Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mempersiapkan Bekal Terbaik Untuk Berhaji

Mempersiapkan Bekal Terbaik Untuk Berhaji

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi – Calon Jamaah Haji.

dakwatuna.com – Berbekal taqwa untuk menyempurnakan haji

Haji merupakan ibadah yang special.  Berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain. Mari kita bandingkan dengan shalat. Kita melaksanakan shalat wajib sebanyak 5 kali dalam sehari, selama seumur hidup kita, sedangkan haji yang wajib hanya sekali dalam seumur hidup kita. Berapa kali pun kita berhaji maka yang diterima sebagai yang wajib hanyalah haji yang pertama kali dilakukan. Kita tidak bisa memilih ketika kita umpamanya telah berhaji sebanyak 20 kali, maka kita mohon sama Allah, ya Allah saya sudah berhaji 20 kali, mohon semua diterima sebagai haji yang wajib, atau kita memilih apakah yang ke-2, ke-3 atau ke sekian yang  mana ketika kita merasa mantap dalam melaksanakannya, maka itu sajalah yang dinilai wajib. Shalat wajib bisa dilaksanakan oleh siapa saja, sedangkan haji dilaksanakan bagi mereka yang memenuhi kriteria istitha’ah. Shalat bisa dilaksanakan di mana saja di seluruh penjuru bumi Allah SWT, tetapi haji harus dilaksanakan di Mekah dan sekitarnya. Dalam shalat, Jika kita sakit yang sangat parah sekalipun, maka kita tetap harus melaksanakan shalat meskipun dengan isyarat atau di dalam hati, sedangkan haji, ketika sakit bisa diganti dengan dam atau bahkan sudah meninggal dunia,  ibadah haji kita bisa di badalkan kepada orang lain. Shalat dilakukan kapan saja, sedangkan haji harus dilaksanakan di bulan Zulhijah, tidak sah haji nya ketika dilaksanakan di luar bulan Zulhijah. Berarti sama dengan puasa yaitu harus dilaksanakan di bulan Ramadhan, betul dari sisi waktunya, tetapi puasa wajib harus dilakukan setiap Ramadhan seumur hidup, sedangkan haji yang wajib hanya sekali dalam seumur hidup. Dan masih banyak lagi perbandingan yang menunjukkan bahwa haji merupakan ibadah special.

Dari kualifikasi haji tersebut, maka kita pun harus mempersiapkan dengan special, mulai dari ilmunya, kesehatannya, bekal materi atau biayanya, keamanannya, kesiapan ruhani yang ikhlas, sabar, syukur, tawakal, tawadhu’ dan semua yang membekali kesiapan hati untuk haji. Dari semua bekal yang sudah kita siapkan, maka sesungguhnya bekal terbaik dalam berhaji adalah Taqwa. Inilah yang akan kita eksplore sebagai sebaik-baik bekal untuk berhaji.

Haji dimulai dengan memakai ihram. Dua lembar kain putih yang tidak berjahit dikenakan untuk menutupi aurat kita. Ihram mengingatkan kita bahwa ketika lahir kita tidak memakai apa-apa, kita lahir dalam keadaan suci. Seseorang yang hendak berangkat haji harus membersihkan hatinya terlebih dahulu dari semua niat selain Allah serta meluruskan niat untuk berhaji karena Allah SWT. Janganlah sombong karena mampu berangkat haji, karena sesungguhnya harta dan kemampuan seseorang untuk berhaji adalah pemberian dari Allah SWT. Oleh karena itu bekali haji kita dengan hati yang bersih dan niat yang benar, semata-mata karena panggilan Allah SWT. Kain ihram tidak boleh dijahit. Hal merupakan symbol kesederhanaan. Oleh karena itu berusahalah untuk selalu hidup sederhana tidak bermegah-megahan, tidak bermewah-mewahan, sebagaimana Rasulullah SAW memberi contoh hidup sederhana. Janganlah kita sombong dengan pakaian dunia seperti gelar, pangkat, jabatan, harta benda, kekuasaan dll. Semua akan kita tinggalkan. Pribadi yang telah berhaji adalah mereka yang senantiasa bersih hati, rendah hati, sederhana dan tidak membangga-banggakan jabatan, pangkat, harta kekayaan dan kekuasaannya.

Dalam melaksanakan ibadah haji, berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali kita kenal dengan nama thawaf. Jika dikaji lebih mendalam, kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya hati ini bagaikan Ka’bah, di mana seluruh perputaran aktivitas anggota tubuh kita memiliki orbit mengelilingi pusaran yang di kendalikan oleh gaya gravitasi dari hati. Ketika mata kita melihat, maka apa yang kita lihat akan kita connect ke hati apakah sesuatu yang kita lihat benar atau salah, boleh atau tidak yang akan membuat hati kita sehat atau sakit. Ketika telinga ini mendengar, maka apa yang didengar akan diconnect kembali ke hati. Apakah yang kita dengar benar atau salah, boleh atau tidak, bermanfaat atau sia-sia. Ketika lidah kita berucap, maka apa yang diucapkan akan diconnect ke hati. Apakah yang diucapkan benar atau salah, fitnah atau fakta. Ketika mulut memasukkan makanan atau minuman ke dalam perut, maka apa yang dimakan atau diminum akan diconnect ke hati. Apakah yang dimakan atau diminum halal atau haram, jelas atau syubhat. Ketika tangan ini melakukan sesuatu, maka akan diconnect ke hati. Apakah yang dilakukan oleh kedua tangan benar atau salah, mengambil hak kita atau hak orang lain. Ketika kaki ini melangkah, maka akan diconnect ke hati. Apakah langkah kaki ini akan menambah ilmu, iman serta menjadi amal shalih atau tidak. Selama 7 hari dalam sepekan kita terus menerus melakukan aktivitas semua berputar mengelilingi hati, maksudnya semua akan difilter oleh hati apakah yang dilakukan itu memenuhi perintah Allah SWT atau melanggar perintah Allah SWT. Sebagaimana thawaf mengelilingi Ka’bah 7 kali. Itulah kehidupan kita berputar terus menerus dari pagi, siang sore, malam dan kembali pagi lagi, demikian seterusnya.

Di sinilah peran hati sebagai alarm untuk memutuskan apakah yang kita lakukan benar atau salah. Mengapa hati yang berperan? Karena hati adalah tempat bersemayamnya taqwa, jika hati kita taqwa maka bertaqwalah seluruh tubuh kita beserta perbuatannya, dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk berhaji.

Thawaf mengelilingi Ka’bah berputar dari arah kanan ke arah kiri, pandangan kita ke Ka’bah yang berada di sebelah kiri kita. Apakah artinya? Kanan adalah symbol dari kebaikan dan kiri adalah symbol dari keburukan. Dengan thawaf kita diperintah untuk menengok ke arah kiri di mana maksudnya adalah kita diperintahkan untuk lebih banyak melihat sisi keburukan yang telah kita lakukan dari pada sisi kebaikan yang telah kita kerjakan agar kita terus berusaha untuk memperbaiki diri menjadi pribadi yang baik. Seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji dengan makna thawaf akan berusaha untuk selalu mengoreksi, mengevaluasi keburukan yang telah dilakukannya, bertaubat atas dosa-dosa masa lalu untuk tidak dilakukannya kembali. Seseorang yang hendak berhaji juga disunnahkan untuk bersilaturahim dan sekaligus meminta maaf kepada orang tua, saudara, tetangga, sahabat dan teman pergaulannya. Agar tidak ada yang menghalangi niat sucinya untuk berhaji. Insya Allah jika sudah bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada sesama, mudah-mudahan hatinya bersih dan siap untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu salah satu tanda haji yang mabrur adalah setelah berhaji seseorang akan lebih banyak melakukan kebaikan dan menghindari melakukan keburukan.

Sa’i berjalan atau berlari-lari kecil (roml) dari Shafa ke Marwa itupun dilakukan sebanyak 7 kali berjalan di sisi kanan sesampainya di Marwa kembali ke Shafa juga berjalan di sisi kanan menuju Shafa, terus berjalan sebanyak 7 kali. Sa’i menginspirasi kita bahwa sesungguhnya dalam perjalanan hidup kita selama 7 hari (dari ahad – sabtu) dan diulang terus menerus sepanjang umur kita saat ini, merupakan isyarat agar kita selalu berjalan di jalur kanan atau selalu berjalan di jalur yang benar sesuai petunjuk al Quran dan As Sunnah. Oleh karena itu pribadi yang akan melaksanakan ibadah haji selalu menjadikan al Quran dan As Sunnah sebagai petunjuk dan pedoman dalam berhaji dan sekaligus dalam seluruh sendi-sendi perjalanan kehidupannya.

Wukuf merupakan bagian yang paling penting dalam ibadah haji. Wukuflah yang membedakan haji dengan umroh. Wukuf memiliki makna yang sangat mendalam, di mana dalam wukuf kita menghentikan semua aktivitas. Padang Arafah adalah tempat pertama kali bertemunya Nabi Adam as dengan Siti Hawa. Setelah keduanya bertaubat karena melanggar perintah Allah SWT. Di sinilah mereka berdua memulai kehidupan yang baru di dunia. Dengan wukuf kita mendapatkan pelajaran bahwa kita harus senantiasa melakukan introspeksi (muhasabah), merenungi perjalanan hidup kita sejak dari lahir sampai saat ini. Berapa banyak dosa, kesalahan dan keburukan yang telah kita lakukan, marilah kita mohonkan ampunan kepada Allah SWT. Bertaubatlah atas segala dosa yang kita lakukan semenjak kita baligh. Mulailah dengan kehidupan baru yang berawal dari padang arofah sebagai Nabi Adam as dan Siti Hawa memulainya. Semoga dengan wukuf, Allah SWT mengampuni dosa-dosa masa lalu kita dan memberi harapan baru bagi kehidupan kita selanjutnya. Berbahagialah bagi mereka akan beribadah haji. Wukufnya diibaratkan sebagai titik balik untuk memulai kehidupannya menjadi hamba Allah yang taat. Oleh karena itu, pribadi yang akan berhaji sebaiknya lebih banyak muhasabah, melakukan audit internal atas dosa-dosa masa lalu yang belum sempat bertaubat. Bersihkan diri dan bersiaplah menghadap Yang Maha Suci di Tanah Suci.

Tahallul merupakan simbol perubahan. Pribadi-pribadi yang akan berangkat haji bersiaplah untuk melakukan perubahan. Semua gaya hidup yang tidak sesuai dengan al Quran dan sunnah Rasulullah SAW dipangkas habis. Dari gaya hidup jahiliyah menuju gaya hidup Islam. Dari memakan harta haram menuju kehalalan pendapatan. Dari sekulerisme pemikiran menuju spiritualisme. Dari gaya berpakaian yang tidak menutup aurat menuju penghargaan diri sendiri dengan memakai busana yang islami. Dari gaya pergaulan bebas menuju pergaulan yang disunnahkan.  Dari jarang shalat awal waktu menuju disiplin dengan shalat berjamaah, awal waktu di masjid. Mereka yang sebelum dan sesudah melaksanakan ibadah haji tidak ada perubahan dalam gaya hidupnya, menuju ke arah yang lebih baik, bisa dikategorikan haji yang kurang beruntung.

Perjalanan ibadah haji yang memang special membutuhkan bekal yang baik karena kita akan menuju tanah suci tempat berkumpulnya para nabi dan yang utama adalah seorang pribadi utusan yang mendapat shalawat dari Yang Maha Suci yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Tidak ada syahadat, tanpa menyebut nama beliau. Betapa mulianya Rasulullah SAW sehingga nama beliau disandingkan dengan Yang Maha Mulia.

Akankah kita berhaji dengan bekal yang biasa-biasa saja? Dengan sikap yang biasa-biasa saja? Dengan niat yang biasa-biasa saja? Dengan segala hal yang biasa-biasa saja? Seharusnya persiapan kita lebih special. Bekal yang special? Niat yang special? Dan segala hal yang special. Karena kita akan menuju rumah Allah SWT, Yang menguasai seluruh hidup kita, Yang menguasai seluruh alam semesta, kita akan berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW, manusia terpuji dunia-akhirat, yang sangat mengkhawatirkan keadaan kita umatnya : ummatii…ummatii… Pernahkah kita mengkhawatirkan Rasulullah SAW dengan mengikuti pesan terakhir beliau agar kita berpegang teguh kepada al Quran dan menjaga Sunnah-sunnahnya.

Marilah kita persiapkan bekal haji dengan bekal yang special. Mudah-mudahan Allah SWT akan menjadikan kita, manusia yang special dan dispesialkan oleh Allah SWT. Aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...
Kepala KUA Kecamatan Gajahmungkur.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization