Topic
Home / Berita / Analisa / Yang Menang dan Kalah di Pentas Politik Turki

Yang Menang dan Kalah di Pentas Politik Turki

Oleh: Fahmi Huwaedi

Para pendukung Perdana Menteri Turki dan pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) - the rulling party -, Recep Tayyip Erdogan, menghadiri 'rapat umum' di Istanbul pada tanggal 5 September 2010. Turki mengadakan referendum pada tanggal 12 September sebagai satu langkah perubahan konstitusi membatasi kekuasaan militer dan peradilan. (Getty Images)

dakwatuna.com – Jika boleh kita katakan bahwa lembaran sejarah Republik Turki jilid pertama telah dihapus oleh hasil referendum yang dilakukan tanggal 12 September tahun ini (2010). Maka muncul banyak pertanyaan seputar ide lahirnya republik jilid dua yang kelahirannya secara resmi telah disaksikan dua pekan lalu. Seakan-akan kita tahu nama yang lahir itu dan orangnya, namun bentuk wajahnya masih belum jelas.

(1)

Benar memang, kita sudah tahu bahwa 58% dari orang Turki memberikan suara untuk kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP/Adalet ve Kalkınma Partisi) dan menjawab “ya” bagi amandemen konstitusi yang diusulkan oleh pemerintah Turki. Namun banyak orang di luar Turki yang belum tahu tentang jati diri 42% yang menjawab tidak. Karena prosentase mereka juga terbilang tidak sedikit dan tidak mungkin dibilang remeh angka sebesar itu (ada sekitar 23 juta pemilih).

Ada peta negara Turki berwarna yang dipublikasikan oleh semua koran yang terbit sehari setelah referendum yang menggambarkan karakter pemilih secara umum. Di peta itu ada tiga warna sebagai berikut:

Warna merah meliputi wilayah pantai membentang di Laut Mediterania dan Laut Aegea, wilayah yang menjawab “tidak”. Wilayah ini lebih terbuka dan lebih dekat ke wilayah Eropa secara geografis. Wilayah tersebut termasuk basis sekuler radikal yang diwakili oleh Partai Rakyat Republik (CHP/Cumhuriyet Halk Partisi) dan Partai Gerakan Nasional (MHP/Milliyetçi Hareket Partisi). Dengan demikian penduduk wilayah tersebut anti pati terhadap latar belakang AKP yang berbasis Islam. Di kalangan mereka disebarkan isu-isu tentang kekhawatiran akan naiknya apa yang disebut dengan Islam politik dan kekhawatiran adanya “agenda” rahasia dari politik Islam itu.

Warna kedua adalah warna hijau yang meliputi wilayah paling besar di negara Turki dan menjadi jantung kehidupannya yaitu wilayah Anatolia dan sekitar Laut Hitam. Wilayah ini termasuk wilayah yang paling moderat dan dekat kepada tokoh-tokoh Turki tradisional. Wilayah ini menjadi basis utama AKP dan aktivitas kelompok-kelompok Sufi. Wilayah ini secara aklamasi memberikan suara untuk amandemen dengan menjawab “ya”.

Warna ketiga adalah warna putih di sebagian peta dan warna kuning di sebagian yang lain nampak di bagian tenggara Turki yang menjadi basis suku Kurdi. Di wilayah ini penduduknya tidak memberikan suara alias abstain dari referendum menyambut seruan Partai Perdamaian dan Demokrasi (BDP/Barış ve Demokrasi Partisi) yang didukung oleh sebagian suku Kurdi. Juga bagian dari tuntutan Partai Buruh Kurdistan yang dipimpin oleh Abdullah Ocalan. Mereka tidak memberikan suaranya di referendum kali ini bukan karena mereka antipati, namun mereka melihat bahwa amandemen ini tidak memberikan jawaban yang cukup bagi keinginan dan cita-cita bangsa Kurdi yang ingin memiliki otoritas pemerintahan sendiri.

Apakah hal ini berarti bahwa kelompok sekuler menolak amandemen dan kalangan agamis mendukungnya, sementara suku Kurdi memboikotnya? Tentu jawabannya tidak, karena analisa hasil amandemen sudah bisa dipastikan, yang tidak diperdebatkan lagi oleh dua orang, bahwa AKP adalah mewakili kelompok terbanyak dalam masyarakat Turki. Dari daftar rincian hasil suara amandemen sendiri juga memperlihatkan akan fakta ini secara jelas. Daftar itu menjelaskan bahwa kelompok sekuler, Kurdi dan suku Alawi di wilayah pantai dan tenggara Turki memberikan suara untuk AKP. Sebab kalau tidak begitu, tentu mereka tidak akan mendapatkan suara 58%.

Warna-warna yang nampak di peta itu menggambarkan wilayah yang menjadi pusat kelompok pendukung, penentang dan pemboikot. Padahal kita tahu bahwa pertarungan sengit bukan di antara ketiga kelompok tadi. Pertarungan itu antara kelompok sekuler dan agamis, antara agamis dan sekuler, dan dua-duanya itu tersebar di kalangan suku Kurdi.

(2)

Ada masukan penting dari seorang teman wartawati bernama Emran Sharma dari kelompok sekuler yang memilih untuk amandemen. Masukan dari teman itu menyebutkan bahwa jumlah prosentase yang tidak sedikit dari orang yang menjawab “tidak” tidak berarti mereka menentang amandemen yang isinya tidak perlu diperselisihkan oleh dua orang. Namun mereka sebenarnya menentang AKP saja.

Karena persoalannya bukan anti kepada AKP, partai yang terbukti mampu menunjukkan keahliannya dalam mengatur negara, dan bukan karena kekhawatiran adanya agenda tersembunyi yang delapan tahun terakhir ini tidak mendapatkan dukungan publik. Maka tanpa ragu-ragu lagi, mereka memilih jawaban “ya” untuk amandemen.

Seorang teman penulis, Gozwan el-Misri, wakil ketua organisasi pebisnis Turki (MOSEAD, semacam KADIN di Indonesia, pent.) pernah mengingatkan penulis tentang adanya fakta lain yang ada dalam amandemen. Yaitu ada jumlah yang tidak sedikit dari kelompok pebisnis Turki yang menentang amandemen. Padahal mereka ini kelompok masyarakat yang menikmati adanya stabilitas ekonomi yang terjadi di negara Turki di masa pemerintahan AKP. Dimana setiap pebisnis ini mendapatkan kenaikan laba sampai empat kali sejak AKP memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan di Turki.

Memang benar ada jumlah lain dari para pebisnis Turki, Gozwan el-Misri ini adalah salah satunya, yang memberikan suara untuk amandemen. Akan tetapi orang-orang yang menjawab “tidak” memiliki agenda politik antipati terhadap AKP terkait hubungannya dengan kepentingan Barat dan Israel. Dari sini bisa dikatakan bahwa kelompok pebisnis ini termasuk orang-orang yang untung dalam putaran referendum ini.

Pasar bursa Istanbul sehari setelah pengumuman hasil referendum menunjukkan angka positif yang paling tinggi dalam sejarahnya. Ini bukti meyakinkan, pasca referendum, bahwa Turki memasuki fase baru dalam stabilitas yang akan memperkokoh kebangkitan ekonomi yang akan disaksikan oleh negeri tersebut.

Seorang pebisnis dan mantan ketua MOSEAD, Omer Pulat menilai bahwa faktor ekonomi memiliki peran paling besar dalam penentuan kemenangan referendum untuk AKP. Dan memang, kata Omer, kekalahan AKP dalam referendum ini akan menjadi pukulan telak bagi partai tersebut. Tentu juga, kekalahan itu akan menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Bahkan ia menilai berbagai kelompok masyarakat memberikan suara karena alasan ekonomi dan bukan karena alasan politik.

Hal ini memang bisa dipahami karena masyarakat ketika memetik hasil kestabilan dan pertumbuhan ekonomi maka ia akan berusaha untuk membela kepentingannya tersebut. Ini yang terjadi di Turki, ketika masyarakat tahu bahwa pertumbuhan ekonomi di enam bulan terakhir mencapai 11% (menyamai China dalam masa kejayaannya). Dan itu, membuat terjaminnya dua juta lapangan kerja selama 18 bulan yang lalu. Inflasi dan kenaikan harga dulu mencapai 40% pada tahun 2002 di awal AKP menjadi penguasa. Namun secara perlahan, angka inflasi itu kini turun menjadi 8% saja. Ini menjadi isyarat bahwa masyarakat sendiri adalah pihak yang sangat diuntungkan dari pengalaman kekuasaan AKP ini.

(3)

Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan berikut; siapa yang untung dan rugi dalam putaran referendum ini? Ada banyak jawaban atas pertanyaan itu. Ketika peran militer berkurang dan praktek nepotisme yang mereka mainkan lebih kurang 60 tahun lamanya mulai redup, kini masyarakat yang menjadi penentu dan pemilik keputusan dalam perjalanan hidupnya seperti yang ditekankan dalam amandemen UUD tersebut. Maka kita harus mengerti bahwa demokrasi telah mewujudkan keberhasilan besar dan bernilai sejarah.

Pada saat yang sama, tidak perlu diperdebatkan bahwa AKP kini menjadi partai paling kuat yang popularitasnya tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Pemimpinnya, Recep Tayyip Erdogan dan tim yang ada di sekitarnya telah membuktikan keberhasilan yang luar biasa. Tidak ada hanya dalam mengurus negara dan kampanye yang mendahului referendum, tapi juga mampu membatasi peran militer dan menyelamatkan militer untuk ikut campur tangan dalam proses politik. (Harian “Melt” terbitan 13/9 menyebutkan bahwa Erdogan kini menjadi pemimpin politik yang paling kharismatik, mampu memberikan ilham kepada emosional publik dan menarik kepercayaan mereka).

Pada isu lain, ada kesepakatan di kalangan para pengamat bahwa partai radikal sekuler dan nasionalis telah kehilangan kehebatannya. Baik karena program AKP yang terlihat lebih menarik dan sukses, atau dikarenakan soal internal partai-partai sekuler dan nasionalis yang tidak mampu memberikan apa-apa untuk masyarakat. Atau kemungkinan dikarenakan dukungan militer yang sudah tidak ada lagi kepada partai-partai tersebut.

Koran-koran Turki memuat polemik seputar angka 42% yang menjawab “tidak” itu. CHP mengklaim bahwa angka tersebut adalah milik anggota dan pendukungnya. Sementara MHP, para petingginya, mengklaim bahwa angka itu adalah milik partainya, bukan partai yang lain.

Walau demikian, tidak ada yang memungkiri bahwa bagian suara CHP lebih besar dibandingkan dengan partai-partai oposisi lainnya dikarenakan dua alasan; pertama, kemungkinan besar para penganut paham sekulerisme berada di sekitarnya karena mereka menganggap bahwa partai itu menjadi simbol terakhir dan peninggalan yang masih tersisa dari republik jilid pertama yang didirikan oleh Kemal Ataturk.

Alasan kedua adalah petinggi partai ini telah berubah setelah mantan ketuanya mengundurkan diri pasca skandal yang menghancurkan nama baiknya. Kemudian CHP diawaki oleh Kemal Kilicdaroglu yang terus berupaya keras menjadikan CHP kembali dinamis.

Akan tetapi perannya saat pengambilan suara berubah menjadi lelucon (anekdot) yang dipublikasikan oleh media cetak. Peristiwanya diawali dengan pemimpin CHP ini, selama berpekan-pekan melakukan safari ke wilayah-wilayah menyerukan masyarakat untuk memberikan suara yang menolak usulan pemerintah. Dalam setiap sambutannya, Kemal selalu mengatakan bahwa satu suara bisa membuat hasil yang berbeda. Oleh karena itu, lanjut Kemal, setiap warga tidak selayaknya lari dari kewajibannya.

Namun ketika ia berangkat untuk memberikan suara di hari referendum, ia dikejutkan namanya tidak ada dalam daftar pemilih di daerah pemilihannya. Sehingga ia tidak bisa memberikan suara. Hari berikutnya, koran-koran memuat gambarnya sedang di luar tempat pemungutan suara tengah termenung dan terlihat sedih. Ada yang mengatakan bahwa ia teledor tidak mendaftarkan dirinya sebagai pemilih setelah ia pindah rumah. Sementara yang lain menyebutkan bahwa sikap yang dialami oleh Kemal ini adalah “rekayasa” dari para pendukung pemimpin CHP sebelumnya, Deniz Baykal.

Partai Perdamaian dan Demokrasi (BDP/ Barış ve Demokrasi Partisi) berhaluan Kurdi dinilai sebagai kelompok yang menang (untung) dalam referendum ini karena mereka berhasil mengokohkan jati dirinya di wilayah-wilayah yang dihuni oleh orang Kurdi yang diajak untuk memboikot referendum. Dimana angka menyambut seruan untuk memboikot referendum mencapai 67% di daerah Deyar Bakar. Itu berarti BDP memiliki popularitas yang tidak bisa diremehkan.

Jika kita tambahkan jumlah orang Kurdi di Turki ada sekitar 13 juta, itu berarti di sana ada kekuatan rakyat yang meningkat mengikuti tuntutan Kurdi. Kekuatan tersebut melakukan koordinasi dengan Partai Buruh Kurdistan yang pemimpinnya, Abdullah Ocalan, kini mendekam di penjara di salah satu pulau terpencil. Ini juga berarti isu Kurdi, dengan sendirinya, akan menjadi agenda penting di periode yang akan datang.

(4)

Pentas politik yang terjadi di Turki ini memberikan isyarat pembelajaran yang mengatakan bahwa menjaga popularitas (puncak kemenangan) lebih sulit dari pada menggapainya. Hal itu dikarenakan kemenangan AKP dan pembukaannya di awal fase pendirian Republik Turki jilid II dihadapkan pada kekuatan lawan yang tidak boleh dianggap remeh. Ini membutuhkan tanggung jawab yang cukup besar. Karena partai-partai berhaluan radikal sekuler dan nasionalis terus mengintainya dengan alasan membela eksistensi partai-partai tersebut. Terlebih lagi, pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan asing, Barat dan Israel, juga melakukan hal yang sama, mengintai dan memantau terus. Pengintaian dan pemantauan ini akan menghalangi konsensus nasional yang menjadi tuntutan bagi berdirinya republik jilid kedua berlandaskan pada pondasi yang kokoh.

Konsensus ini menjadi tuntutan untuk mencapai kesepakatan UUD baru yang akan segera dikeluarkan dan tuntutan bagi penyelesaian persoalan Kurdi yang suatu saat akan meledak. Juga menjadi tuntutan bagi pengokohan demokrasi setelah mengeluarkan militer dari pentas politik dan tuntutan untuk melanjutkan reformasi politik yang itu menjadi syarat bagi masuknya Turki ke Uni Eropa. Tuntutan bagi melanjutkan rencana pembangunan dan mewujudkan kestabilan dalam hidup berkeadilan dan dalam kebijakan pendidikan untuk menghapus tudingan-tudingan miring yang terjadi pada masa lalu.

Pintu ini sudah dibuka lebar-lebar untuk memberikan peluang AKP menguasai lembaga-lembaga republik yang baru. Senjata itu memiliki dua ketajaman. Di satu sisi memberikan jalan bagi AKP untuk bisa mengeluarkan republik ini dari hegemoni militer kepada republik yang adil dan membangun. Terlebih-lebih di saat partai-partai yang lain mengalami penurunan drastis.
Di sisi lain, jika AKP menggunakan kekuatannya untuk mensukseskan konsensus nasional akan menyelamatkan AKP dari perangkap dan godaan yang mengganggu. Karena kesuksesan yang sebenarnya adalah milik bangsa dan bukan hanya milik partai semata. Hal ini menjadi persoalan yang dihadapi oleh banyak masyarakat yang tengah menjalankan sistem demokrasi. Walaupun penulis yakin bahwa memperburuk demokrasi itu lebih ringan bahayanya dari pada memalsukannya. Persis seperti orang pincang lebih ringan bahayanya dari pada orang yang lumpuh. Sampai pada pilihan-pilihan malang, bagian kita (baca: umat Islam) selalu yang paling menyesalkan. (MRais/ut/hdn)

Redaktur: Ulis Tofa, Lc

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (20 votes, average: 9.60 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Ini Alasan Turki Beli Sistem Pertahanan dari Rusia

Figure
Organization