Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Sirah Nabawiyah / Onta Itu Mengadu Kepada Rasulullah

Onta Itu Mengadu Kepada Rasulullah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Suatu hari untuk suatu tujuan Rasulullah keluar rumah dengan menunggangi untanya. Abdullah bin Ja’far ikut membonceng di belakang. Ketika mereka sampai di pagar salah salah seorang kalangan Anshar, tiba-tiba terdengar lenguhan seekor unta.

Unta itu menjulurkan lehernya ke arah Rasulullah saw. Ia merintih. Air matanya jatuh berderai. Rasulullah saw. mendatanginya. Beliau mengusap belakang telinga unta itu. Unta itu pun tenang. Diam.

Kemudian dengan wajah penuh kemarahan, Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah pemilik unta ini, siapakah pemilik unta ini?”

Pemiliknya pun bergegas datang. Ternyata, ia seorang pemuda Anshar.

“Itu adalah milikku, ya Rasulullah,” katanya.

Rasulullah saw. berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah karena unta yang Allah peruntukkan kepadamu ini? Ketahuilah, ia telah mengadukan nasibnya kepadaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan dan kelelahan.”

Subhanallah! Unta itu ternyata mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa tuannya tidak memberinya makan yang cukup sementara tenaganya diperas habis dengan pekerjaan yang sangat berat. Kisah ini bersumber dari hadits nomor 2186 yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Jihad.

Bagaimana jika yang mengadu adalah seorang pekerja yang gajinya tidak dibayar sehingga tidak bisa membeli makanan untuk keluarganya, sementara tenaganya sudah habis dipakai oleh orang yang mempekerjakannya? Pasti Rasulullah saw. lebih murka lagi.

Di kali yang lain, Abdullah bin Umar menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang wanita disiksa karena menahan seekor kucing sehingga membuatnya mati kelaparan, wanita itupun masuk neraka.” Kemudian Allah berfirman –Allah Mahatahu—kepadanya, “Kamu tidak memberinya makan, tidak juga memberinya minum saat ia kamu pelihara; juga engkau tidak membiarkannya pergi agar ia dapat mencari makanan sendiri dari bumi ini.” (HR. Bukhari, kitab Masafah, hadits nomor 2192).

Yang ini cerita Amir Ar-Raam. Ia dan beberapa sahabat sedang bersama Rasulullah saw. “Tiba-tiba seorang lelaki mendatangi kami,” kata Amir Ar-Raam. Lelaki itu dengan kain di atas kepadanya dan di tangannya terdapat sesuatu yang ia genggam.

Lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, saya segera mendatangimu saat melihatmu. Ketika berjalan di bawah pepohonan yang rimbun, saya mendengar kicauan anak burung, saya segera mengambilnya dan meletakkannya di dalam pakaianku. Tiba-tiba induknya datang dan segera terbang berputar di atas kepalaku. Saya lalu menyingkap kain yang menutupi anak-anak burung itu, induknya segera mendatangi anak-anaknya di dalam pakaianku, sehingga mereka sekarang ada bersamaku.”

Rasulullah saw. berkata kepada lekaki itu, “Letakkan mereka.”

Kemudian anak-anak burung itu diletakan. Namun, induknya enggan meninggalkan anak-anaknya dan tetap menemani mereka.

“Apakah kalian heran menyaksikan kasih sayang induk burung itu terhadap anak-anaknya?” tanya Rasulullah saw. kepada para sahabat yang ada waktu itu.

“Benar, ya Rasulullah,” jawab para sahabat.

“Ketahuilah,” kata Rasulullah saw. “Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya melebihi induk burung itu kepada anak-anaknya.”

“Kembalikanlah burung-burung itu ke tempat di mana engkau menemukannya, bersama dengan induknya,” perintah Rasulullah. Lelaki yang menemukan burung itupun segera mengembalikan burung-burung itu ke tempat semula.

Begitulah Akhlak terhadap hewan yang diajarkan Rasulullah saw. Bahkan, membunuh hewan tanpa alasan yang hak, Rasulullah menggolongkan suatu kezhaliman. Kabar ini datang dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung tanpa hak, niscaya Allah akan menanyakannya pada hari Kiamat.”

Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hak burung tersebut?”

Beliau menjawab, “Menyembelihnya, dan tidak mengambil lehernya lalu mematahkannya.” (HR. Ahmad, hadits nomor 6264)

Jika kepada hewan saja kita memenuhi hak-haknya, apalagi kepada manusia. Adakah hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan?

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (107 votes, average: 9.33 out of 5)
Loading...

Tentang

Mochamad Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta, di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosah Islamiyah Al-Hikmah. Sempat belajar bahasa Arab selama musim panas di Universitas Ummul Qura', Mekkah, Arab Saudi. Bapak empat orang anak ini pernah menjadi redaktur Majalah Wanita UMMI sebelum menjadi jabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Politik dan Dakwah SAKSI. Ia juga ikut membidani penerbitan Tabloid Depok Post, Pasarmuslim Free Magazine, Buletin Nida'ul Anwar, dan Majalah Profetik. Jauh sebelumnya ketika masih duduk di bangku SMA, ia menjadi redaktur Buletin Al-Ikhwan. Bugi, yang ikut membidani lahirnya grup pecinta alam Gibraltar Outbound Adventure ini, ikut mengkonsep pendirian Majelis Pesantren dan Ma'had Dakwah Indonesia (MAPADI) dan tercatat sebagai salah seorang pengurus. Ia juga Sekretaris Yayasan Rumah Tafsir Al-Husna, yayasan yang dipimpin oleh Ustadz Amir Faishol Fath.

Lihat Juga

Persaudaraan yang Indah

Figure
Organization