Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ramadhan, Becoming a Great Family

Ramadhan, Becoming a Great Family

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ustz Yoyoh Yusroh beserta suami dan ketigabelas anaknya. (alegperempuanpks.com)

dakwatuna.com – Anak durhaka kepada orangtua, bukan istilah yang asing. Tapi orangtua durhaka? Mungkinkah ada? Nyatanya terkait urusan anak, orang tua pun bisa durhaka.

Menjadi orangtua yang shalih, Islam mengajarkan Qur`anic parenting dalam QS Luqman 12 -19. Bagaimana orangtua yang shalih mampu menduplikasi keshalihan kepada anak-anaknya. Jangan berharap anak menjadi shalih, dan berakhlak mulia kalau orangtua sendiri tidak shalih dan tidak berakhlak mulia.

Jika dilihat dari Asbabun nuzul QS Luqman, nama surat ini diambil dari nama “seorang yang biasa saja,” bukan nabi. Namun Allah berikan hikmah padanya. Luqman dengan keshalihannya sebagai seorang Ayah, mampu menjangkar hati anak-anaknya yang waktu itu masih kafir, hingga mau berpindah kepada agama tauhid. Dalam tutur kata yang lembut, berhikmah dan disampaikan berulang-ulang, bahasa cinta Luqman mampu masuk dan menghujam ke hati sang anak. Hingga Allah abadikan bahasa cinta Luqman untuk buah hatinya dalam firman-Nya.

Dari QS Luqman (31): 12 – 19, seharusnya para orangtua yang hidup di zaman sekarang mampu belajar bagaimana menjadi orangtua yang berbakti kepada anak. Ketika orangtua mampu memberikan bakti kepada anak, secara timbal balik, anak akan totally berbakti penuh kepada orangtua. Tak terbatas ruang dan waktu. Ia akan menjadi visi ukhrawi orangtua. Yang mampu mendirikan bangunan-bangunan surga untuk para orangtua.

Siapkah kita menjadi “Luqman-Luqman” di zaman modern yang memiliki hikmah dalam menjaring tangkar emosi anak? Mampukah kita mencetak anak-anak dengan aqidah yang kokoh?

Jangan berharap mampu menjadi orangtua shalihah, ketika sejak awal lebih mempercayakan pendidikan anak, pada tempat-tempat formal ataupun penitipan anak, dengan berbagai alasan: Agar luwes bersosialisasi, pintar, cerdas, mengasah kognitif anak, dll.

Kembali ke QS Luqman, “al usrah tarbiyatul aulad.” Rumah adalah sekolah awal anak-anak, di mana mereka belajar tentang Aqidah dari ibu dan ayah.

Kondisi Objektif

Setiap anak dilahirkan memiliki keunikan tersendiri. Meski dilahirkan dari rahim yang sama pun, tidak ada anak yang memiliki karakter sama 100%. Jangan pernah memberikan label buruk para anak, ketika Ia tidak sesuai dengan harapan kita. “Anak nakal, cerewet, cengeng…Dan lain sebagainya” Karena secara alam bawah sadar, anak yang diberi label negatif, akan memiliki kecenderungan ke arah label negatif tersebut.

Dan jangan pernah mencari pembenaran atas “dosa” diri dengan menyandingkan ayat-ayat Qur`an, seperti ini “Nabi Nuh juga anaknya ada yang durhaka…!” Pembenaran yang salah dalam mengkaji kesalahan diri dalam mendidik anak.

Mengenali hakikat karakter anak, perlu pula orangtua memahami bagaimana Allah SWT menjelaskan tentang kedudukan anak dalam firmannya.

  1. Anak sebagai perhiasan (QS 18:46)
  2. Anak permata hati (QS 25:74)
  3. Anak merupakan fitnah/ujian (QS 8:28)
  4. Anak sebagai musuh (QS 64:14)

Dengan mengetahui kedudukan anak di atas, para orangtua setidaknya wajib tahu bahwa perannya bukan sebatas sebagai orang yang dituakan. Tapi ia adalah seorang “utusan” yang memegang amanah penting, mencetak generasi tangguh.

Terpilih menjadi seorang “utusan” Allah, para orangtua seharusnya mampu mengubah musuh menjadi teman, ujian menjadi hiasan, permata hati menjadi penyejuk hati, dan perhiasan menjadi keindahan. Tidak hanya menginginkan anak shalih, tapi menjadikan lebih dahulu dirinya shalih.

Selain menjalankan peran sebagai “sang utusan”, orang tua pun harus mampu memegang peranan sebagai “salesman” dari setiap anak. Menggali potensi dan memikirkan agar anak-anak mampu memiliki “harga jual”.  Hingga mendapat pujian tidak hanya dari penduduk bumi, tapi juga penduduk langit.

Ketika orangtua telah memahami perannya sebagai “sang utusan” juga seorang “salesman”, Ia akan mengembangkan teknik pendekatan pada anak-anak dengan cara:

1. Memanggil bukan memanggul.

Seperti dalam QS Luqman, panggillah anak-anak dengan kata-kata lembut, seperti “Ya bunayya… Wahai anakku sayang…..”

Bukan kata-kata memberikan beban negatif. Mendidik anak adalah panggilan hati, bukan menjadi beban yang harus dipanggul.

2. Mengajak bukan mengejek.

Melakukan personal attending, mengundang anak pada saat yang tepat dengan ajakan berhikmah. Bukan mengejek ketidakmampuan anak hingga menekan perasaan.

3. Menyampaikan bukan menyimpulkan

Tugas orangtua sebagai sang utusan hanyalah menyampaikan kebenaran. Bukan menyimpulkan sendiri hasil yang telah ada dengan memberi label tidak baik pada anak “Ih dasar bodoh… dsb”

4. Mendidik bukan mendadak

Mencetak anak-anak shalih, pintar, cerdas perlu sebuah proses. Bukan mendadak seperti membalikkan telapak tangan. Jadikan diri sebagai mirroring yang mampu menjadi cermin bagi anak-anak. Menjadi contoh keteladanan keshalihan bagi anak.

5. Memuji bukan mencaci

Mengasuh anak adalah membentuk kebiasaan dan meninggalkan kenangan. Bila anak dibiasakan dengan penghargaan berupa pujian, mereka akan belajar menghargai. Sedang bila dibiasakan dengan mencaci, mereka akan belajar membenci.

Mari kita jadikan Ramadhan, sebagai momen bagi keluarga muslim di manapun juga agar terpacu membentuk “Becoming a Great Family”. Diawali dengan pemahaman bahwa orangtua adalah “sang utusan” dan “salesman”, Ia harus mampu mentransformasi indahnya shaum di bulan Ramadhan kepada anak-anak. Saling mempershalih diri antar ayah, ibu, putra, putri. Memperkuat jalinan ikatan keluarga dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan akan makna ibadah Ramadhan. Membuat program-program bersama antar orangtua dan anak, agar membuat Ramadhan lebih bermakna dan menyenangkan.

Ramadhan adalah masa upgrading “Becoming A Great Family” yang petunjuknya langsung datang dari Allah. Peningkatan ibadah orangtua, perlu diikuti dengan peningkatan ibadah anak. Keshalihan orangtua harus terpola pada keshalihan anak-anak. Bakti orangtua, akan menjadi cerminan bakti anak.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pengajar taman kanak-kanak dan guru bahasa Jepang di Sekolah Republik Indonesia Tokyo.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization