Topic
Home / Berita / Opini / Dilema Akhwat Pengguna Bus Kota

Dilema Akhwat Pengguna Bus Kota

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Dakwatuna.com – Sore itu seperti sore-sore biasanya di akhir pekan, berada di dalam bis kuning 510 yang akan membawa saya pulang ke rumah tercinta. Ya, rutinitas yang sungguh menyebalkan dan memprihatinkan bukan? Bagaimana tidak, saya harus berdesak-desakan berada dalam kendaraan umum yang sangat tidak manusiawi. Dengan cuaca panas, pengap di dalam bis yang penuh sesak, penuh berisi beragam orang dari beragam aktivitas. Menghadapi pak kenek bis yang seolah tak punya hati terus saja memasukkan penumpang pada bis yang nyatanya sudah “overload” ini. Rasanya ingin sekali teriak, ”don’t push me!!!”, lalu terpikir andaikan saya menjadi bunga mawar, pastinya akan baik sekali. Tidak akan ada yang berani mendorong saya..karena pasti kan terkena duri-duri saya yang tajam. Hehe… khayalan tingkat tinggi nih. Sejak awal menjadi pengguna bis umum ini, saya sudah punya trik trik aman agar tidak harus berdesak-desakan dengan penumpang lain, laki-laki khususnya. Namun terkadang trik-trik ini pun bisa saja meleset, sehingga kadang kala tetap saja harus berpasrah dengan kondisi yang ada. Yang sangat disayangkan, tidak semua perempuan dapat memposisikan dengan aman dirinya ketika berada dalam bus yang tak berperi-kewanitaan ini. Sungguh miris rasanya jika harus melihat sesama perempuan mengalami pelecehan-pelecehan di dalam bus ini, apalagi perempuan tersebut adalah akhwat yang saya kenal. Harus bagaimanakah kami sebagai perempuan?
Ya. Perempuan. Betapa menjadi seorang perempuan itu penuh fitnah dan ujian bukan?
Teringat ketika membaca shiroh Nabawi, bahwasanya disana jelas, ketika masa jahiliyah dulu dimana Nabi Muhammad belum diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak, perempuan berada pada titik terendah. Bayi-bayi perempuan yang lahir merupakan aib bagi keluarga, maka harus dibunuh, dikubur hidup-hidup. Laki-laki berhak menikah dengan berapapun banyaknya perempuan dan dengan siapapun yang dia inginkan, bahkan dengan ibunya atau saudara perempuannya sekalipun. Sungguh perempuan pada masa itu tidak ada nilainya sama sekali.

Lantas hadirlah Rasulullah. Sang rembulan penerang kegelapan. Beliau mengangkat tinggi derajat para perempuan. Maka inilah penyetaraan gender yang sesungguhnya. Dari kerendahan yang sangat, Rasulullah membawa kaum perempuan ke derajat tertinggi. Perempuan kini berhak atas hidupnya sendiri.
Perempuan pun semakin ditinggikan derajatnya dengan turunnya perintah menutup aurat atau berhijab. “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Surah Al Ahzab (59)
Betapa indah dan menyeluruhnya agama islam ini bukan?

Kembali ke kasus yang saya hadirkan diawal, betapa saat ini perempuan seolah kembali ketitik nol nilainya. Penggunaan kendaraan umum khususnya bus kota yang menyebabkan bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim menunjukan kemerosotan nilai tersebut. Perempuan seolah tak diberi pilihan lain dalam masalah ini. Kebutuhan akan berkendara mengharuskan kami wara-wiri pulang pergi dengan kendaraan umum. Terutama bagi para perempuan yang belum bersuami, tidak ada yang siap sedia untuk selalu mengantar-jemputnya ke berbagai tempat. Maka bus kota sebagai sarana transportasi yang tergolong murah meriah selalu menjadi pilihan utama para perempuan.

Yang sangat disayangkan pula adalah kurang pedulinya kaum perempuan terhadap dirinya sendiri. Dengan tidak menjaga auratnya, menggunakan pakaian-pakaian tak layak yang tentu saja akan menggoda para lelaki hidung belang untuk melakukan pelecehan. Sungguh ironis sekali bukan?
Untuk memperbaiki itu semua adalah merupakan PR kita bersama. Masyarakat, aktivis dakwah dan tentu saja pemerintah setempat yang memiliki kewenangan atas segala kebijakan-kebijakan terkait masalah transportasi di Negara kita ini.

Dengan menyeimbangkan antara usaha memperbaiki akhlak atau moral masyarakat setempat serta didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah terkait hal-hal tersebut, maka sedikit demi sedikit tindak kriminal dan pelecehan seksual yang ada terhadap perempuan akan dapat dikurangi.

Berkaca dengan Negara-negara lain, betapa pemerintah kita sudah cukup tertinggal untuk masalah yang satu ini. Pemerintah Malaysia sejak April 2010 sudah menyediakan gerbong khusus perempuan di jalur Kuala Lumpur-Port Klang. Pemberlakuan itu untuk menghormati perempuan muslim. Itu pula yang terjadi di Mumbai, India. Pemerintah kota itu mengadakan bus dan gerbong khusus perempuan sejak tahun 2007. Bahkan di Bangkok, Thailand, pun demikian. Bahkan bus khusus perempuan tak hanya melayani rute dalam kota, tetapi juga luar kota. Sedangkan di Jepang, Nepal dan Filipina, pengadaan angkutan khusus perempuan sudah ada sejak lama.

Di Indonesia pun pada awal 2007 silam sudah diadakan launching bus khusus perempuan di Pekan Baru. Namun ini belum berdampak banyak bagi para perempuan, di kota- kota besar khususnya seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, yang angka pelecehannya agak tinggi.
So, kami kaum perempuan menanti kebijakan para pemerintah terkait permasalahan transportasi ini. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan petunjukNya. Wallahu’alam.
(ismikiki. http://punyaadawiyah.blogspot.com)

Redaktur: Ahmad Zarkoni

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (32 votes, average: 8.38 out of 5)
Loading...

Tentang

saya suka menulis, dan ingin bermanfaat karenanya. Yakin yakin Smangat!

Lihat Juga

Pejuang Seberang

Figure
Organization