Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Kita dan Mereka yang Mengungsi, Seperti Anshar dan Muhajirin

Kita dan Mereka yang Mengungsi, Seperti Anshar dan Muhajirin

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (arabworld.nl)
Ilustrasi. (arabworld.nl)

dakwatuna.com – Ada persaudaraan dan persahabatan yang terbentuk hanya untuk mencari keuntungan saja. Bila ada untung, berdekat-dekat. Tapi kalau tidak ada untung, buru-buru menjauh. Namanya rational relationship.

Ada pula persaudaraan dan persahabatan yang terbentuk hanya karena keturunan atau hubungan darah. Bila tergolong keluarga, “Kamu bagian dari kami.” Kalau tidak ada hubungan keluarga, “Kamu bukan bagian dari kami.” Ini disebut emotional relationship.

Ada juga persaudaraan dan persahabatan yang terjalin disebabkan oleh keyakinan kepada Tuhan. Kita semua adalah ciptaan-Nya. Jadi, kita bersuadara. Meskipun kita tidak ada hubungan darah. Pun soal keuntungan, itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk bersaudara. Ini disebut dengan spiritual relationship.

Islam mengajarkan kepada kita, persaudaraan dan persahabatan di tengah-tengah kita haruslah terbentuk seperti yang ketiga. Allah adalah Tuhan kita, Pencipta kita. Dan kita semua adalah hamba-Nya. Kita bersaudara bila kita semua menyimpan keyakinan yang sama kepada-Nya. Walaupun kita awalnya tidak saling kenal.

Lalu, apa yang akan kita lakukan bila saudara kita sedang kesulitan?

Tentu, kita akan berusaha untuk menolongnya. Tidak ada seorang pun yang tidak merasa perih bila melihat saudaranya ditimpa kepedihan. Sebab itu, kalau kita memang bersaudara, kita akan saling menolong.

Baru-baru ini, saudara kita—Muslim Rohingya—telah sampai kepada kita dalam keadaan susah dan sulit. Mereka seperti kaum Muslimin Makkah yang berhijrah menuju Madinah di masa Rasulullah saw dulu. Dan kita, seperti kaum Muslimin Madinah yang menyambut Muhajirin itu.

Dalam momentum ini, kita ingat pada Sa’ad bin Rabi’ yang datang kepada Abdurrahman bin Auf. Ia menawarkan untuk membagi dua segala yang ada padanya untuk Abdurrahman yang datang dari Makkah tanpa membawa apa-apa. Kita ingat juga pada Sa’ad bin Ubadah yang membawa 80 orang Muhajirin ke rumahnya untuk dibantu. Begitu juga dengan kaum Anshar yang lainnya.

Saudaraku, bagaimana dengan kita? Apa yang kita lakukan setelah mendengar kabar tentang mereka di media? Apakah kita hanya merasa prihatin sekilas, lantas mengabaikannya?

Na’udzu billahi min dzalik. Kata Rasulullah, “Siapa yang tidak peduli dengan urusan-urusan orang Muslim, tidaklah ia termasuk bagian dari mereka.”

Mari membantu mereka dengan apa pun yang bisa kita sumbangkan. Itu semua akan dicatat oleh Allah sebagai sedekah. Pahalanya sungguh amat besar. Bukankah sedekah yang paling baik itu adalah sedekah yang diberikan dengan ikhlas kepada orang yang sangat membutuhkannya?

Tidak hanya itu, Rasulullah saw pun mengingatkan, “Allah akan senantiasa membantu seorang hamba, selama ia membantu saudaranya.” (m.rois/dakwatuna)

* Inspirasi Buku “Cahaya Untuk Persahabatan (Quanta; 2015)”

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan USU. Ketua �Al-Fatih Club�. Murid. Penulis. Beberapa karyanya yang sudah diterbitkan; Istimewa di Usia Muda, Beginilah sang Pemenang Meraih Sukses, Cahaya Untuk Persahabatan, dan lain-lain

Lihat Juga

Tujuh Kompleks Pengungsi Sulteng Diresmikan ACT

Figure
Organization