Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dari Palmerah Sampai Palestina

Dari Palmerah Sampai Palestina

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (shoorabad.deviantart.com)
Ilustrasi. (shoorabad.deviantart.com)

dakwatuna.com – Bahwa Allah maha mendengar dan mengetahui segala isi hati adalah kebenaran yang tidak bisa ditolak. Jika kebenaran itu belum sampai kepadamu bukan berarti kau tak harus percaya, karena begitu banyak hal di dunia ini yang keberadaannya tidak perlu dibuktikan, layaknya keberadaan susu pada keju.

……

Malam itu benar-benar syahdu, betapa tidak, aku dan para penggerak lainnya berhimpun dalam rangka kecintaan kepada Nya, berusaha memperbaiki gerak pembaharuan kampus di sebuah pelosok desa dekat dengan curug. Parade wacana bertaburan semakin membuat hati gemetar dan mengharu biru karena tampuk besar pembaharuan salah satunya ada di pundakku yang memang tidak terlalu lebar.

Konsentrasiku agak terpecah ketika pesan singkat tampil dilayar HP-ku, bertuliskan “Hadir tatsqif rabu 29 juni 2011 tmpt @masjid At-taqwa kemanggisan, jam 8.30-12.00. tema : “membentuk keluarga Islami oleh Ust. Haryanto”.

Aku sempat terhenti sejenak dalam rangka menimbang putusan, sampai akhirnya kuputuskan untuk mengirim pesan balasan, “ ‘afwan jiddan pak, boleh ana izin tidak hadir agenda besok karena sedang ada agenda di luar kota?” ya, beginilah konsep keberjamaahan yang aku yakini dan amalkan, teratur dalam mekanisme yang indah.

Tak lama berselang, pesan singkatpun tampil kembali dan berbunyi “jika memungkinkan antm datang akhi… antum paling mengetahui mana yang lebih prioritas..” aku paham betul maksud pesan singkat tersebut, karena ini bukan kali pertama mendapat pesan bernada seperti tadi.

Anganku melayang kepada penggalan episode hidup sebelumnya,  teringat ketika beberapa bulan yang silam aku dan kawanku melintas pada sebuah jalan di Gunung Geulis, kala itu hujan rintik-rintik mengiringi laju kami,Si Jagur (motor Honda GL-100 ku) yang memang sudah tua terlihat agak kikuk ketika harus menaklukkan turunan curam dan tanjakan tajam gunung tersebut. Suasana begitu hening, namun cukup asri dan jauh sangat asri jika dibandingkan dengan Jakarta, di kanan dan kiri jalan terlihat beberapa pohon mati yang tak berdaun, rumput tebal tertata rapi laiknya permadani hijau, hamparan bukit Golf begitu menyejukkan mata.

Canda dan kelakar bertebaran terbawa udara sejuk sore itu, Adi salah satu kawanku yang memang mengenal betul gaya candaku tak pernah habis ide untuk menimpali lelucon yang kulemparkan. Sampai pada tikungan tajam dan menurun tiba-tiba tawa kami terhenti dan berubah menjadi ketegangan, karena tanpa kusadari turunan begitu tajam berpadu dengan licinnya jalan dan semakin berkurangnya koefisien gesek antara ban motorku dengan aspal, kulepas kopling di tangan kiriku dan ternyata kondisi semakin mencekam karena sontak Jagur terpleset, beruntung aku masih stabil dan tidak terjatuh, hal ini terjadi karena laju motor yang begitu cepat tiba-tiba tertahan dengan spontan ketika kulepas kopling yang ternyata kala itu sedang berada pada posisi gigi 1. Aku semakin panik karena jalan telah masuk pada bagian aspal kasar, sementara tikungan tajam menurun nan tajam belum berakhir, kulayangkan pandangku kedepan, yang terlihat hanya garis presfektif tikungan tajam dan menurun.

Untuk kedua kalinya Jagur Slip dan terpleset, namun aku masih mampu bertahan, sampai akhirnya kuputuskan untuk menerobos bahu jalan di sebelah kiri, jagur pun merangsek masuk ke daerah rerumputan hijau yang begitu mirip seperti permadani, namun lajunya tidak kunjung berkurang bahkan semakin tak terkendali sampai akhirnya kuputuskan untuk membenturkan jagur dengan sebuah pohon mati yang tak berdaun itu guna menahan laju tersebut. Efeknya adalah aku terpental dan terseret kurang lebih sejauh 3 meter, kawanku Adi terlempar melewati kepalaku mirip orang yang sedang lompat indah, Ia terlempar melebihiku. Layaknya seorang pemain sepakbola yang merayakan Golnya, begitulah kami terpental dan bergesekan dengan rumput. Kawanku fadli dan arif yang berada di depan kami  terdiam melihat kami terpental dan terseret, tapi anehnya setelah itu mereka bersorak “weeeee.. keren-keren, antum tadi jatuhnya keren banget”.

Mereka menghampiri kami yang masih shock akibat peristiwa tadi, akupun masih belum mau terbangun, masih menikmati wangi rerumputan yang pas berada di hidungku seraya bersyukur kepada Allah karena yang kucium adalah rumput dan bukan Aspal kasar. Kuhampiri kawanku Adi, dan Alhamdulillah beliaupun tidak apa-apa, anehnya kami masih sempat tertawa setelah bangun dari jatuh, padahal maut begitu dekat beberapa detik tadi, tapi ini adalah proses Trauma Healing yang paling efektif.

Setelah itu kuperiksa Jagur, Astaghfirullah, jagur benar-benar berubah bentuk, frame lampu depan meliuk-liuk layaknya gelombang, tuas persenelingpun bengkok ke arah dalam, pelindung ban depanku yang terbuat dari besi pun terlihat seperti dodol lembek yang telah dipelintir. Kubangunkan jagur dan kuberi sedikit treatment agar bisa kembali melanjutkan perjalanan. Perseneling yang bengkok kutarik agar bisa kembali ketempat semula, Stang yang berubah arah kuluruskan kembali. Bismillah kupaksakan untuk melangkah agar tidak terlalu terlambat sampai di Jakarta dan agar tidak terperangkap gelap maghrib di gunung Geulis.

Hal selanjutnya yang kulakukan adalah memberi kabar ke Jakarta bahwa aku mohon izin telat. “ ’afwan pak, mohon izin datang telat pada halaqoh malam ini karena baru saja habis kecelakaan kecil tapi Insya Allah masih bisa berangkat”.

Tak lama berselang sampai balasan berbunyi “thoyyib, Ana tunggu antm akhi”. Terdengar dingin dan tanpa ekspresi. Pikirku akan ada kalimat empati tambahan ketika mendengar kabar kecelakaan kecil tersebut. Namun setidaknya aku memahami sisi lain dari kalimat tersebut. Seolah beliau ingin berkata “ selagi antum masih mampu berangkat, maka berangkatlah”.

Aku sangat memahami pola pendidikan seperti ini, karena anak elang memang harus dididik oleh pola didik elang dan tidak bisa dididik dengan gaya didik bebek, jika tidak ia akan menjadi BELANG.

…………………………………

Akhirnya semakin kupahami pola didik yang beliau tanamkan. Dengan kuat hati kuazamkan tekad setelah subuh akan berangkat ke jakarta menghadiri Tatsqif tersebut. Subuh yang mulai pun tiba, setelah menghabiskan malam dalam berkholwat dengan Nya, akupun berangkat menuju jakarta bersama temanku. Berbekal pinjaman motor dari kawanku, kuterobos pekat subuh dan dinginnya alam Cilember.  Jauh berbeda dengan jagur, motor kawanku jauh lebih muda dan segar, lajunya benar-benar mantap.

Jalan raya puncak terlihat begitu lengang, tidak seperti biasanya, mungkin karena ini masih awal sebuah hari, beberapa jam lagi bisa kupastikan jalan ini sudah mulai ramai dengan bising klakson, antrian bus pariwisata, liuk genit angkot bogor dan gerak atraktif motor-motor.

Tiba saatnya di persimpangan Gadog, anganku berkecamuk, apakah aku akan melewati gn. Geulis atau lewat Ciawi. Masih terngiang dalam ingatanku peristiwa yang terjadi bersama jagur. Bismillah, akhirnya kuarahkan kemudiku untuk belok kanan di sebuah persimpangan tepat di depan sebuah posko sebuah partai lengkap dengan logo Banteng dan warna merahnya yang khas.

Hingga akhirnya tiba di suatu titik yang benar-benar membawa anganku benar-benar kembali kepada tragedi tersebut. Sebuah titik terkaparnya jagur, ingin rasanya kuturun dari motor dan menuntun motor tersebut, mungkin karena trauma itu masih terasa, tapi ternyata motor kawanku benar-benar tangguh untuk menaklukkan turunan curam tersebut.

Laju motorku benar-benar tak tertahan, tepat pukul 7.35 wib aku memarkir motor di halaman masjid At-taqwa kemanggisan. Ya, this is Jakarta. Sempat berdecak, karena kira-kira aku menghabiskan waktu 2 jam dari bogor menuju jakarta, biasanya bisa sampai 3,5 jam jika bersama Jagur. Masjid tampak lengang, hanya terlihat dua gerobak yang mangkal di depan halaman parkir, mereka adalah penjual ketupat sayur dan penjual ketoprak yang terlihat sedang memindahkan barang dagangan dari motornya.

Perjalanan menerobos gelap dan dinginnya alam cilember membuatku cukup lapar, akhirnya kuputuskan untuk sarapan ketupat sayur ala betawi pagi itu. Setelah itu kuputuskan untuk menumpang bersih-bersih di kamar mandi masjid.

Tak lama berselang panitia tatsqif pun datang dan mulai mempersiapkan perlengakapan. Terlihat layar LCD dan susunan sound  yang sudah tertata rapih seraya suara check sound guna memastikan pengeras suara siap dipakai.

Tepat jam 9.10 WIB agenda dibuka dan dimulai. Sang Ustadz memulai bahasannya dengan memaparkan isi dari perbincangan materi yang akan disampaikan. Pada awal pembahasan sang ustadz memaparkan terkait model keluarga Islam yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW, aku yang belum menikah hanya mampu tersenyum mendengarnya karena memang belum pernah berada pada kondisi real. Jujur, ini adalah pengetahuan baru dan kuanggap sebagai investasi dimasa mendatang.

HP ku pun bergetar, terlihat 1 pesan singkat masuk dan berbunyi “Akhi, ana tunggu di depan pintu masjid”. Ternyata beliau adalah sang Murobbi.

Beliau menyambutku dengan senyum yang begitu damai, dan berkata “antum jadi datang ternyata

“Iya pak, Alhamdulillah ana berkesempatan hadir tatsqif pagi ini pak”. “ ‘afwan, ada apa pak?” tanyaku kepada beliau.

antum ke JCC Senayan ya sekarang”.  “Ada undangan untuk hadir agenda di sana, ana tidak bisa hadir, jadi tolong antum yang gantikan”.

“agenda apa pak?” tanyaku

“agenda konferensi asia-pasifik untuk Palestina”. Jawab beliau singkat.

“Allahu akbar”.. aku membatin. Terselip senyum gembira di wajahku. Beberapa hari lalu aku berpikir dan bertanya-tanya, bagaimana caranya bisa hadir di forum yang luar biasa ini, karena di forum tersebut akan membahas terkait isu penting yaitu mendukung kedaulatan palestina di hadapan bangsa-bangsa. Tapi aku hanya bisa berharap karena memang merasa sangat jauh sekali bisa mengakses forum tersebut. Tapi bagi Allah tidak ada yang sulit, jika memang berkehendak maka sesuatu yang jauh akan terasa dekat dan sampai.

Dengan begitu semangat aku memenuhi instruksi tersebut. “ undangan nya mana pak?” tanyaku kepada beliau karena biasanya protokoler agenda resmi memang mewajibkan membawa undangan sebagai akses masuk.

antum berangkat aja, kalau nanti tidak diizinkan masuk, ana telpon panitia” jawab beliau dengan penuh yakin mengantar keberangkatanku.

Kuberanikan melangkah karena memang sudah tak sabar menginjakkan kaki pada forum dahsyat tahun ini. Kupacu sepeda motor kawanku secepat mungkin, hampir mirip dengan semangat seorang sahabat Rasulullah SAW yaitu Hanzhalah, yang rela meninggalkan Istrinya pada malam pertama untuk menuju peperangan. Tapi aku tidak seheroik itu, aku hanya meninggalkan kajian pernikahan dan menuju Jihad Fikriyah untuk Saudara muslim di Palestina.

Sesampainya di sana, aku merasa asing, karena memang JCC terlalu mewah untuk anak kampung seperti aku, yang tinggal di sebuah rumah kecil di palmerah, aku yakin tak mudah mencari alamat rumahku, karena setelah masuk gang harus masuk gang kecil lagi. Sampai-sampai aku berpikir, tukang pos yang masih baru pasti akan tersasar jika mencari rumahku.

Sesampainya di pintu masuk aku disambut olah keramahan seorang security yang menggenggam detector di tangan kanannya dan dengan penuh tanggungjawab memeriksa tasku.

Setelah itu, saatnya berhadapan dengan petugas registrasi. Terlihat beberapa petugas pria dan wanita yang berada posisi yang terpisah sedang sibuk menerima tamu. Lembaran daftar hadir peserta terlihat memenuhi meja registrasi lengkap dengan bundel berisi lembaran susunan acara.

Seorang petugas menyapaku dan bertanya ” maaf mas, undangan nya ada?”

Akupun grogi, karena sesuatu yang aku khawatirkan benar-benar terjadi, ya, surat undangan yang tadi pagi aku tanyakan kepada Murobbiku. Mencoba tenang akupun mulai mempraktekan skill diplomasiku, lalu kukatakan “maaf pak saya tidak membawa undangan tersebut, saya utusan seseorang” aku menyebutkan nama Institusi yang mewakili Murobbiku. Tak kuduga ternyata berhasil dan diberi izin masuk.

Detik-detik demi detik semakin kencang degup jantung berdetak, karena beberapa detik lagi sensasi baru akan aku rasakan. Benar saja, akhirnya aku masuk kedalam balai pertemuan, di podium terlihat Bapak Taufik Kiemas, Ketua MPR RI sedang memberikan pidatonya. Ruangan benar-benar megah dan memesona setiap mata yang memandang. Lampu kristal utama dengan cahaya keemasannya terlihat kokoh bergelantungan di tengah Ruangan, barisan kursi dan tata ruang yang rapih benar-banar menunjukkan kesungguhan forum tersebut.

Seorang petugas pun menghampiriku dan menunjukkan tempat duduk aku. Yang membuatku gugup adalah ternyata beliau terus mengarahkanku ke depan dan terus mengantarkanku depan sampai di kursi kosong di deretan kedua setelah deretetan VIP. Hati ini gemetar, karena ini tempat duduk yang menurutku tidak pantas untukku. Kulayangkan pandanganku ke sebelah kiri, mereka adalah para delegasi dari negara-negara asia, terlihat pria-pria tegap dan rupawan dengan jenggot yang tebal dan rapih terbujur dari jambang sampai dagu mereka. Ternyata ini adalah deretan delegasi asing dan hanya aku dan 2 kawanku yang berasal dari Indonesia ditambah dengan seorang panitia yang ada di kursi paling pojok kanan deretan tersebut.

Pada deretan pertama terlihat olehku Bapak Tifatul Sembiring, menkominfo RI. Bapak Suripto Ketua KNRP dan beberapa tamu dari luar negeri. Aku benar-benar terdiam, masih tak percaya dengan Takdir bahwa Allah menempatkanku di deretan ini, terlebih lagi yang membuatku agak panik adalah aku memakai sandal Gunung bercorak hitam abu-abu yang biasa aku pakai Tracking atau pergi ke kampus. Ahhhh, lengkap sudah gaya kampunganku. Walau begitu aku benar-benar bersyukur. What amazing forum! My Dream became True, This was Real, this was Asia-pasific Community Conference for Palestine.

Decak syukurku tak pernah berhenti selama sampai ruangan dan duduk di deratan tersebut, puncaknya adalah ketika Bapak Taufik Kiemas berkata “kami sebagai bangsa Indonesia mendukung pengakuan kedaulatan bangsa Palestina, khususnya adalah mendorong PBB september mendatang juga mengakui kedaulatan Palestina”

Seisi ruangan bergemuruh, kalimat tahmid, takbir dan Syukur mengudara menyambut hal tersebut. Karena ini menandakan usaha para ustadz-ustadz kami di senayan sana berhasil dalam rangka menggalang dukungan secara kelembagaan negara untuk mendukung kedaulatan Palestina, sebuah negeri mukmin yang kami cintai.

Setelah riuh ramai decak kagum dan applause tamu undangan. Pembawa acara mengumumkan terkait agenda foto bersama. Yang pertama maju adalah para hadirin di deretan pertama, nampak jelas Taufik Kiemas, Tifatul Sembiring dan delegasi negara asia dan pasifik di podium untuk foto bersama dan bergandengan tangan mengisyaratkan persatuan dalam menggalang dukungan untuk muslim palestina. Tiba saatnya untuk dertan kedua, saat delegasi asing pada dertan kedua mulai bergerak maju ke podium aku memilih mundur ke deretan paling belakang untuk mengakhiri masa panikku.

Dari bangku deretan belakang kunikmati pembacaan puisi dari seorang Ibu yang tak asing bagiku, yaitu Ibu Helvi Tiana Rosa. Beliau adalah salah satu dosen kami di UNJ tepatnya di Jurusan Bahasa Indonesia. Puisi bertajuk kebiadaban Zionis Israel dan berjudul “Apakah belum sampai Kepadamu kabar tentang Maha Nazi?”. Ya, Maha Nazi, suatu kata yang tepat untuk zionis Israel. Tanpa sadarpun lelehan Air mata mulai membuncah hingga mengaburkan pandanganku, seraya kulantunkan sekali lagi harapanku, bahwa suatu hari aku berkeinginan menjadi salah satu wakil dari negeri ini yang berdiplomasi berhamburan wacana Advokasi atau berjuang berhamburan keringat dan darah dalam membela negeri muslim. Kuyakin Allah tidak tidur dan Maha mendengar bisikan hatiku, dan besar kemungkinan Allah menggerakkan Takdir untuk mengantarkanku kepada harapanku, sebagaimana hari ini Allah mengantarkanku ke Forum ini. Insya Allah…..

 

29 Juni 2011

Asia-pasific Community Conference for palestine

JCC, Senayan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Front Aktivis Rawamangun

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization