Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Sejarah Bangsa Palestina (Bag ke-3): Rakyat Palestina di Tanah Pendudukan 1948

Sejarah Bangsa Palestina (Bag ke-3): Rakyat Palestina di Tanah Pendudukan 1948

dakwatuna.com – Zionis Yahudi berhasil mendirikan entitas negaranya pada tahun 1948 dengan menduduki 77% tanah Palestina dan setelah mengusir 2/3 (dua per tiga) rakyat Palestina dari tanah mereka, sebagaimana kita isyaratkan sebelumnya. Di sini masih banyak jumlah orang Palestina, yang tidak mungkin diusir oleh kaum Zionis Israel, masih tetap tinggal dan menetap. Jumlah mereka sekitar 156 ribu jiwa, atau sekitar 17% dari total warga entitas “negara” Israel saat didirikan.101 Mereka yang tetap tinggal ini dikenal dengan orang Palestina ’48, atau Arab ’48, atau yang oleh entitas Zionis Israel disebut dengan “Arab Israel”. Demikianlah, dan untuk pertama kalinya orang-orang Palestina sendiri menjadi warga minoritas di tanah mereka sendiri, bahkan pihak penjajah Israel memperlakukan mereka seperti orang asing atau sebagai warga kelas dua.

Kala itu tingkat kehancuran luar biasa, termasuk tercabik-cabiknya jaringan sosial dan ekonomi orang-orang Palestina di wilayah terjajah jauh dari yang bisa dibayangkan. Menurut Dr. Ibrahim Abu Jabir, sebanyak 478 desa dilumatkan dari total 585 desa Arab yang ada di wilayah Palestina ’48.102 Dalam kajian mendalam yang dilakukan Dr. Waled Khalidi, dia membuat daftar detail nama-nama 418 desa yang ditinggalkan warganya karena diusir paksa penjajah Zionis Israel pada tahun 1948. Hal yang sama dilakukan Dr. Sulaiman Abu Sanah dengan menambahkan sejumlah desa pusat-pusat menetapnya orang-orang badui lainnya khususnya di daerah Bi’ru Sabu’. Dengan data tambahan ini, jumlah desa yang ditinggalkan warganya karena diusir paksa penjajah Zionis Israel sebanyak 531 desa dan pusat kediaman badui. Akibat aksi tersebut, sebanyak 804 ribu orang Palestina hijrah ke luar wilayah terjajah ’48, atau yang sering disebut dengan “Israel”. Sementara itu sebanyak 30 lainnya diusir dari tanah mereka ke daerah-daerah lain masih di wilayah terjajah ’48, yaitu 1/5 orang Palestina yang masih tinggal di sana (156 ribu jiwa).103

Entitas Zionis Israel terus berupaya membuktikan legalitasnya berdasarkan slogan-slogan Zionis yang terkenal “tanah tanpa rakyat untuk rakyat tanpa tanah”. Untuk itu mereka berusaha untuk menghapus hakikat realita seputar warga Palestina yang mereka usir dan seputar desa-desa dan pusat-pusat kehidupan orang-orang badui yang mereka musnahkan. Seorang wanita mantan Perdana Menteri Israel Golda Meir mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang namanya orang-orang Palestina.”104 Salah seorang pemikir Yahudi Dr. Israel Shahak memaparkan masalah ini seraya mengatakan, “Sesungguhnya hakikat yang berkaitan dengan komunitas perumahan Arab (Palestina) yang ada di dalam perbatasan negara Israel sebelum tahun 1948 merupakan salah satu rahasia penting yang dirahasiakan di dalam internal Israel, tak ada buletin atau buku kecil sekalipun yang membicarakan mengenai komunitas-komunitas perumahan ini serta lokasi-lokasi keberadaannya. Masalah ini sengaja diabaikan sehingga memungkinkan pengajaran tentang “negeri kosong”. Kala itu desa-desa yang dihancurkan pada ghalibnya dihancurkan rata dengan tanah secara total beserta rumah-rumah, pagar-pagar, kebun-kebun sampai pemakaman dan bukti-bukti adanya kuburan. Sampai-sampai dapat mengelabui siapa saja yang mengunjunginya bahwa seluruh wilayah ini dulunya merupakan padang pasir tandus tidak berpenduduk.” Sedang Jenderal Moshe Dayan, salah seorang tokoh senior Zionis abad 20 yang sempat menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, menteri pertahanan dan juga menteri luar negeri Israel, memiliki perhatian khusus dengan bekas-bekas peninggalan. Dia mengatakan, “Tidak ada satu desa Yahudi pun di negeri ini kecuali dibangun di atas lokasi desa Arab (Palestina).”105

Sejak awal negara Zionis Israel telah mulai memperlakukan orang-orang Palestina yang tinggal tersisa di tanah terjajah 1948 berdasarkan garis-garis kebijakan berikut:

– Mengadopsi hukum-hukum dan kebijakan-kebijakan diskriminatif yang zhalim, yang membuat orang-orang Palestina seperti orang asing di tanah mereka sendiri, dianggap sebagai warga kelas dua.

– Mereka ditempatkan pada kondisi keamanan dan ekonomi yang sangat sulit yang memaksa mereka untuk hijrah meninggalkan tanah mereka.

– Penggusuran tanah-tanah mereka dan tanah wakaf Islam

– Berupaya menghapus identitas agama dan peradaban mereka dan melepaskan mereka dari orang-orang Palestina, Arab kaum muslimin sekitarnya.

– Sebagai realisasi dari kebijakan-kebijakan ini, maka orang-orang Palestina tersebut diletakkan di bawah hukum militer dan berhasil mengisolasi dari desa-desa Arab antara yang satu dengan yang lainnya, dinyatakan semua desa sebagai daerah tertutup tak seorang pun boleh keluar atau masuk daerah tersebut kecuali mendapatkan izin dari pihak militer Israel. Bahkan salah seorang sosialis Palestina yang menjadi anggota Knesset (parlemen Israel), Emil Habyi, dilarang meninggalkan kotanya untuk menghadiri sidang Knesset kecuali setelah mendapatkan surat izin khusus. Orang-orang Palestina terus hidup di bawah hukum militer sampai pada tahun 1966 saat penjajah Israel menghentikan tindakan ini secara resmi, namun pada prakteknya mereka masih tetap hidup di bawah pengawasan yang sangat ketat, yang terjadi tidak lain sekadar proses perpindahan kuasa pengawasan terhadap mereka ke tangan kesatuan tugas khusus kepolisian Israel. Undang-undang yang diberlakukan terhadap orang-orang Palestina yang tinggal di wilayah terjajah 1948 sangat kejam, sampai-sampai Jaksa Agung Israel kala itu, Ya’kub Shabira, mengatakan, “Bahkan di negara Jerman yang Nazi sekalipun tidak ada undang-undang seperti ini. Anda tidak akan mendapati sistem (peraturan) yang menyerupai peraturan kami kecuali di negeri terjajah. Adalah kewajiban kami menyampaikan kepada segenap penjuru dunia bahwa undang-undang pertahanan menghancurkan infrastruktur keadilan di dunia ini.”106

Sejak awal perlakukan terhadap orang-orang Palestina adalah sikap permusuhan, seakan mereka berada di tempat yang “salah” di “tanah Israel”. Oleh sebab itu penasehat perdana menteri Israel tahun 1960 – 1963, Yury Lobrany, menyatakan bahwa orang-orang Palestina di Israel mereka adalah musuh abadi bagi Israel.”107 Di entitas Zionis Israel tidak mungkin ada persamaan hakiki bagi seluruh warga, karena sejak awal Israel sendiri telah menyatakan Palestina sebagai negara orang Yahudi di manapun mereka berada dan apapun kebangsaan yang disandangnya. Begitu kaki mereka menginjak tanah Palestina terjajah maka mereka telah menjadi warga asli yang memiliki seluruh hak sebagai warga negara, termasuk mendapatkan kedudukan tertinggi di pemerintah. Sedang keberadaan orang Arab (Palestina) di sana, meski sudah tinggal sejak ribuan tahun lamanya, bukan berarti Palestina adalah negeri mereka, karena Israel bukan negara bagi warga yang hidup di dalamnya.

Secara sistematis dan bertahap dengan tanpa ada informasi sebelumnya penjajah Zionis Israel melakukan aksi perampasan tanah-tanah dari pemiliknya yang sah, baik dari mereka yang sudah diusir maupun mereka yang masih kukuh tetap tinggal di tanahnya. Penjajah Zionis Israel membuat 34 peraturan untuk melegalisasi kezhaliman mereka. Di antara peraturan itu adalah undang-undang kepemilikan tanah oleh Yahudi atas tanah yang pemiliknya berada di luar Palestina, peraturan kepemilikan tanah, peraturan penggusuran tanah demi kepentingan masyarakat dan lain sebagainya. Peraturan-peraturan ini telah berakibat pada penggusuran sekitar 97% tanah yang dimiliki orang-orang Palestina sampai akhir abad 20.108

Rata-rata kepemilikan tanah setiap individu Palestina pada tahun 1845 adalah 19 donam. Pada tahun 1950 angka itu turun menjadi 3,4 donam, pada tahun 1981 turun menjadi 0,84 donam dan kemudian seterusnya.109 Warga Palestina di wilayah terjajah 1948 tersulut oleh peraturan-peraturan dan penggusuran-penggusuran secara zhalim ini. Maka terjadilah berbagai aksi pemberontakan (intifadhah), yang paling terkenal di antaranya adalah intifadhah hari bumi pada 30 Maret 1976 yang mengakibatkan 6 orang Palestina syahid dalam aksi tersebut.

Meskipun penjajah Zionis Israel menggunakan peraturan-peraturan yang zhalim dan kejam, namun orang-orang Palestina tetap kukuh berada di atas tanah mereka mempertahankan hak mereka, yang mendorong mereka untuk melakukan hal yang demikian adalah apa yang mereka lihat dan saksikan berupa penderitaan yang dialami saudara-saudara mereka para pengungsi Palestina yang berada dalam kondisi sangat sulit dan keras. Tingkat pertumbuhan pendudukan alami di kalangan mereka pun tergolong sangat tinggi, meski demikian bila dibandingkan dengan jumlah orang Yahudi di wilayah terjajah 1948 jumlah mereka belum mengalami perbaikan. Bahkan prosentase mereka mengalami penurunan tajam pada tahun 50-an dan 60-an akibat gelombang migrasi besar-besaran orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru dunia ke Palestina ’48. Gelombang migrasi Yahudi secara luar biasa dampaknya terjadi bersamaan dengan krisis yang dialami Uni Soviet dan jatuhnya negara tersebut pada akhir tahun 80-an abad 20.

Tabel berikut menjelaskan perkembangan jumlah orang-orang Palestina dan prosentase mereka dari jumlah total penduduk yang tinggal di wilayah Palestina ’48:110

Tahun Jumlah (Ribuan) Prosentase
1948 156 17%
1958 221 10,9%
1968 406 14,3%
1978 569 15,9%
1988 817 18,3%
1990 875 18,2%

Berdasarkan tingkat pertumbuhan penduduk alami yang mencapai 3,4% setiap tahunnya, maka jumlah warga Palestina’48 pada tahun 2002 sekitar satu juta 239 ribu jiwa atau sekitar 19,5% dari total jumlah penduduk di Palestina’48.

Dari sisi agama, warga Palestina terdiri dari 3 unsur. Yang pertama adalah kaum muslimin yang beraliran Sunni sekitar 77%, suku Duruz 10% dan Nasrani 13%. Jumlah orang-orang Nasrani pada awal penjajahan tahun 1948 mencapai 20%, namun jumlah mereka terus menurun akibat hijrah yang terjadi dari kalangan mereka terutama ke Eropa dan Amerika.111

Penjajah Zionis Israel sendiri menyatakan dirinya sebagai satu-satunya negara demokratis di kawasan timur tengah, bahwa orang-orang Palestina berada di bahwa kekuasaannya menikmati hak-hak kewarganegaraan dan kebebasan politik, dan bahwa kondisi ekonomi mereka mengalami banyak perbaikan. Sebelum mendiskusikan klaim-klaim semacam ini, sesungguhnya ada masalah asasi yang diabaikan, yaitu bahwa tanah mereka orang-orang Palestina diduduki dengan kekerasan dan pemaksaan. Bahwa sebagian besar saudara-saudara mereka telah diusir dan diseret keluar dari kampung halamannya, mereka tidak memiliki hak kembali ke tanah miliknya yang sah. Sementara tanah Palestina terbuka untuk orang-orang Yahudi dari negara dan warga negara mana saja, mendapatkan hak kewarganegaraan, kepemilikan dan hukum. Sementara orang-orang Palestina diperlakukan sebagai orang asing di tanahnya sendiri, sebagai musuh yang mungkin saja diperangi atau diusir kapan saja. Inilah inti persoalan yang tidak boleh diabaikan dari pandangan. Hanya saja yang mendistorsi pendapat ini kadang-kandang adalah bahwa penjajah Zionis Israel selalu berupaya sungguh-sungguh menunjukkan diri sebagai negara demokratis untuk mendapatkan penerimaan dan pujian dari internasional, dan ini memberikan peluang peminggiran kebebasan politik dan agama orang-orang Palestina yang berada di bawah pemerintahannya. Gangguan itu semakin bertambah atas apa yang didapat orang-orang Palestina berupa perlakukan buruk dan penderitaan yang mereka alami dari saudara-saudara mereka sendiri orang-orang Arab di beberapa negara Arab, hal yang semakin menguatkan argumen penjajah Zionis Israel untuk menunjukkan sebagai negara yang kondisi demokrasinya paling baik. Seperti tingkat kehidupan di entitas Zionis Israel yang paling baik bila dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya, hal ini yang seakan menunjukkan bahwa orang-orang Palestina berada dalam tingkat kehidupan yang lebih baik, meskipun keberadaan mereka berada di urutan terendah dan kondisi sangat buruk bila dibandingkan dengan orang-orang Yahudi di wilayah Palestina’48. Adalah tidak adil misalnya membandingkan kondisi orang miskin di Amerika atau Swedia dengan orang miskin lain yang hidup di India, Ethiopia, Mozambik dan sebagainya. Karena orang miskin Amerika bisa menjadi paling kaya dan melimpah bila dibandingkan yang lainnya di negara-negara tersebut. Yang seharusnya dilakukan adalah membandingkan sesuai dengan kondisi, waktu, tempat dan kebutuhan dan tuntutan hidup yang sama di mana mereka berada.

Apapun kondisinya, kajian yang mendalam tentang kondisi orang-orang Palestina di wilayah terjajah 1948 membuktikan bahwa kondisi hidup mereka sangat buruk bila dibandingkan dengan orang-orang Yahudi. Misalnya anggaran khusus pemerintah untuk dewan-dewan lokal (kota) Yahudi 5 kali lipat bila dibandingkan anggaran khusus pemerintah Israel untuk dewan-dewan lokal Arab. Dukungan pembiayaan air yang digunakan para petani Yahudi 100 kali lipat bila dibandingkan yang diterima orang-orang Arab (Palestina). Sepuluh dosen Arab di kampus berada di antara 5 ribu dosen Yahudi. Di sana ada hanya satu orang Arab (Palestina) di antara 2400 orang yang menduduki pos-pos tertinggi perusahaan-perusahaan pemerintah Zionis Israel. Di antara 6000 direktur perusahaan-perusahaan milik persatuan-persatuan pekerja di entitas Israel tidak ada satu pun direktur dari orang Arab (Palestina). Dari seluruh daftar pejabat di departemen-departemen pemerintah penjajah Israel, yang jumlahnya 1860, hanya ada 26 pegawai Palestina yang tugasnya terbatas pada masalah urusan agama dan kota-kota kecil (kecamatan) Arab. Dari 76 kota (setingkat kecamatan) yang masing-masing jumlah penduduknya antara 5 – 20 ribu jiwa, ada 20 kota kekurangan pelayanan kesehatan 19 di antaranya adalah kota Arab. Sampai tahun 1976 hanya ada 1 desa Arab yang mendapatkan saluran air di antara 104 desa Arab yang ada. Pihak Zionis Israel mengaitkan masalah banyaknya bantuan yang diberikan dengan pelaksanaan tugas militer untuk Zionis Israel, semisal tunjangan anak, kredit rumah, biaya pendidikan tinggi dan sebagainya. Semua itu diharamkan bagi orang-orang Palestina yang tidak menunaikan tugas militer (baik atas keinginan sendiri maupun atas keinginan Zionis Israel) yang merupakan hak warga.112

Kondisi orang-orang Palestina di wilayah terjajah 1948 mengisyaratkan bahwa pihak penjajah Zionis Israel sengaja mengabaikan mereka mendapatkan bantuan infrastruktur seperti listrik, pelayanan kesehatan, air, kredit rumah, sampai pelarangan izin mendirikan bangunan bahkan memindahkan mereka secara paksa dari desa-desa mereka ke desa-desa lain, serta dibuka biro-biro untuk membantu mereka agar hijrah (pergi) ke barat meninggalkan tanah mereka. Berdasarkan data Israel sendiri, 48% orang Palestina yang hirup di bawah kemiskinan dan tingkat pengangguran mencapai 22%.113

Dua puluh tahun pertama berdirinya entitas negara Zionis Israel di Palestina (dari tahun 1948 – 1967) adalah mimpi sangat buruk bagi orang-orang Palestina di wilayah terjajah 1948. Mereka berada di bawah pemerintahan militer yang memusuhi dan sangat tidak disukai. Akibat perang sebagian besar intelektual, pemimpin partai dan para pemikir Palestina pergi meninggalkan tanah airnya, sementara yang masih bertahan tinggal adalah para petani yang sangat sederhana, hal ini mengakibatkan terjadinya krisis kepemimpinan dan bimbingan, jadilah ranah Palestina kosong kecuali diisi oleh orang-orang sosialis Palestina yang mendukung berdirinya negara Zionis Israel. Tak ada orang Palestina yang bisa mengungkapkan orientasi politik mereka kecuali lewat partai-partai “Israel”. Demikian juga telah dipancangkan tabir besi yang memisahkan antara orang-orang Palestina dengan saudara mereka sesama orang Palestina, Arab dan kaum muslimin. Sementara itu terus berlangsung upaya-upaya pencucian otak mereka dan penghapusan identitas nasional dan peradaban mereka.

Salah seorang pemimpin Gerakan Islam (Harakah Islamiyah) di tanah Palestina ’48, Syeikh Raed Shalah mengungkapkan kondisi ini seraya mengatakan, “Identitas telah lenyap dan peradaban Islam pintu-pintunya telah disumbat.” Ketua dewan desa Kafar Qasim Ibrahim Abdullah mengatakan, “Sejak tahun 1949 hingga tahun 1967 kami tidak tahu apa-apa tentang asal usul kami dan peradaban kami, kami tidak apapun tentang Islam, di sana ada sebagian nuskhah (lembaran) al Qur’an yang berserakan di beberapa masjid lama yang masih tersisa di desa-desa Arab. Kami benar-benar telah tenggelam dalam kegelapan kebodohan dan kerusakan total.”114

Dalam kondisi yang seperti ini ada peluang bagi orang-orang sosialis yang pada awalnya mampu menyebar di tengah-tengah sektor masyarakat Palestina, demikian juga bagi para pemimpin tradisional dan kabilah-kabilah yang takut kehilangan pengaruh mereka jika menentang Zionis Israel dengan kekuatan dan aksi. Meskipun Partai Sosialis mengakui Entitas Zionis, negara dan instansi-instansinya namun partai ini juga mengusung usulan-usulan yang membantu kepentingan orang-orang Palestina di wilayah terjajah 1948, bila dibandingkan dengan partai-partai Zionis Israel lainnya. Seperti seruan mereka tentang persamaan dan pendidikan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Di tengah-tengah warga Arab (Palestina) partai ini mendapat dukungan suara sekitar 11% pada tahun 1959, kemudian 50% pada tahun 1977, namun dukungan ini mengalami penurunan pada tahun 80-an sehingga pada pemilu tahun 1992 dukungan dari mereka hanya 23%. Sementara kelompok kiri yang tergabung dalam “Front Demokratik untuk Perdamaian dan Persamaan mendapatkan 3 kursi di Knesset pada pemilihan tahun 1999. Sedang kekuatan tradisional turun di bawah partai-partai Zionis khususnya Partai Buruh. Kekuatan tradisional mencapai puncak pengaruhnya pada pemilihan tahun 1955 ketika mendapat dukungan 55% di tengah-tengah Arab (Palestina), pada tahun 1969 mendapatkan dukungan 41% dan pada tahun 1977 hanya mendapatkan 16%. Selanjutnya kekuatan ini kehilangan pengaruhnya setelah itu sehingga tidak bisa mendapatkan prosentase yang mencukupi untuk dapat duduk di Knesset (parlemen Zionis Israel). Di sana kekuatan kiri lain muncul pada tahun 1981 yang menyebut dirinya sebagai “Gerakan Kemajuan untuk Perdamaian”, hanya saja gerakan ini hanya memfokuskan kepada identitas Palestina bukan masalah kerakyatan seperti orang-orang sosialis. Gerakan ini pada tahun 1984 mendapatkan dua kursi di parlemen Knesset dan satu kursi pada pemilihan tahun 1988. Adapun Partai Demokratik Arab yang didirikan pada tahun 1988 adalah partai yang didirikan di atas asas kearaban murni, karena kelompok sosialis dan kekuatan tradisional masih merangkul anggota orang-orang Yahudi. Partai Demokratik Arab ini pada pemilihan tahun 1988 mendapat satu kursi di Knesset kemudian pada tahun 1992 mendapat dua kursi.115

Perlu menjadi catatan dan mendapat perhatian bahwa  tingkat popularitas di tengah-tengah komunitas Arab bukan berarti kemestian hakikat pengaruh partai-partai tersebut. Karena di sana ada jumlah yang lebih besar menolak terlibat di dalam pemilu Israel, mereka tidak mendaftarkan diri di daftar pemilih. Demikian juga di sana ada sejumlah besar yang mendaftarkan diri mereka namun tidak menggunakan haknya dalam pemilihan umum.

Di pihak lain, di sana ada gerakan-gerakan politik non parlemen (tidak terlibat di dalam parlemen), seperti Gerakan Anak-anak Negeri (harakah abna’ balad) dan Gerakan Islam (harakah islamiyah). Adapun Gerakan Anak-anak Negeri adalah kelangsungan alami dari Gerakan Bumi (harakatul ardh) yang muncul pada tahun 1959 yang mengusung bendera nasionalisme, namun pemerintah penjajah Zionis Israel langsung mengancam aktivitas-aktivitas gerakan ini pada tahun 1965 karena menganggap Palestina sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipecah-pecah, bahwa apapun solusi yang adil harus dilaksanakan sesuai dengan kehendak rakyat dan bangsa Palestina. Pada tahun 1973, gerakan ini muncul dan berhasil (menang) di sebagian pemilihan lokal. Gerakan ini menganggap dirinya sebagai bagian dari Gerakan Nasional Palestina yang berada di bawah bendera PLO.116

Benih-benih arus gerakan Islam mulai tumbuh di wilayah-wilayah Palestina terjajah tahun 1948 paska perang tahun 1967, ketika semua orang Palestina berada di bawah penjajah Zionis Israel sementara orang-orang Palestina Tepi Barat dan Jalur Gaza memungkinkan melakukan kontak dengan saudara-saudara mereka di Palestina terjajah 1948 dan menyebarkan arus Islam di tengah-tengah mereka. Para tokoh yang terlibat dalam penyebaran ini di antaranya adalah Syeikh Ahmad Yasin, Hamid Baitawi, Muhammad Fuad Abu Zaid, Ahmad Haj Ali dan Said Bilal yang kesemuanya memiliki keutamaan dalam masalah ini. Banyak warga Palestina ’48 yang belajar di Tepi Barat dan Jalur Gaza di samping ke Eropa dan Amerika di mana arus gerakan Islam tumbuh dan bertambah. Kemudian mereka kembali ke daerah-daerah mereka untuk menyebarkan dakwah islamiyah, mendirikan lembaga-lembaga sosial, pusat-pusat medis dan kesehatan, kelompok-kelompok kajian dan asosiasi olahraga. Secara umum arus gerakan Islam ini mengadopsi pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin, serta menyerukan dakwah bahwa Islam adalah solusi bagi masalah-masalah dan persoalan jama’ah-jama’ah dan individu, bercita-cita jauh ke depan guna mendirikan daulah islamiyah di seluruh muka bumi. Hanya saja mereka melakukannya dengan penuh hati-hati dan realistis berkaitan dengan situasi dan kondisi politik yang mereka alami sesuai dengan kemampuan mereka. Para pemuda ini terus bersemangat untuk melakukan kerja jihad bersenjata melawan musuh, karenanya mereka mendirikan keluarga jihad (usratul jihad) pada tahun 1979. Mereka segera melakukan sejumlah aksi namun terlalu cepat terungkap aksi mereka ini pada tahun 1980 dengan ditangkapnya tokoh mereka Abdullah Namr Darwis juga termasuk komandan militernya Farid Abu Mukh serta sejumlah anggota lainnya dan dijatuhi hukuman penjara dengan lama berbeda-beda.

Pada tahun 80-an, harakah islamiyah menyebar secara meluas di segala bidang dalam masyarakat dan berhasil memberikan bantuan sosial kepada orang-orang Palestina ’48, para aktivisnya memperoleh reputasi besar. Harakah islamiyah telah turut serta dalam pemilihan lokal (tingkat kota) dan dewan yang dikuasai pertama kalinya adalah dewan Kafar Bira pada tahun 1984. Gerakan ini mendapatkan sukses besar pada tahun 1989 hingga menang di sejumlah kota seperti di Ummul Fahm, Kafar Kasim, Kafar Bira, Galgulia dan Rabith. Harakah Islamiyah dapat memperoleh 42 kursi dari 146 kursi yang diperebutkan, yaitu 28,6% dari jumlah kursi yang diperebutkan.117 Pada pemilihan tahun 1994 menang di kota-kota tersebut kecuali di Rabith, namun mengalami kemenangan di kota Kafar Qara’, Kabul dan kafar Kuna serta mendapatkan sejumlah kursi di Nazaret, Faradis, Thaiba, al Lad, Tel Sheba dan yang lainnya.

Sebagian kajian memprediksikan popularitas harakah islamiyah di tengah-tengah warga Palestina ’48 mencapai 30%, prosentase ini meningkat terus hingga akhir tahun 90-an mencapai 40% dan menjadi kekuatan terpopuler di tengah-tengah warga Palestina ’48. Harakah Islamiyah masih tetap menolak untuk turut serta dalam pemilihan umum (pemilu legislatif) Israel, agar tidak memberikan legalitas entitas negara Zionis Israel, meski tidak melarang anggotanya memilih tokoh-tokoh yang lebih membela dan kompeten membantu daerah-daerah Arab. Hanya saja perdebatan panjang menyangkut masalah ini antara tokoh-tokoh harakah islamiyah telah memunculkan dua kubu yang berseberangan. Salah satunya yang mayoritas menolak terlibat dalam pemilu, kelompok ini dipimpin Syeikh Raed Shalah dan Syeikh Kamal Ridwan. Sedang pihak yang satunya melihat adanya realisasi kemaslahatan lewat keterlibatan dalam pemilu, kelompok ini dipimpin oleh Syeikh Abdullah Namr Darwis. Yang disebut kedua pernah berkoalisi dengan Partai Demokratik Arab pada pemilu tahun 1996 dan berhasil mendapatkan 4 kursi, dua untuk harakah islamiyah. Koalisi ini diperluas pada tahun 1999 dan mampu mendapatkan 5 kursi di parlemen.118

Pihak entitas negara Zionis Israel melihat dalam harakah islamiyah ada bahaya dan bom waktu yang dapat meledak kapan saja. Zionis Israel menunggu adanya kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan menurut pandangannya untuk kemudian menggebuk dan menggencetnya. Harakah islamiyah dalam aktivitasnya penuh dengan hati-hati dan dalam lingkup yang diperbolehkan oleh undang-undang penjajah Zionis Israel, gerakan juga sangat berhati-hati untuk tidak memberikan alasan kepada Zionis Israel untuk mempercepat menggebugnya.

Sejumlah pihak telah menaruh curiga atas fenomena pertumbuhan orientasi Islam gerakan ini. Harian Israel Ha’aretz edisi 13 Juli 1979 mengatakan bahwa fenomena ini telah menjadi sumber kecemasan pasti bagi setiap orang Yahudi, bahwa pemerintah resmi memandangnya dengan keraguan dan ketakutan. Perdana Menteri Israel Zishak Shamir mengomentari atas hasil pemilihan lokal (tingkat kota) pada tahun 1989 dengan mengatakan bahwa kebangkitan gerakan ini, menunjukkan bahwa di sana ada pelatihan teroris yang menyulut kecemasan. Sebagian ahli dan komentator seperti Rafail Israili mengatakan, “Sesungguhnya mereka memanfaatkan sistem dan demokrasi untuk manfaat khusus mereka, tujuan mereka adalah menguasai masyarakat dari dalam, kemudian pada tahap selanjutnya menguasai seluruh Palestina dan Timur Tengah.” Sebagian menuntut gerakan ini ilegal serta keluar daru undang-undang dan menyerukan untuk dilakukan pembasmian terhadapnya.119

Bersambung…

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

102 Ibid. hlm. 427.

103 Abu Sita, of.cit, hlm. 16 – 24.

104 Cliford Rait, Ibid. hlm. 15 dinukil dari harian Sunday Times London edisi 15 Juni 1967.

105 Ibid. hlm. 85, ditulis Shahak dan Dayan keduanya menukil dari harian Guardian (Manchester), edisi November 1983

106 Ibid. hlm. 82.

107 Ibid. hlm. 89.

108 Ibrahim Abu Jabir, “Masyarakat Arab di Israel” dalam buku al Madkhal ila al Qadhiyah al Filistiniyah, hlm. 427 dan 459.

109 Lihat: Ilya Raziq “Kondisi Orang-orang Palestina di Israel” dalam buku Dalil Israil al ‘Am, hlm. 338.

110 Ibrahim Abu jabir, “Masyarakat Arab di Israel” dalam buku al Madkhal ila al Qadhiyah al Filistiniyah, hlm. 429.

111 Ibid, hlm. 427.

112 Ilya Raziq, “Kondisi orang-orang Palestina di Israel” di Dalil Israil al ‘Am, hlm. 317 – 347. Dan Cliford Rait, Ibid. hlm. 88.

113 Ibrahim Abu Jabir, “Masyarakat Arab di Israel” dalam buku al Madkhal ila al Qadhiyah al Filistiniyah, hlm. 427.

114 Ahmad Yusuf, al Harakah al Islamiyah Dakhil al Khath al Akhdhar: Filistiniyu 1948 (USA: al Muasasah al Mutahidah li al Nasyr wa Tauzi’), hl 8 – 9.

115 Ahmad Khalifa “Partai-partai Politik” dalam Dalil Israil al ‘Am, hlm. 172 – 174, Ibrahim Abu Jabir “Masyarakat Arab di Israel” dalam buku al Madkhal ila al Qadhiyah al Filistiniyah, hlm. 442 – 447.

116 Ahmad Khalifa “Partai-partai Politik” dalam Dalil Israil al ‘Am, hlm. 174 – 176, Ibrahim Abu Jabir “Masyarakat Arab di Israel” dalam buku al Madkhal ila al Qadhiyah al Filistiniyah, hlm. 448 – 449.

117 Ahmad Yusuf, Ibid. hlm. 24 – 25.

118 Seputar hasil pemilu Israel tahun 1999, lihat misalnya: Ibrahim Abu Jabir “al intikhabat al israiliyah: qira’atun fii itijahat al tashwit wa ‘awamil al nashr wa al khasarah” di majah Filistin Muslimah edisi Juli tahun 1999.

119 Ahmad Yusuf, ibid. hlm. 27 – 28.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 9.50 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Hamas Bukan Sumber Masalah

Figure
Organization