Belajar Mencintai Keadilan

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Keadilan merupakan sepotong kata sederhana yang diinginkan semua umat manusia. Sangat mudah untuk diucapkan, tetapi perlu perjuangan panjang untuk menegakkannya. Sehingga wajar, jika keadilan itu harus melekat dalam sosok pemimpin. Dan kita juga sering lupa bahwa, setiap kita adalah pemimpin. Seperti sabda Rasulullah saw, “Setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya.” Dari hadits tersebut, kita mendapatkan sebuah isyarat makna. Bahwa belajar mencintai keadilan merupakan proses yang tak pernah berhenti hingga akhir hayat kehidupan.

Seperti sebuah kisah keteladanan, saat tampuk pemerintahan di Mesir dipegang oleh sayyidina Amr bin ‘Ash. Suatu ketika, di Mesir diadakan perlombaan pacuan kuda. Putra Gubernur bertengkar dengan seorang penonton. Maka, ditamparnya penonton tadi hingga hidungnya berdarah. Maka, ia pun mengadu kepada  pemimpin umum, sayyidina Umar bin Khattab. Mendengar pengaduan yang berbukti itu, beliau memanggil gubernur Mesir serta putranya dengan perjalanan yang tidak kurang dari dua puluh hari dengan naik unta.

Sesampainya di Madinah, penonton itu disuruh membalas kepada putra Gubernur. Dan dimarahinya Gubernur itu serta putranya dengan sabda beliau, “Sampai kapan tuan-tuan memperbudak manusia, sedang mereka itu dilahirkan ibunya sebagai orang merdeka?”

Dari kisah itu, kita dapat mengetahui bahwa Umar bin Khattab sangat menjujung tinggi hakikat keadilan. Maka, manusia biasa seperti kita, yang jauh keberadaannya dari zaman rasul, sahabat , bahkan tabi’in, amat naif jika diklaim semisal Umar, kemudian tak sekalipun memberitakan pernyataan penolakan atas klaim itu.

Allahuma innanas Aluka ‘Ilman Nafi’an, wa Rizqan Thayyiban, wa ‘Amalan Muttaqobalan.

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...