dakwatuna.com – Padang. Saat ini, Indonesia berada pada posisi tiga besar dunia sebagai negara penghasil kakao setelah Pantai Gading dan Ghana. Menteri Pertanian RI, Suswono menargetkan tahun 2015, Indonesia akan menjadi negara penghasil kakao terbesar di dunia.
Optimisme itu didasari luas areal penanaman kakao di Indonesia yang terbuka lebar. Sedangkan dua negara lainnya sudah tak memungkinkan. Mentan menyarankan pemerintah daerah melakukan perkuatan kelembagaan di tubuh kelompok tani, sehingga harga kakao di tingkat petani tidak anjlok.
Hal ini disampaikannya saat seminar nasional bertajuk “Pengembangan Agribisnis Kakao di Sumatera Barat” di auditorium Gubernuran Sumbar, Selasa (25/6).
“Kakao salah satu komoditas unggulan. Kita targetkan selama dua tahun lagi dapat menjadi nomor satu. Ini sangat memungkinkan melihat prospek Indonesia yang cukup besar untuk menambah areal tanamanan kakao,” ujarnya.
Ia menyebutkan, kakao termasuk produksi terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Tanaman unggulan ini telah membuka kesempatan kerja yang besar. Saat ini, luas areal tanaman kakao di Indonesia seluas 1, 7 juta hektare. Hampir 94 persen perkebunan kakao dikelola masyarakat. Dari tanaman kakao telah dihasilkan devisa USD 1,34 miliar. Sebanyak 1,6 juta pekerja terlibat dalam perkebunan kakao.
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno mengatakan, luas tanaman kakao di Sumbar mencapai 137.355 ha dengan produksi 69.281 ton/tahun.
Ketua Asosiasi Kakoa Indonesia, Zulhefi Sikumbang optimistis target Indonesia menjadi negara penghasil kakao terbesar di dunia tercapai pada 2015. “Indonesia juga telah muncul sebagai negara penggiling kakao terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Inggris,” ujarnya.
Kucurkan Rp 2 Triliun
Suswono juga mengungkapkan kerusakan irigasi di Indonesia cukup besar, dengan persentase mencapai 52 persen. Total anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan irigasi tersebut sebesar Rp 21 triliun. Pemerintah mengucurkan kompensasi BBM untuk sektor pertanian sebesar Rp 2 triliun. Kompensasi itu tidak diberikan dalam bentuk bantuan langsung, namun perbaikan irigasi dan infrastruktur dasar pertanian.
“Dengan adanya pengurangan subsidi BBM, otomatis anggaran untuk sektor pertanian dapat ditingkatkan. Petani dapat Rp 2 triliun sebagai kompensasi kenaikan BBM,” jelas Suswono.
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Hortikultura Sumbar, Djoni mengatakan belum mendapatkan informasi pasti berapa bantuan yang dikucurkan pusat untuk kompensasi BBM pada sektor pertanian. “Saya belum dapat informasi soal itu. Kami masih menunggu juknis nya. Kami belum dapat berbicara banyak soal itu sekarang,” ujarnya. (pdn/kpks/dakwatuna)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: