dakwatuna.com – Pagi itu udara di Chicago terasa segar. Tidak terlalu dingin. Aku baru tiba di Airport. Pak Rukli ternyata sudah stand by menungguku. Aku sangat senang dengan pertemuan itu. Sore harinya aku menyampaikan pengajian di tengah masyarakat Indonesia di KJRI Chicago. Di tempat itu aku bertemu dengan Pak Iskandar, yang kemudian mempersilahkan aku agar menginap di rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya banyak cerita yang aku dapatkan dari Pak Iskandar. Di antaranya cerita Jin ajaib. Cerita jin sebenarnya sudah sangat masyhur, tetapi aku baru mendengarnya di Chicago.
Memang masalah jin di Indonesia sangat merebak. Sampai-sampai pernah ada buku best seller yang judulnya “Dialog Dengan Jin Muslim”. Belum lagi adanya acara khusus di televisi dengan judul “Tim Pemburu Hantu”. Banyaknya pengobatan dengan cara-cara ruqyah bisa dikatakan popular setelah banyaknya orang-orang yang kesurupan jin. Sampai-sampai ada majalah khusus tadinya bernama Majalah Ghaib tapi kini berubah nama menjadi Majalah Al Iman bil Ghaib. Majalah ini khusus menangani konsultasi yang berkenaan dengan masalah Per-jinan.
Tetapi ternyata masalah jin ini tidak berkembang di tengah masyarakat Islam Indonesia di Amerika. Sepanjang perjalanan mengunjungi mereka tidak ada pertanyaan mengenai masalah Jin. Aku tidak tahu, apakah mereka memang tidak pernah mengalami kesurupan seperti yang akhir-akhir ini banyak di alami masyarakat Indonesia. Sampai-sampai sering terjadi kesurupan massal di kalangan anak sekolah.
Ada saja dengan umat Islam di Indonesia, kok sampai masalah Jin menjadi malapetaka yang tidak saja menggangu stabilitas belajar melainkan lebih dari itu marusak akidah. Acara penampakan, uka-uka, uji nyali dan lain sebagainya bisa dikatakan menjadi ajang bisnis yang tidak pernah kering.
Mengapa cara ber-Islam kita menjadi tidak produktif?
Mengapa permasalah jin yang sebenarnya itu ”dunia” , kok malah kita sibuk-sibuk mengurusnya? Apakah tidak ada acara lain yang lebih menarik dari itu?.
Di Amerika, masyarakat muslim yang sempat aku temui tidak ada yang mempertanyakan masalah itu. Pertanyaan utama yang sangat mereka butuhkan adalah bagaimana menguatkan Iman. Sebab mereka tahu bahwa iman adalah bekal utama untuk menyelamatkan diri dari kungkungan materialisme. Mereka sudah bosan dengan acara-acara hiburan. Mereka benar-benar butuh bimbingan iman secara benar.
Dalam sebuah pengajian pernah ada yang bertanya: Pak Ustadz bagiamana caranya supaya negeri kita menjadi bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)? Mendengar pertanyaan ini, seketika aku langsung ingat dengan kisah Pak Iskandar tentang Jin, yang pernah ia ceritakan kepadaku. Maka aku kisahkan lagi cerita Pak Iskandar sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. Ceritanya begini:
Pernah suatu hari seorang nelayan ketika menarik jaringnya, tiba-tiba ada sebuah botol yang nyangkut. Ketika dibuka botol tersebut, keluarlah jin raksasa. Jin itu merasa bahagia, karena sudah bertahun-tahun ia ingin keluar, tetapi baru saat itu mendapatkan kesempatan. Karena saking gembiranya jin raksasa berkata kepada sang nelayan, agar minta apa saja dan ia akan memenuhinya. Sang nelayan sangat senang dengan tawaran itu. Ia minta diberi kesempatan berpikir, memilih permintaan yang paling penting dan menentukan. Setelah beberapa saat berpikir sang nelayan mengajukan tiga permintaan: Pertama tolong kembalikan kurs dollar ke harga semula menjadi dua ribu lima ratus rupiah.
Kedua, tolong kembalikan semua kekayaan mantan Presiden Suharto ke Indonesia.
Ketiga, tolong hilangkan KKN yang sudah mendarah daging di Indonesia.
Mendengar permintaan tersebut jin raksasa terdiam seribu bahasa. Lalu ia minta agar dimasukkan lagi ke dalam botol lagi. Seraya berkata: “Lebih baik aku berada dalam botol dari pada harus menyelesaikan masalah-masalah tersebut”.
Mendengar cerita itu para hadirin pengajian tertawa. Masing-masing mereka mengambil kesimpulan bahwa masalah-masalah KKN itu bisa dikatakan sudah mendarah daging di negeri kita. Kapankah KKN bisa dihilangkan dari negeri kita tercinta, Indonesia?. Wallahu a’lam bish shawab.
Redaktur:
Beri Nilai: