Topic
Home / Berita / Opini / Saudaraku atau Musuhku?

Saudaraku atau Musuhku?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Aptika Oktaviana T.D)

dakwatuna.com – Untuk kesekian kalinya umat Islam diuji dengan kondisi yang memicu kontroversi… Untuk kesekian kalinya pula umat ini belum bisa satu suara, satu pemikiran dan satu gerakan. Miris. Mulai dari masalah artis pornografi, Rohis vs teroris, hingga kini masalah film yang menghina nabi kita tercinta, Muhammad salallahu’alaihi wassalam. Masalah yang datang beruntun, terus dan terus menguji kesatuan dan aqidah kaum muslim di Indonesia.

Ya, bukan perang fisik yang menjadi akibatnya, namun lebih mendasar. Perang pemikiran, perang keyakinan. Siapa yang berperang? Disadari atau tidak, justru antar sesama umat muslim itu sendiri. Mereka yang peduli, berbeda persepsi, saling mengomentari dan mempertahankan argumen pribadi. Yang bingung, jadi tidak peduli dan sibuk dengan urusan sendiri.

Kira-kira apa yang dirasakan Rasulullah melihat umatnya sekarang ini? Rasulullah yang pada saat detik terakhir sakaratul maut masih menyebutkan, “umatku… umatku…umatku…”, betapa sedih dan khawatirnya beliau meninggalkan umatnya. Mungkinkah beliau khawatir umatnya akan terpecah seperti sekarang ini?

Bukankah kita bersaudara? Bukan hanya ikatan darah, tapi lebih kuat dari itu. Ikatan Aqidah. Jangan biarkan isu-isu dan permasalahan seperti itu dengan mudahnya menghancurkan barisan kita yang telah dibangun oleh Rasulullah dan para sahabat dengan kokohnya. Tidak inginkah kita menjadi umat terbaik (khairu ummah)? Seperti firman Allah pada QS. Ali Imran 110:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik (Khoiru Ummah) yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”

Merekalah yang insya Allah akan berhasil mengubah yang jahiliyah menjadi berilmu, yang terpecah belah menjadi kesatuan yang kokoh, mengubah bangsa yang dinilai bodoh menjadi bangsa yang disegani dan memiliki izzah (kehormatan). Tidak inginkah kita menjadi bagian dari mereka saudaraku? Ataukah masih dengan angkuhnya menganggap kita yang paling benar dan saudara kita masih kurang ilmu? Segala yang haq (benar) itu hanyalah milik Allah azza wa jalla.

Islam adalah agama yang paling diridhai Allah, agama yang penuh kebaikan dan keindahan, namun tetap memperhatikan batas-batas syariat yang ada. Maka mari kita mencoba mencerminkannya pada diri kita. Kita ekspresikan cinta kepada Islam itu dengan sesuatu yang berefek kebaikan. Bukan lagi saatnya kita berdiam, apatis apalagi malu disebut anak Rohis. Ya, lakukan dengan cara yang baik dan cerdas.

Kapan kebenaran itu akan tegak dan terseru, jika setiap ada kebatilan kita hanya diam dan tidak peduli. Yang penulis, kita lahirkan tulisan yang menggetarkan hati kaum muslim untuk senantiasa introspeksi diri, bergerak dan bersatu. Yang pendidik, kita tanamkan nilai-nilai Islam ke peserta didik, tidak hanya kognitifnya yang maju tapi ternyata kosong hatinya. Yang pengusaha, kita buat peraturan berpakaian sopan dan shalat tepat waktu bagi karyawan. Yang hingga berprofesi sebagai apapun kita saat ini, maka mari senantiasa kita tegakkan kebenaran dan menebarkan kebaikan dengan cara yang ahsan (baik).

Ambil bagian sekarang atau esok kita benar-benar tidak akan mendapat bagian dari kenikmatan surga Allah. Hilangkan ego pribadi, ayo bangkit dan bersatu!

Wallahua’lam bis showab.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...
Lulusan FMIPA UNS jurusan kimia yang masih kurang akan ilmu.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization