Topic
Home / Narasi Islam / “Golput adalah Pilihan Terbaik”

“Golput adalah Pilihan Terbaik”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: imageshack.us)
Ilustrasi. (Foto: imageshack.us)

dakwatuna.com Dalam rentang usia tiga puluhan tahun yang sudah saya jalani ini, baru sekali diri ini ikut andil dalam pemilu. Itupun karena faktor ‘keterpaksaan’ dan ‘tekanan’.Banyak faktor yang membuat saya begitu tidak peduli dengan hajatan pemilu ini. Tapi, dari banyak faktor itu, semuanya mengerucut dalam satu kata: Ketidakpercayaan!

 

Ya. Rasa ketidakpercayaan yang begitu membabi buta hingga akhirnya melahirkan rasa lain yang lebih parah: Muak!!!

 

Muak akan kemunafikan calon pemimpin dan wakil rakyat negeri ini.

Muak dengan janji-janji palsu mereka.

Muak akan sifat kekanak-kanakan mereka.

Muak! Bersebab mereka lebih sibuk dengan ‘mainannya’ dibanding amanah yang mereka emban.

Muak akan ‘kelalaian’ mereka yang menelantarkan negeri penuh berkah ini, hanya untuk kepentingan pribadi dan golongan.

 

Memang, negeri ini tak sepenuhnya dihuni oleh calon-calon pemimpin dan wakil rakyat yang memuakkan itu. Tidak saya pungkiri, masih banyak calon pemimpin yang begitu tulus, baik dan mempunyai integritas tinggi dalam kepemimpinannya. Mereka mempunyai niat yang luhur dan akhlak yang mulia agar negeri ini lebih maju dan bermatabat, makmur dan sentosa. Ya, masih banyak! Bahkan, banyak sekali! Lantas, apa yang sebenarnya terjadi ?

 

Jika melihat track record negeri ini, semuanya seakan membuktikan bahwa mereka tidak akan bertahan lama. Beruntun, negeri ini dikebirikan, disingkirkan, dikonspirasi, disabotase, dikriminalkan, dan mungkin saja akan ‘dikebumikan’ secara politik!

 

Lalu, apa sebenarnya yang salah dengan negeri ini? Individunya kah? Sistemnya? Atau, kedua-duanya?

 

It’s very complicated!

 

Terlalu runyam dan kusut dalam mencari jawabannya. Apalagi, bagi saya yang benar-benar tidak memahami arti demokrasi. Apa manfaatnya? Bagaimana sistemnya? Dari mana asal-usulnya? Ah, entahlah!

 

Faktanya, negeri ini sudah memakai baju demokrasi itu. Dan mau tidak mau, saya juga hidup di dalam negeri yang menerapkan sistem itu. Mau dikata apalagi? Takdir sudah berkata demikian dan saya harus menerima apa adanya!

 

Seperti kata saya di atas. Mau tidak mau, Pesta Demokrasi Rakyat atau Pemilu itu akan tiba. Suka atau tidak, saya tetap dihadapkan kepada kenyataan bahwa akan ada satu hari penuh dimana ‘pesta’ tersebut digelar.

 

Sekarang, hanya ada dua pilihan untuk saya, Golput atau tidak?

 

Kembali, rasa muak itu muncul. Betapa tidak, selain karena kriteria kemuakan saya di atas, ditambah lagi dengan perilaku dan kebiasaan mereka di saat kampanye dilaksanakan.  Sumpah-serapah, fitnah-memfitnah, teror-meneror yang terjadi akibat kampanye berbagai partai di negeri ini (lokal ataupun nasional). Bahkan, ada yang saling bunuh terhadap sesamanya, Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun!

 

Fenomena ini, sama sekali tidak mencerminkan sedikitpun wajah demokrasi yang digaung-gaungkan oleh mereka. Dimana demokrasi digambarkan dengan suasana adem-ayem, aman, tentram dan kondusif.

 

Rakyat dibuat bingung akan tingkah polah calon pemimpin dan wakil rakyat di negeri ini. Rakyat diajarkan untuk fanatik buta, saling menjelek-jelekkan, fitnah-memfitnah diantara sesama mereka melalui kampanye-kampanye busuk dari para calon pemimpin dan wakil rakyat tersebut.

 

Menurut hemat saya, calon pemimpin dan wakil rakyat adalah cermin suri teladan terbaik bagi para rakyatnya. Bukankah baginda Muhammad SAW adalah seorang pemimpin? Lalu, lihatlah bagaimana akhlak beliau yang sungguh luar biasa mulianya dalam menjadi seorang pemimpin. Hingga rakyat beliaupun mengikuti sunnah (akhlak) beliau hingga sekarang. Tidak cukup dengan Rasulullah? Lihat juga bagaimana akhlak pemimpin sahabat Rasulullah?

 

Kemudian, silahkan bandingkan dengan kepribadian calon pemimpin dan wakil rakyat yang ada sekarang. Jangankan memberikan suri tauladan yang baik, malah sifat bejat yang dipertontonkan. Innalillah!

 

Lalu, bagaimana saya –dan rakyat negeri ini lainnya- tidak gerah melihat pemandangan ini? Semakin menambah kegundahan serta rasa apatis terhadap pesta demokrasi ini. Ditambah lagi, dengan ulasan fakta yang diungkapkan oleh media. Bahwa kursi atau jabatan hanyalah jembatan untuk memperkaya diri dan golongan. Hancur berkeping-keping sudahlah perasaan ini.

 

Hingga akhirnya, timbullah perasaan dalam benak yang meneriakkan, “Persetan dengan pemilu!” Maka, bagi saya, Golput adalah pilihan terbaik!

 

Hingga kini, ketika Pemilu 2014 tinggal menunggu hari, Sayapun sudah tidak mau tahu lagi tentang pesta tersebut. Toh, yang ada dalam benak saya cuma satu: Golput !

 

Tetapi, entah kenapa, semakin hari semakin tidak tenang lagi jiwa ini dengan keputusan Golput itu. Setiap hari timbul pertanyaan-pertanyaan yang berlawanan dengan keputusan tersebut. Ada perasaan bersalah lantaran sikap yang terkesan membiarkan orang bejat dipilih oleh pendukungnya. Sementara yang baik, sepi peminat.

 

Apakah Saya harus menjadi Golput?

Apakah ada manfaat bagi saya dan negeri ini jika saya menjadi Golput?

Apakah keputusan saya tersebut semakin menyelesaikan masalah atau bahkan   semakin membuat kusam wajah negeri ini?

Apakah saya rela negeri ini dipimpin oleh para ‘pencuri berdasi’?

Bukankah masih ada calon pemimpin atau wakil rakyat yang amanah dan jujur yang membutuhkan hak pilih saya ?

Apakah saya rela negeri ini berakhir seperti Mesir, Afrika selatan, Suriah atau negeri lain? Dimana di Negeri itu, kaum muslim ditindas hak-haknya oleh pemimpin yang zalim?

Bukankah masih ada partai yang berkampanye secara santun dan memunculkan kader yang mempunyai kualitas terbaik?

Bukankah dengan mendukung pemimpin yang syar’i, jujur dan amanah termasuk dari amar ma’ruf nahi munkar ?

Tidakkah hancur umat ini dengan Golput?

Bukankah Golput bermakna membiarkan para ‘vampir’ itu semakin leluasa menghisap darah rakyat dan ummat ini?

 

Apakah ? Bukankah ? Tidakkah ?

Ya Allah ! Hamba semakin bingung dengan keputusan ini.

 

Hingga akhirnya, Saya mendapatkan ilmu yang luar biasa dari seorang Guru. Kami berdiskusi tentang Pemilu dan Golput. Beliau mengatakan, bahwa Golput tanpa alasan syar’i adalah ‘Haram’. Menggunakan hak pilih adalah suatu kewajiban dengan syarat pemimpin atau calon wakil rakyat tersebut memiliki visi dan misi serta akhlak yang jelas.

 

Lalu, Saya bertanya kepada beliau, bagaimana caranya kita bisa mengetahui calon pemimpin atau wakil rakyat yang akan kita pilih itu jujur, amanah dan berakhlak mulia ?

 

Kata beliau, “Nahnu nahkumu bidzhawahir. Kita menilai secara ril saja, berdasarkan yang tampak saja.”

 

Kalimat sederhana itulah yang mengubah drastis pendirian saya selama ini tentang Golput. Hingga akhirnya, karena apatis, dalam kurun usia 30an tahun, hanya sekali mengikuti Pemilu. Itupun, dalam keadaan perasaan ‘tertekan’ dan ‘keterpaksaan’. Perasaan itupun hanya karena asumsi spontan yang tidak terarah. Dan, sama sekali tidak beralasan.

 

Lalu, saya membayangkan, andaikan setiap individu umat Islam melakukan hal serupa seperti saya, bagaimanakah nasib umat Islam di masa depan kelak? Dimanakah letak izzah (kehormatan) umat Islam yang dirongrong oleh kekuatan jahat  yang menjadi pemimpin hanya karena sikap Golput (tidak beralasan) hingga melanggengkan mereka untuk duduk di kursi pemimpin dan wakil rakyat? Dimanakah letak persatuan umat Islam? Akankah umat Islam di negeri ini akan mengalami hal serupa seperti umat Islam di Mesir, Suriah, Afrika Selatan atau belahan dunia lainnya?

 

Kemudian, terlintas dalam pikiran saya, andaikan setiap umat Islam di negeri ini bersatu, merapatkan barisan, tidak terpecah belah, bukankah dapat memenangi demokrasi ini? Bukankah kejayaan Islam juga akan kembali ketika umat ini sadar akan pentingnya persatuan ini? Bahkan, tidak mustahil jika demokrasi yang sekarang ini akan berganti dengan Khilafah yang menjalankan syariat Islam?

 

Ya Allah… Berikan kami petunjuk, agar kami bisa turut serta berkontribusi terhadap kemajuan bangsa dan umat ini…

 

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Islam Bireun � Aceh.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization