Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Api Tauhid

Api Tauhid

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cover buku "Api Tauhid". (Twitter)
Cover buku “Api Tauhid”. (Twitter)

Judul: Api Tauhid
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika
Cetakan: November 2014 (Cetakan I)
Tebal: xxxvi + 574 hal
ISBN: 978-602-8997-95-9

 

dakwatuna.com – Buku ini menjadi semangat baru untuk para muslim. Hasil analisis saya Kang Abik tentunya melakukan riset yang lama bahkan mengelilingi Turki. Karena karya terbaru beliau mampu mengajak ke luar negeri di negara yang menjadi saksi peradaban Islam walaupun raga yang masih duduk setia membuka lembaran demi lembaran Api Tauhid. Kang Abik berhasil membuatnya terasa nyata dan tanpa ada rasa jenuh dalam membuka setiap halaman. Nafas-nafas patriotisme, ketajaman analisis pemikiran, kecerdasan menghapal puluhan kitab, semangat menuntut ilmu, memberontak kekejaman para penjajah dan masih banyak hal yang didapat dari seorang ulama Baiduzzaman Said Nursi.

574 halaman ini menceritakan bagaimana biografi seorang Siad Nursi yang terlahir dari rahim Neraya dan sufi Mirza. Tentunya tidak hanya mengkisahkan sebelum Said Nursi terlahir, perjalanan semasa kecil menuntut ilmu, remaja dan dewasanya yang setia bersahabat dan menyebarkan ilmu ke seluruh penjuru daerah yang beliau tapaki juga heroiknya mempertahankan Islam agar terus berjaya. Kang Abikpun mampu menggambarkan kegetiran bagaimana perjuangan Islam beratus tahun lamanya berdiri kemudian hancur direbut oleh tangan-tangan dzalim. Di dunia ini ada beberapa orang ada yang tidak suka sejarah sayapun termasuk dalam daftar. Namun keterampilan Kang Abik dalam menguraikan kata, menceritakan kejadian menjadikan saya larut seolah berada di zaman itu.

“Baik saya lanjutkan. Pada oktober 1923. Majelis Agung Nasional mendeklarasikan Republik Turki dan Mustafa Kemal dipilih menjadi presiden pertamanya. Dan pada 3 Maret 1924, Majelis Agung Nasional, mengeluarkan undang-undang yang isinya menghapus kekhilafahan, dan memutus segala hubungan antara Republik khalifah, dan seluruh keluarganya diusir Turki. Dihapusnya khilafah ini menjadi tragedi dalam sejarah umat Islam”

Semua menyimak dengan saksama.

“Dan musibah demi musibah terus terjadi. Pada 16 Maret 1924, Majelis Agung Nasional mengeluarkan Undang-undang Penyatuan Pendidikan, yaitu UU Nomor 430 atau pada Maret 1340, sebagaimana penanggalan Rumi yang biasa dipakai oleh Kekhalifahan Turki Utsmani. Dengan UU itu, maka pendidikan agama dihapus, semua madrasah agama dilebur jadi satu ke dalam kementrian pendidikan umum. Madrasah Alquran dan Madrasah Agama dihapus”

Salah satu penyampaian yang disampaikan Hamza. Sejarah didapatkan salah satunya dengan setiap percakapan yang disampaikan oleh Bilal, Hamza. Pembaca tentu akan larut seakan sedang mengobrol langsung dengan Fahmil, Hamza, Bilal, Subki, Aysel dan Emel.

“Siapa yang mengenal dan menaatai Allah, maka ia akan bahagia walaupun berada di dalam penjara yang gelap gulita. Dan siapa yang lalai melupakan Allah, ia akan sengsara walaupun berada di istana yang megah mempesona” (Baiduzzaman Said Nursi)

Fahmi pemuda Indonesia melakukan perjalanan ke Turki bukan sebagai pelampiasan dari masalahnya, melakukan nikah sirih dengan gadis manis Kyai di deaerahnya dan kemudian oleh Kyai disuruh menceraikannya ataupun permasalahan proposal tesisnya di salah satu professor universitas di Madinah. Begitupun dengan Aysel penerbangan dari London menuju Turki bukan hanya sebagai pelarian dari mantan pacarnya yang kejam, Carlos. Semua perjalanan yang dilakukan untuk mengenal islam lebih jauh, dekat dengan Sang Kuasa. Merekapun mencontoh dari kepribadian Said Nursi yang agung kemudian menerapkannya dalam menyikapi masalah pelik yang sedang dihadapi.

Di buku ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya narasi bagaimana perlakuan hubungan suami dan istri di halaman 58 dan 561. Ada tambahan berupa informasi novel dewasa bisa menjadi solusi. Kemudian di halaman 266 ada kalimat Darah itu bercampur darah. Kejadian yang dialami oleh Kyai Arselan yaitu sedang mengalami batuk yang luar biasa tidak tertahankan olehnya. Mungkin yang dimaksud adalah ludah bercampur darah.

Akhirnya membaca karya novel sejarah Kang Abik ini adalah penting. Tidak terbatas untuk mereka yang menyukai sejarah ataupun tidak. Selain mendapatkan keseruan perjalanan yang dilakukan oleh enam pemuda itu, masih banyak hal yang didapatkan menjadikan lebih semangat untuk menggelorakan Islam dan memperbaiki diri. Selamat membaca, mengarungi hikmah. Semoga kita terinspirasi untuk menjadi pribadi yang menebarkan manfaat.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang pembelajar yang mencintai kesederhanaan mencoba menyelami sastra, aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, dan keluarga Rumah Dunia.

Lihat Juga

Indonesia Dalam Cengkraman Komersialisasi Sumber Daya Alam

Figure
Organization