Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Cahaya Islam yang Hilang ke Negeri Sakura

Cahaya Islam yang Hilang ke Negeri Sakura

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (superiorwallpapers.com)
Ilustrasi. (superiorwallpapers.com)

dakwatuna.com – Negeri dengan dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaannya. Iseng aku lihat di KBBI online tentang definisi dedikasi.

“Dedikasi/de·di·ka·si/ /dédikasi/ n pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia; pengabdian: untuk melaksanakan cita-cita yang luhur diperlukan keyakinan dan –;” (oleh KBBI).” Aku memang belum pernah ke Jepang tapi aku sering kali mendengar tentangnya. Ia negeri dengan pengorbanan tinggi terhadap hal-hal yang sudah menjadi tanggung jawabnya atau terhadap yang ingin dicapainya. Kerja keras mereka akan hal-hal besar yang telah menjadi citanya. Rasa tanggung jawabnya atas pilihan yang telah mereka ambil.

Aku pernah membaca jurnal saat mata kuliah komunikasi resolusi konflik atas bunuh diri seorang Jepang yang merasa lalai atas tanggung jawabnya hingga terjadi kecelakaan pesawat. Tentu ini tak patut dicontoh karena kita memiliki Allah Yang Maha Pengampun tapi masih patut dijadikan renungan. Bagaimana budaya tanggung jawab sudah menjadi darah daging di tubuh mereka. Sangat malu atas kelalaian dan ketidakmaksimalan kinerja atas hal yang sudah diambilnya. Selesaikanlah dengan baik apa yang sudah engkau mulai. Semoga kita senantiasa menjadi manusia muslim yang penuh akan dedikasi kebermanfaatan yang tinggi.

Suatu hari aku diceritakan inspirasi dari negeri Jepang oleh temanku ketika ia exchange. Sangat menginspirasi ketika melihat totalitas kerja yang dilakukan orang Jepang. Pelayanannya yang maksimal dengan orang yang baru ia dikenal. Ketika temanku meminta tolong ditunjukkan jalan dan pelayanan terbaik oleh orang asing di sana pun dirasakan menyentuh hati padahal ia bukanlah muslim. Ia pun sungguh terharu. Aku takkan cerita lengkap namun cukup mengena dalam hatiku tentang totalitas dan pelayanan terbaik seperti yang dikisahkan. Di satu sisi sangat miris dengan kondisi budaya yang ada di Indonesia ketika melakukan pelayanan kepada orang lain maupun dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelayanan dan kerja yang ogah-ogahan menjadi hal yang biasa di negeri ini. Padahal di sini mayoritas adalah beragama Islam namun kehilangan cahaya Islam.

Hari ini kaum muslimin kehilangannya. Cahaya yang telah terbang menghilang ke negeri tak banyak pengagungan terhadap Allah. Banyak dari ia yang rajin ibadah namun muamalahnya tak mencerminkan Islam. Banyak yang muamalahnya Islami namun lalai terhadap kewajiban ibadahnya. Dikotomi bahwa muamalah (profesional, hubungan terbaik kepada manusia) bukanlah bagian dari ibadah merenggut pikiran sekuler masyarakat. Mari kita ambil hikmah dari mana pun ia berada. Mari kita ambil kalimat indah ini “Hikmah adalah harta orang mukmin yang hilang. Di mana saja menemukannya, dia lebih berhak untuk mengambilnya” (Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah). (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

-Biro Khusus Kaderisasi Jama'ah Shalahuddin UGM 1437 H -Manajer Hayaku Steamboat and Yakiniku Yogyakarta

Lihat Juga

Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi, Emir Qatar Lakukan Tur Asia

Figure
Organization