Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Belajar Asyik dengan Role Playing

Belajar Asyik dengan Role Playing

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ydsf.org)
Ilustrasi. (ydsf.org)

dakwatuna.com – Seperti hari-hari sebelumnya, setiap hari Selasa sudah menjadi jadwal saya mengajar di kelas 3. “Assalamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh……” salam pembuka biasa saya ucapkan setelah mereka membaca doa dan tadarus. Balasan salam pun kompak dari mulut mungil mereka “Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh….”. “Apa kabar?”. “Alhamdulillah, luar biasa, yes.. yes.. yes”, jawab mereka. Anak- anak kelas 3 ini selalu semangat menjawab pertanyaan itu. Awal pagi yang indah disambut senyum hangat anak-anak. Mereka kini sudah terbiasa dengan hal-hal menyenangkan di sekolah, belajar tak melulu mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru dari sejak masuk kelas hingga akhir jam pulang sekolah. Melalui tanya kabar, tepuk semangat, lagu, cek konsentrasi siswa-siswa ini mampu mengawali hari untuk belajar dengan penuh kebahagiaan. Karena memang sejatinya proses pendidikan hendaknya memberikan kegembiraan pada hati setiap siswa dan pendidiknya, tidak ada yang merasa terbebani selama proses belajar mengajar berlangsung. Kondisi bahagia merupakan jalan bagi siswa untuk mampu menyerap materi pelajaran dengan baik, karena saat itulah otak reptil terbuka.

Ilmu Pengetahuan Alam, menjadi salah satu mata pelajaran yang saya ajarkan di kelas ini. Mata pelajaran yang selalu bisa dikemas menarik. Ya, meskipun di sekolah ini pembelajaran IPA minim sarana pendukungnya. Tidak ada buku paket untuk setiap siswa, begitupun dengan buku lembar kerja siswanya. Dalam satu kelas ini hanya ada 1 buku LKS saja padahal siswanya berjumlah sebelas. Tapi bukankah keterbatasan tak jadi penghalang untuk terus belajar ? Betul. Satu buku bisa dimanfaatkan untuk semua anggota keluarga satu kelas melalui satu pintu utama yaitu guru.

“Cuaca dan Pengaruhnya Bagi Manusia”, materi pelajaran yang harus saya transferkan kepada siswa. Saatnya belajar dari dan dengan alam. “Ramal, mengapa kamu kipas-kipas ?”. Kepanasan, Bu. Pertanyaan sengaja saya lontarkan untuk mengawali pembelajaran. “Kepanasan karena udara panas atau kamu habis berlari-lari?”. “Dua-duanya, Bu. Udara panas dan kita habis main lari-larian”. Melalui pertanyaan sederhana ini, guru bisa langsung masuk ke materi pelajaran. Guru dapat menjelaskan bahwa udara panas merupakan salah satu jenis cuaca. Selanjutnya, melalui jendela kaca siswa diminta untuk mengamati langit hari ini. “Silakan lihat, apa warna langit hari ini ?”. “Biru….., seru anak-anak”. “Warna awannya?”. Putih, Bu…., mereka berseru lagi. Melalui pengamatan langit dan awan kita dapat mempelajari macam-macam cuaca. Selesai pengamatan kecil, saatnya siswa konsentrasi mendengarkan materi yang disampaikan guru. Pesan saya singkat “Tolong dengarkan apa yang bu guru jelaskan, nanti kalian harus bisa mengulang, siap ?”. “Siap, bu…”. Melalui pertanyaan, “Bagaimana ya, kok tiba-tiba ada awan di langit ? Bagaimana sih bisa terbentuk awan? ”. Beberapa siswa nampak berpikir. Mereka mulai berceloteh, “ada udara bu, asap bu…”, tebakan mereka saling bergantian. Guru menampung jawaban mereka satu per satu. Saatnya guru menjelaskan kepada siswa bagaimana proses terbentuknya awan, dan siswa menyimak dengan seksama. Beberapa di antara mereka nampak mendengarkan, tapi masih ada juga yang asyik dengan dunia mereka sendiri. Semua sengaja saya diamkan terlebih dulu, dan mereka akan tersadar sendiri ketika guru menatap dan perlahan berjalan mendekatinya.

“Kalian sudah pernah membuat display cita- citaku, banyak sekali siswa di kelas ini yang bercita-cita menjadi guru, nah… sekarang saatnya kalian berlatih menjadi guru”. “Haaa….”, teriakan mereka disertai ekspresi keheranan. Saya memang sering membiasakan siswa untuk tampil di depan apa pun bentuknya. Selain untuk mengukur seberapa materi yang sudah diserap siswa, melalui cara ini seorang guru bisa memupuk rasa percaya diri siswanya. “Ya, beberapa orang dari kalian silakan maju, memperagakan sebagai seorang guru. Mengulang apa yang sudah bu guru sampaikan tadi, jelaskan pada teman-teman bagaimana proses terbentuknya awan. Kamu jadi gurunya, dan teman-temanmu adalah muridmu”. Mereka ketawa cekikikan. Sampai hitungan ketiga tak ada siswa yang berani maju untuk memperagakan seorang guru. Terpaksa, saya akhirnya menunjuk satu siswa agar dia berani menjadi model. Apa yang terjadi? Tentu saja siswa yang saya suruh itu maju. Dia, Naimah, mampu menaklukkan rasa takutnya setelah diberi motivasi dan dipastikan tak perlu malu, tak perlu takut salah karena nanti akan dibantu guru apabila kesulitan. Begitulah siswa, terkadang mereka butuh dorongan dari luar untuk berani tampil. Maka ini tugas guru yang selanjutnya. Seorang guru harus mampu membangkitkan motivasi siswanya. Satu siswa selesai memperagakan guru menyampaikan materi terbentuknya awan. Selanjutnya, tak perlu ada tunjukkan dari guru. Siswa sudah mulai percaya diri nampaknya. “Siapa mau maju jadi guru?”. “ Saya, Bu”, Ramal mengangkat tangan cepat. Bergaya seorang guru, Ramal pun menjelaskan terbentuknya awan kepada teman-temannya. Peserta ketiga, Desi. Penuh percaya diri Desi menjelaskan materi pada teman-teman, lancar disertai senyuman. Sungguh saya bangga mempunyai siswa-siswa seperti mereka. “Tepuk tangan yang meriah untuk guru-guru kita, kalian luar biasa. Terima kasih bu Naimah, Pak Ramal, dan Bu Desi”, ucapku membanggakan mereka. Tepukan tangan siswa lainnya pun mengapresiasi mereka bertiga. Sebagai guru tentunya saya senang, semoga ilmu yang diperoleh hari ini diingat dan bermanfaat. Di akhir pembelajaran, saya tanyakan, “Bagaimana perasaan kalian setelah belajar guru-guruan ?”. “Sedap, Bu….”, ucap mereka dengan bahasa Melayu. “Besok saya ya bu yang maju jadi guru”, Jaim antusias.

Belajar apa saja bisa menyenangkan, dan memang harus menyenangkan. Masuki dunia anak, transferkan ilmu yang kita punya. Pastikan mereka menuju dan pulang sekolah dengan suasana hati yang ceria. Apabila ada kata motivasi untuk siswa “Datang untuk belajar, pulang bawa ilmu”, maka sebagai guru transformatif, ada tambahan penting yang harus diusahakan untuk siswanya. Siswa pulang tak hanya membawa ilmu, tapi juga guratan kebahagiaan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Saat ini bergabung dengan divisi pendidikan di Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (SGI-DD) sebagai relawan guru untuk wilayah penempatan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization