Topic
Home / Berita / Daerah / Sepuluh Tahun Tsunami: Kisah Intan yang Terpisah dari Ibunya

Sepuluh Tahun Tsunami: Kisah Intan yang Terpisah dari Ibunya

Intan Afriyati (kanan) dan Nazariyah (kiri) ditemui di rumah mereka di Desa Kadju, Aceh Besar (BBC)
Intan Afriyati (kanan) dan Nazariyah (kiri) ditemui di rumah mereka di Desa Kadju, Aceh Besar (BBC)

dakwatuna.com – Aceh. Hujan turun dengan deras saat saya berkunjung ke rumah Intan Afriyati di Desa Kadju, Aceh Besar. Di rumah bantuan tersebut, Intan, 19 tahun, tinggal berdua dengan ibunya, Nazariyah.

Saat gempa bumi mengguncang Banda Aceh pada 26 Desember 2004, Nazariyah sedang berada di rumah bersama ketiga anaknya, dua perempuan dan satu sulung lelaki.

“Sesudah gempa, bunga-bunga saya berantakan dan saya perbaiki bunga di halaman. Tiba-tiba saya dengar suara letusan tiga kali, saya pikir itu letusan Gunung Seulawah,” kata Nazariyah.

Ia kemudian mendengar suara gemuruh seperti angin besar dan ia melihat orang ramai berlari.

“Saya dengar orang teriak, ‘Air laut naik, lari!’ Saya pun kunci pintu dan saya suruh Intan sama Vera (kakak Intan) berlari terus,” kata Nazariyah.

Saat Nazariyah dan anak lelakinya, Imul, hendak menyelamatkan diri, adik kandung Nazariyah meminta Imul pulang ke rumah untuk mengambil jilbab.

Itulah terakhir kalinya Nazariyah melihat Imul.

“Saya terbawa air berpegangan pada pagar kayu, saya lihat di sekitar saya ada buaya, ular, anjing sampai saya berpegangan ke pohon kelapa dan minta pertolongan tapi orang-orang yang melewati saya bilang, ‘Usaha sendiri bu’,” kata Nazariyah.

Ia mengaku saat itu yang ia pikirkan hanya keselamatan diri sendiri.

“Saya ga peduli lagi, udah sendiri-sendiri saat itu. Saat air surut, saya lihat ada bapak-bapak minta tolong telapak kakinya luka, saya bilang, ‘Maaf saya bukan istri bapak, saya ga wajib menolong bapak,” tambahnya.

Kisah Intan

Sementara itu, Intan dan kakaknya, Vera, sudah berlari lebih dahulu dengan terus menengok ke belakang mencari ibu mereka.

“Waktu air sudah sampai ke kaki, kami terpisah. Intan terbawa air. Tapi waktu Intan minta tolong ke anak lelaki dewasa, dia bilang, ‘Kamu bukan adik saya, jadi kamu-kamu, saya-saya’,” kata Intan.

Ia kemudian ditolong oleh seorang pria yang membawanya ke air dangkal. Kemudian dia bertemu dengan seorang lelaki yang membawa dia tinggal di rumahnya.

“Intan tinggal di rumah bapak itu selama 10 hari. Setiap hari bapak itu ajak Intan jalan agar ada yang mengenali. Kemudian ia bawa Intan ke Aceh Selatan dan banyak orang kampung datang mengunjungi Intan,” kata dia.

Intan dirawat keluarga pria itu selama kurang lebih satu bulan dan diperkenalkan ke orang-orang sekitar sebagai anak yatim piatu korban tsunami.

Nazariyah sendiri sudah bertemu dengan adik kandungnya dan Vera di sebuah masjid yang jadi tempat pengungsian. Setiap ada jenazah datang, ia menjadi yang pertama memeriksaa tumpukan mayat mencari anak sulung dan anak bungsunya.

“Sampai saya kehabisan tenaga membalikkan mayat, mengangkat mayat, tapi saya tidak mau menyerah. Saya ingin temukan mayat anak saya,” kata dia.

Hingga suatu hari, ia mendapat kabar dari seorang bekas tetangga yang mengaku melihat Intan dalam keadaan hidup dan tinggal di Medan. Dengan bantuan badan PBB yang mengurusi anak-anak (UNICEF), Nazariyah berhasil mengontak Intan.

Intan sendiri mengaku sangat terkejut dan bahagia mengetahui ibunya masih hidup karena ia mengira dirinya sudah yatim piatu.

“Satu hari ada telepon dari mamak, Intan nangis karena Intan pikir mamak sudah meninggal. Senang sekali, karena Intan tidak jadi yatim piatu,” tutur Intan.

Intan adalah satu dari 2.850 anak yang terpisah dari keluarga mereka saat tsunami terjadi, menurut data Dinas Sosial Banda Aceh.

“Sebanyak 1.517 sudah bertemu keluarga mereka dan sebagian yang kehilangan ayah ibu sudah dirawat oleh kerabat atau saudara. Sisanya kami rawat di panti asuhan negara maupun swasta yang tersebar di Banda Aceh,” kata Kepala Dinas Sosial, Bukhari.

Nazariyah tidak pernah menemukan mayat Imul, anak lelakinya.

“Terkadang ada penyesalan, harusnya Imul saya larang kembali ke rumah. Tapi itu sudah takdir Allah,” kata Nazariyah, menghela napas. (bbc/rem/dakwatuna)

Redaktur: Rio Erismen

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumnus Universitas Al-Azhar Cairo dan Institut Riset dan Studi Arab Cairo.

Lihat Juga

Martunis, Anak Angkat CR7 Asal Aceh Berpeluang Main di Liga Portugal

Figure
Organization