Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Solusi Ilmiah Untuk Salafi Wahabi

Solusi Ilmiah Untuk Salafi Wahabi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

bukuJudul: Tarekat dalam Timbangan Syariat – Jawaban atas Salafi Wahabi

Penulis: Nur Hidayat Muhammad

Penerbit: Muara Progresif

Cetakan: I, Mei 2013

Tebal: x + 175 hlm. 14,5 x 21 cm

ISBN: 978-602-17206-5-3

dakwatuna.com – Perdebatan antara salafi wahabi dan kaum sufi tanpa muara terus terjadi di berbagai forum publik. Argumentasi versi salafi wahabi sudah bertebaran sehingga muncul stigma dan vonis sesat, musyrik bahkan kafir kepada kaum sufi. Hadir dengan menabuh genderang perang  membuat kalangan sufi yang telah menjadi tradisi islam nusantara tersudutkan.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Semestinya memberikan perhatian tegas dan serius dalam upaya untuk mencegah dan menghentikan pengaruh pemahaman yang dapat mengarah pada tindakan ekstrimisme dan eksklusivisme karena pada akhirnya akan muncul kegelisahan dan permusuhan diantara umat islam sendiri.

Amalan-amalan yang dijaga dan dilestarikan selama ini tiba-tiba dihukumi haram. Wirid-istighostah, maulid nabi, tawassul, dan lainnya mendapat gelar bid’ah. Tak ada cara paling ampuh untuk membendung tuduhan tersebut selain memperkuat diri dengan dalil ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan untuk memperkaya cakrawala keilmuan.

Sebenarnya apabila benar-benar netral dalam berfikir banyak ulama yang sangat apresiatif terhadap sufisme. Penghargaan bahkan diantaranya juga dari ulama yang di puja oleh Salafi Wahabi yaitu ulama dari kalangan madzhab Hambali. Disana dapat dilihat pada kitab Mauqif Aimmatil Harakat As-Salafiyyah Min At-Tasawwufi Wa As-Sufiyyah karya Syaikh Abdul Hafizh Al-Makki yang membicarakan tentang Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Rajab, Imam Ibnu Qoyyim, Muhammad Bin Abdul Wahab dan lain-lain yang menebar pujian pada ajaran Sufi.

Secara khusus dan detail Muhammad Abduh, seorang tokoh yang dikenal sebagai rujukan kaum pembaharu, berkata :” Tidak ada umat yang dalam ilmu akhlak dan pembersihan jiwanya menyerupai para sufi yang bersih”. Tokoh lainnya adalah Imam Ibnu Taimiyah dalam Fatawa (juz 11 hal.18) berkata : “Yang benar, mereka para sufi adalah orang yang taat pada Allah sama seperti orang-orang selain merekayang juga taat pada Allah”. Setidaknya beberapa komentar ulama tersebut sudah lebih dari cukup untuk mencerahkan dan memperingati agar tidak mudah untuk menuduh ajaran sufi sebagai ajaran yang keluar dari syariat islam. (hal.7-9)

Sedang mereka yang anti sufisme juga kerap kurang objektif. Menggiring persepsi publik lewat buku  dan majalah untuk menjauhi ajaran sufi, tetapi menyembunyikan komentar berharga para ulama tentang ajaran tersebut. Dan praktek tidak amanah ilmiah seperti ini sudah biasa mereka lakukan demi kepentingan sektenya.

Buku “Tarekat Dalam Timbangan Syariat” Jawaban Atas Kritik Salafi Wahabi yang ditulis Nur Hidayat Mohammad ini mengajak kita memahami secara komprehensif  bagaimana sebetulnya duduk persoalan yang selama ini dituduhkan kepada kaum sufi. Dilengkapi dengan jawaban yang logis, ilmiah dan tidak provokatif menjadikan kita lebih dewasa dalam menyikapi fenomena yang terjadi.

Diantara yang dituduhkan beberapa kalangan, termasuk Prof. Dr. Hamka dalam bukunya, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, adalah bahwa tasawuf versi Imam Ghozali sangat berbalik lurus dengan tasauf versi Ibnu Taimiyah. Mereka menandaskan, ajaran tasawuf Al-Ghozali adalah tasawuf yang mengajak takut hidup dan tak mau berjuang atau membela penjajahan tentara perang salib. Salah satu buktinya dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghozali tidak mencantumkan bab Jihad.(hal.17)

Jawaban atas vonis tersebut telah dikatakan oleh Ustadz Said Hawwa dalam al-Fiqhaini al-Kabir wa al-Akbar. Beliau berkata berkata bahwa bab Jihad adalah topik pembahasan dalam kitab fiqh, dan al-Ghozali dalam karya fiqhnya telah membahas bab tersebut disana. Sebetulnya bab tersebut dalam Ihya’ sendiri telah disinggung dengan lembut dalam bab Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Kemudian mengenai jihad melawan tentara salib, maka ketahuilah al-Ghozali wafat tahun 505 H, belum meluas sampai ke bumi palestina, sehingga klaim bahwa al-Ghozali semasa dengan terjadinya perang salib adalah tidak benar.

Tokoh salafi wahabi lainnya adalah Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya Tasawuf Besitan Iblis yang menuduh kaum sufi menolak hadist shahih. Tidak bisa dimengerti betapa mudahnya tuduhan tak berdasar seperti itu dilontarkan dan menebar kebencian kepada yang lain. Rasa santun dan saling menghargai seolah tak perlu lagi diutamakan dalam forum akademis dan ilmiah (hal.11-12).

Sebetulnya kaum sufi selalu merujuk kepada ahli syariat dan ahli hadist yang sudah teruji dan terakui. Selain itu sufi yang muncul dari kalangan ahli hadist jumlahnya juga sangat banyak. Bahkan diantaranya juga pengamal tarekat, seperti al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani, al-Hafidz as-Suyuthi, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Hafidz al-Munawi, Abdullah as-Syarkawi dan lain-lain.

Kedepannya kita harus lebih rutin lagi membaca dengan saksama literatur kitab-kitab ulama yang memuat penjelasan tentang ajaran sufi terutama kitab yang ditulis oleh Syaikh Abdul Wahab as-Syakrani, Syaikh Hajar al-Haitami dan lain-lain. Hindari dahulu kitab-kitab yang kontra tasawuf. Dengan demikian kita akan lebih insaf dan objektif dalam memberikan penilaian dan keluar dari fanatisme buta yang berlebihan.

Setidaknya semua paparan ilmiah dalam buku ini untuk menjawab stigma-stigma negatif kepada kaum sufi dapat menyegarkan kembali dan membuka mata kita bahwa tidak sepenuhnya tuduhan seperti itu benar adanya. Masyarakat saat ini yang sudah sangat cerdas, tentunya dapat menilai  mana yang ajaran bernilai bias provokatif dan mana yang murni ajaran agama.

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Zakat Sebagai Solusi Masa Depan BPJS Kesehatan

Figure
Organization