Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Jayapura, Kota Tempat Sujud Dimulakan

Jayapura, Kota Tempat Sujud Dimulakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Sunardi)
Ilustrasi. (Sunardi)

dakwatuna.com – Jayapura ke kota Mekah terbentang jarak 11.030 km atau 6.854 miles. Jayapura berada pada koordinat 2° 32’ LS dan 140° 42’ BT, sementara Mekah terletak pada 21° 26’ LU dan 39° 46’ BT. Terhadap Jakarta, misalnya, Jayapura terpisah  jarak sejauh 3.775 km atau 2.345 miles. Jayapura ke Makassar sejauh 2.375 km atau 1.476 miles (Distancecalculatornet). Jayapura terletak di sebelah timur dari kota-kota tersebut, sehingga Jayapura merupakan kota yang pertama kali mengalami matahari terbit dibandingkan kota-kota yang lain itu.

Kota Jayapura berada pada zona waktu GMT+9, sementara Mekah pada Zona Waktu GMT+3, Jakarta pada GMT+7 dan Makassar pada GMT+8. Artinya, jika di Jayapura pukul 04.15 subuh hari Senin, di Mekah masih pukul 22.15 hari Ahad, di Jakarta pukul 02.15, dan di Makassar pukul 03.15. Di Jayapura orang sudah bergerak untuk shalat Subuh, di Mekah orang belum bangun, bahkan baru berangkat tidur. Demikian juga di Jakarta dan di Makassar, orang mungkin masih terlelap dalam tidurnya atau mungkin sedang menjalankan shalat malamnya.

Allah takdirkan bahwa mentari menyapa lebih dahulu Kota Jayapura baru kota-kota lainnya. Hal ini bermakna bahwa penduduk di Jayapura termasuk orang-orang yang pertama kali bersujud kepada Allah baik dalam shalat malamnya, shalat subuhnya, shalat dhuhanya, shalat zhuhurnya, shalat isya-nya daripada di kota-kota lainnya di muka bumi. Dzikir pagi dan petang yang dilakukan penduduk di Jayapura adalah dzikir terawal dibandingkan kota-kota lainnya di dunia. Jam masuk kerja di kota Jayapura lebih awal daripada lainnya.

Demikianlah Allah izinkan penduduk di kota yang jumlah muslimnya masih dianggap minoritas ini untuk lebih dahulu berasyik-masyuk beribadah kepada-Nya. Allah izinkan mereka untuk mengabdi lebih dahulu daripada belahan bumi lain yang mungkin penduduk muslimnya lebih mayoritas dari padanya. Tentu ini bagian dari kelebihan yang Allah anugerahkan bagi orang-orang beriman yang mendiami kota paling timur Indonesia ini. Meski mereka minoritas dari segi kuantitas, Allah ingin mereka menjadi yang pertama menunjukkan ketundukannya kepada-Nya. Meski mereka minoritas dari segi kuantitas, sangat mungkin Allah inginkan mereka lebih dari segi kualitas.

Tentu kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa penduduk muslim Jayapura harus lebih bekerja keras mengejar ketertinggalan penyebaran cahaya Islam dibandingkan kota-kota lainnya… Sebab mereka diberikan kesempatan lebih awal menjalani hari. Tentu orang-orang beriman di kota ini diminta lebih inovatif dan kreatif dalam menampilkan dakwah… Sebab mereka bisa lebih awal diberikan kesempatan memikirkan hal itu. Mereka terus diminta untuk memikirkan bagaimana caranya agar cahaya hidayah Islam bisa menyapa sebanyak-banyaknya saudaranya.

Hal ini menjadi bagian terpenting yang harus diperhatikan penduduk yang disapa mentari lebih dahulu. Mengingat dari segi dakwah Islam memang kota ini masih tertinggal jauh dari kota-kota di sebelah baratnya. Meskipun secara sejarah, Islam telah masuk di kota ini pada masa Kesultanan Ternate dan Tidore, jauh sebelum Belanda masuk membawa ajaran agama Kristen.

Tercatat pada tahun 1867, secara khusus kesultanan Tidore mengutus Habib Muhammad Asghar atau Habib Muhammad Kecil untuk menyebarkan Islam di Jayapura. Habib Muhammad Asghar sebenarnya adalah ulama berasal dari Baghdad yang diutus oleh kesultanan Turki yang diminta kesediaannya untuk menyiarkan ajaran Islam di Jayapura oleh kesultanan Tidore. Pada tahun tersebut, beliau dan sejumlah muridnya masuk ke Jayapura, setelah berada di Tidore selama kurang lebih setahun. Habib Muhammad Kecil membangun madrasah dan mushalla pertama di kota Jayapura dengan murid-murid berasal dari Jayapura, Sarmi dan bahkan dari Serui.

Hingga kini, sejumlah nama tempat yang bernuansa Arab-Islam masih menghiasi Kota Jayapura yang diyakini sebagai hasil akulturasi Islam dengan budaya setempat. Sejumlah nama tersebut, misalnya, Nafri, Hamadi, Tobati, dan Gurabesi. Kata Nafri diduga berasal dari kata Arab ‘nafiri’ yang artinya seruling. Kebenaran kata itu pun terkonfirmasi, bahwa berkembang suatu cerita di masyarakat lokal yang menyebutkan konon di daerah tersebut ada sebuah seruling sakti yang dimiliki oleh seorang warga yang dapat digunakan mengalahkan kejahatan di sana. Demikian juga dengan nama Gurabesi yang terambil dari nama penguasa Kepulauan Raja Ampat, salah seorang panglima Sultan Tidore abad XV.

Dakwah di kota yang penduduknya paling awal bersujud ini mengalami kemunduran dengan meninggalnya Habib Muhammad Asghar pada tahun 1908. Habib Muhammad Asghar dimakamkan di belakang eks Kantor Asuransi di APO, Jayapura.

Saat ini, situs makam Habib Muhammad Asghar atau Habib Muhammad Kecil merupakan salah satu peninggalan penting di Kota Jayapura. Di situs makam ini bisa dijumpai makam beliau dan beberapa makam lainnya tanpa nama, yang dipercaya sebagai keluarga dan pengikut Habib Muhammad Asghar.

Sepeninggal Habib Muhammad Asghar dan seiring masuknya Belanda ke Jayapura pada tahun 1908, murid-murid Habib tak lagi leluasa mengembangkan dakwah. Berbagai aktivitas mereka dilarang. Bahkan, madrasah yang mereka dirikan ditutup dan dibakar pada 1910.

Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya menempatkan petugas bernama P Windhowerdi Pulau Mettu Debbi, sebuah pulau kecil di Teluk Youtefa pada tahun 1908. Pada tahun 1910, pos tersebut dipindahkan ke area muara kali Numbay, sebuah kali kecil yang bermuara di Teluk Yos Sudarso oleh Kapten Infantri FJP Sachse. Area muara kali Numbay ini diberi nama Hollandia dalam sebuah upacara resmi tanggal 7 Maret 1910.  Tanggal inilah yang dianggap sebagai hari lahir Kota Jayapura.

Nama Hollandia itu sendiri menurut Sachce berasal dari dua kata yaitu “holl” yang berarti lengkung atau teluk  dan “land” artinya tanah. Sehingga Hollandia artinya tanah yang melengkung atau tempat berteluk. Nama Hollandia bertahan hingga tahun 1962 seiring dengan diturunkannya bendera Kerajaan Belanda pada 31 Desember 1962.

Setelah Papua (Irian Jaya) secara definitif kembali ke pangkuan Indonesia pada 1 Mei 1963, nama Hollandia diganti menjadi Kota Baru (tahun 1963-1969), kemudian berganti nama menjadi Soekarnopura (tahun 1969-1975), dan Jayapura (tahun 1975-sekarang). Dengan demikian sebelum menjadi Jayapura, tersebut sudah empat kali mengalami perubahan nama.

Dakwah di kota terawal manusia bersujud setiap harinya ini mengalami kemunduran selama pemerintahan Belanda berkuasa, antara 1910 hingga 1963. Kembalinya Papua (Irian Jaya) ke pangkuan NKRI pada 1963, menjadikan dakwah kembali bersemi dengan mulai berdatangannya para dai baik dari tanah Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Maluku.

Di kota yang penduduknya terawal bersujud setiap harinya ini, Allah menginginkan penduduknya terus bekerja keras mengejar ketertinggalan penyebaran cahaya Islam dibandingkan kota-kota lainnya… Sebab mereka diberikan kesempatan lebih awal menjalani hari. Tentu orang-orang beriman di kota ini diminta lebih inovatif dan kreatif dalam menampilkan dakwah… Sebab mereka bisa lebih awal diberikan kesempatan memikirkan hal itu. Mereka terus diminta untuk memikirkan bagaimana caranya agar cahaya hidayah Islam bisa menyapa sebanyak-banyaknya saudaranya. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang guru Fisika di Madrasah Aliyah Darud Da�wah wal Irsyad (DDI) Jayapura, Papua. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Program Studi Fisika dari Universitas Cenderawasih tahun 2004, dan pasca sarjana di bidang yang sama dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2011. Dalam bidang tulis menulis, Sunardi pernah menyabet juara pertama Lomba Penulisan Essay untuk Guru Tingkat Nasional pada tahun 2007 yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Maskapai Lion Air. Tulisannya saat itu yang berjudul �Menyongsong Fajar Baru Pendidikan di Papua� yang dilengkapi dengan data-data akurat dan dengan gaya bahasa penulisan �semi sastra� telah menambat hati Taufik Ismail sebagai salah satu juri lomba untuk memberikan nilai tertinggi. Sunardi menikah dengan Husnul Khotimah dan dikaruniani seorang putri bernama Billahi Tahya Haniiah (5 tahun).

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization