Topic
Home / Berita / Opini / Berhenti Mencerca, Saatnya Selamatkan Bangsa

Berhenti Mencerca, Saatnya Selamatkan Bangsa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi.  (harnas.co)
Ilustrasi. (harnas.co)

dakwatuna.com – “Ya Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Pemimpin, bangsa dan negara kami tengah Engkau uji sekarang ini. Tolonglah kami.

Ya Allah, beri pencerahan batin & kekuatan akal sehat kepada para elite & pemimpin bangsa, agar dapat mengambil pilihan yang tepat & bijak.

Ya Allah, kami malu mengatakan, di balik prahara ini, ternyata banyak kisah & drama yang berkaitan dengan nafsu untuk meraih kekuasaan.

Tak semua cerita di balik layar itu kami ketahui. Tetapi Engkau Maha Tahu. Karenanya, setelah Kau berikan pelajaran, tolonglah kami.”

(Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia ke-6)

Memang nyata adanya, Ibu pertiwi sedang bersusah hati. Kekalutan datang menimpa negeri ini bertubi-tubi, tidak mengenal waktu dan juga kondisi, jua tidak melihat strata sosial. Semuanya kalut, semuanya terjebak, dan dipermainkan kekisruhan.

Hati saya gerimis membaca doa tulus yang ditulis Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam akun twitternya, sengaja juga saya abadikan dalam bentuk desain sederhana hingga khalayak luas bisa menyebarkannya. Jika misalkan saya menjadi beliau, mungkin yang dirasa sekarang adalah kegelisahan dan kepasrahan. Karena orang-orang yang seharusnya menahkodai negeri ini menuju kejayaannya malah saling tikam, saling salah menyalahkan.

Naasnya, kekalutan ini menjadi lebih mendung dengan sikap rakyat yang saling salah-menyalahkan juga –mengikuti pemimpinnya- dan tidak memandang lebih peka apa yang sebenarnya terjadi. Negeri ini, dengan segala permasalahannya, hari-hari ini sedang menuju klimaks konflik yang menjadi-jadi. Bagaimana tidak? Dua Institusi hukum yang mestinya saling bela malah saling tikam. Ah sudahlah, televisi dalam hal ini sudah memberitakan detil setiap detik apa yang terjadi di panggung pariwara politik di sana.

Namun rakyat, kasihan. Imbasnya terkena pula.

Sudah kalut, mencerca malah dijadikan senjata. Aduh sudahlah, ingin kemana kereta bangsa ini melaju? Pasalnya, Para Masinis berebut kuasa, penumpangnya tak bisa beri jalan keluar jua mencela keadaan, sementara di depan rel sedang rusak, lalu beberapa jengkal di depannya jurang dalam sudah menganga siap melahap mereka.

Salah siapa?

Jangan lagi membahas salah siapa. Semua ini salah kita, salah rakyat yang mudah tergiur dengan uang, lalu memilih pemimpin yang salah. Salah Pemimpin, yang mudah terjebak dengan pariwara kekuasaan sehingga perkara kepemimpinan terbengkalai, pupus di tengah jalan, rapuh ditelan zaman.

Namun lebih dari itu, salah kita semua sebagai bangsa, adalah jauhnya kita dari Allah. Kita begitu sibuk mencela dan mencari kambing hitam, sementara untuk melangkah menuju kebaikan saja enggan. Kita sebagai bangsa begitu lelah mengajak kawan untuk mencari lawan. Yang menjadi lawan mencari kawan untuk melawan kawan. Bingung? Sebingung kereta bangsa ini yang ingin dibawa ke mana.

Di tengah kekalutan negeri ini, kewajiban kita sebagai rakyat bukan lagi untuk mencerca dan terus menyalahkan. Saatnya minta ampun pada Allah, dan menyadari bahwa bangsa ini telah begitu jauh dari-Nya.

Permasalahan negeri ini banyak, dan jiwa kita, jika diisi dengan keringkihan hanya akan menambah keruh suasana. Kekisruhan di negeri ini begitu ruwet, namun jiwa kita jika hanya berisi sumpah serapah dan ideologi mencari kembing hitam, malah akan menambah lubang di kapal besar ini, lalu tenggelamlah semua. Ketika kapal sudah terbelah malah menyalahkan lagi, terus saja menyalahkan sampai tenggelam!

Sudah saatnya kita memikirkan generasi bangsa kita di hari depan, kasihan mereka diberi makan umpatan pada pemimpin dan cercaan pada elit penguasa. Nabi Musa saja yang menghadapi Firaun sang Diktator lalim tak bertuhan, menggunakan kalimat yang halus dan baik. Kita? Menyalahkan lawan politik sudah seperti berhadapan dengan sesosok makhluk busuk yang berbau anyir. Astaghfirullah.

Maka kembali, negeri ini bukan didirikan untuk tujuan hidup setahun lamanya, ia dibangun dengan jerih payah pahlawan untuk hidup berwindu-windu lamanya, begitu ucap Pak Soekarno. Dengan fokus membina diri, keluarga dan masyarakat kembali pada Allah, selesailah masalah. Sepraktis itukah? Beginilah janji Allah, “Barang siapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan datangkan padanya jalan keluar, dan memberinya Rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,” begitu janji Allah.

Itu baru individu, bagaimana jika seluruh eleman bangsa bertakwa? Dan Allah tidak pernah ingkar janji-Nya!

Mari mengamini doa bapak SBY ini, semoga tercapailah kejayaan negeri kita hingga bergelar Baldatun Thayyibatun wa Robbun Ghafur…

“HambaMu memohon, tuntunlah para pemimpin kami agar mengutamakan kepentingan negara, bukan kepentingan pribadi masing-masing.

            Meskipun banyak yang berkuasa di negeri ini, tetapi Engkaulah yang Maha Kuasa. Bimbinglah agar kekuasaan mereka digunakan dengan benar.

            Dengan kekuasanMu pula ya Allah, semoga kemelut politik ini segera berakhir. Masih banyak tugas negara & pemimpin untuk rakyat Indonesia.”

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir | Alumni SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid Magelang | Alumni Ponpes Husnul Khotimah Kuningan

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization