itu adalah suara anak-anak penghuni kamar sebelah. Saat itu pukul tiga dini hari. Kejadian itu membuat saya benar-benar tidak dapat lagi memejamkan mata. Saya sangat bersyukur Allah masih menyelamatkan saya, melalui suara ribut yang membuat saya terbangun, juga melalui sekering listrik yang jatuh.”

“Dulu saya memelihara beberapa ekor kucing di rumah. Saya memang pecinta kucing (meski semenjak kuliah saya tak pernah lagi memelihara kucing, dan tak pernah berani menyentuh bulunya, khawatir akan virus dan takut alergi). Kucing saya beranak pinak, menjadi keluarga utuh. Ada induk, anak, cucu, hingga ke cicit.

Suatu hari sepulang sekolah, saya melihat kucing-kucing saya sedang menikmati ikan, tak tanggung-tanggung, satu kilo ikan. Sebelum saya sempat bertanya, mama dengan penuh semangat, antara rasa syukur dan rasa takjub bercerita,

‘Tadi pagi mama lagi nyuci piring di belakang (waktu itu tempat cuci piring masih berada di belakang, di luar rumah), Tiba-tiba si emak (panggilan kucing yang paling senior, emaknya kucing-kucing di rumah) nyamperin. Husshh…hush…, sana jangan ganggu. Kata mama. Tapi gak tau kenapa si emak tetap saja duduk di sana. Hush.., jangan di sini, tar kesenggol…, mama sich terus ngusir, tapi dianya tetap gak mau pergi. Akhirnya ya udah, mama lanjutin lagi nyuci piring. Ech… gak lama kemudian, kok ada suara ribut-ribut yah..? Mama noleh, dan ternyata, Masya Allah!! Si emak lagi berantem ama seekor ular, tepat di belakang kaki mama saat itu. Gak lama kemudian ularnya mati. Sebagai hadiah, si emak dan kucing-kucing yang lain mendapatkan satu kilogram ikan segar’.

Kami yang mendengar cerita itu ternganga, merasa sangat terkejut, bersyukur, juga ngeri. Tak bisa membayangkan kalo si emak tak berada di sana. Tapi sekali lagi, ini pasti bukan sebuah kebetulan. Allah yang telah memberikan ilham pada kucing itu untuk tetap betahan di sana meski telah diusir berkali-kali. Subhanallah.”

“Kejadian lain, yang mungkin kelihatannya lebih sepele (tapi tidak bagi saya), adalah saat saya kuliah di program ekstensi Unpas. Waktu itu ada tugas yang harus dikumpulkan. Bagi saya, kuliah sambil kerja memang tak mudah untuk membagi konsentrasi. Rata-rata tugas saya kerjakan dalam keadaan sistem kebut dan kilat, serba dadakan, di kantor pada saat ada sedikit waktu luang dari pekerjaan-pekerjaan saya. Saya ingat untuk mata kuliah ini saya pernah beberapa kali bolos karena tuntutan profesi. ‘Hari ini gak boleh bolos lagi, di samping tugas memang harus hari ini juga dikumpulkan’ begitu pikir saya. Perkuliahan dimulai pukul lima sore.

Hingga hampir pukul enam saya masih berada di kantor, menyelesaikan tugas yang belum rampung. Beberapa saat kemudian tugas selesai. Tapi tiba-tiba atasan saya menyampaikan suatu masalah yang harus segera diselesaikan. Jujur saat itu yang saya pikirkan adalah secepatnya berangkat dan tiba di kampus, meski memang sangat terlambat.

Tak ada pilihan bagi saya selain memenuhi permintaan atasan dan tetap bertahan di kantor, entah sampai jam berapa. Saya berfikir, ‘kuliah beres jam setengah tujuh, sempat gak ya?’ saat itu saya masih merasa harus kuliah, meski mungkin hadir satu menit sebelum pelajaran berakhir, sekadar untuk absen dan mengumpulkan tugas. Tapi masalah yang harus diselesaikan terlalu ruwet, apalagi dengan suasana hati dan pikiran yang serba tak nyaman, kehilangan konsentrasi. Cukup lama saya hanya terpaku, hingga kemudian terdengar suara adzan Maghrib.

Saya segera berwudhu, meninggalkan komputer dengan segala PR-nya. Selepas shalat saya berdoa, antara rasa bingung dan sangat berharap akan pertolongan Allah. Tak lama setelah saya kembali ke depan komputer (masih dengan setengah hati), satu sms saya terima, ‘ibunya gak ada teh, lagi sakit. Absennya juga tar aja katanya, minggu depan aja sambil ngumpulin tugas’. Subhanallah, Alhamdulillah, saya merasa sangat bersyukur (bukan karena ibunya sakit lho :D), melainkan karena pertolongan yang Allah turunkan, dalam suatu kejadian yang seolah sebuah kebetulan.”

Masih begitu banyak kisah yang pernah terjadi, entah yang masih saya ingat, maupun yang saya sendiri telah lupa atau memang tidak menyadari. Terlalu panjang jika harus dituliskan di sini, sehingga cukuplah beberapa kejadian di atas sebagai contoh. Saya yakin, kita semua pasti pernah mengalami kejadian itu, saat di mana kita tiba-tiba menyadari bahwa Allah telah menurunkan pertolongannya dengan perantara yang tak terduga.

Sering kita tanpa sadar mengatakan ‘untung ada si ini, kalau gak gimana yah tadi nasib saya’ atau ‘ya Allah, gak kebayang kalau tadi saya ada masih di sana…’ dan sebagainya. Seolah keselamatan kita adalah karena peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Padahal kalau kita lihat lagi kisah pertama di atas, bagaimana Allah mengutus seekor katak untuk muncul ke darat, SENGAJA untuk menjemput seekor kalajengking di seberang sungai, kemudian mengantar kalajengking itu hingga ke tempat seorang pemabuk yang tertidur pulas. Bagaimana kemudian Allah memerintahkan kalajengking itu untuk tak berdiam diri di sana, melainkan segera menyerang ular, tepat beberapa saat sebelum mencelakai pemuda tersebut. Allah juga yang telah mengatur, sang kalajengking tiba di sana tepat pada waktunya. Allahu Akbar…..!

Nah sahabat, coba ingat-ingat lagi kejadian yang pernah terjadi. Rasakan betapa luar biasa cara Allah memberikan pertolongan, lalu ucapkanlah rasa syukur yang paling dalam kepadaNya.

Allah SWT berfirman yang artinya:

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqarah (2): 255 – Ayat Kursi)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS. Al An’am (6): 59)

Wallahu’alam bishawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (40 votes, average: 9.38 out of 5)
Loading...
Wafiyyatunnisa Asy Syu'lah, adalah nama pena dari Dian E.Nusantari. Lahir dan besar di tanah Melayu, namun sejak lebih dari 9 tahun yang lalu telah menjadikan Tanah Sunda menjadi kampung kedua baginya. Kehariaannya sibuk berkutat dengan angka dan hitungan transaksi kerjasama, sebagai Akuntan di LPPM Institut Teknologi Bandung. Selain bekerja, menulis adalah aktivitas pelengkap sekaligus hobi baginya.

Lihat Juga

Hasbiyallah Wa Ni’mal Wakil

Figure
Organization