Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Official Dolby Cinema poster for Marvel’s “Avengers: Endgame” SOURCE: MARVEL STUDIOS, DOLBY via Forbes.

dakwatuna.com – Belum lama, dunia digemparkan dengan ditayangkannya film Avengers: End Game hampir di seluruh studio bioskop. Bahkan, tidak sedikit bioskop di Indonesia yang beroperasi selama 24 jam tanpa henti menayangkan film tersebut. Orang-orang berebut tiket pre-sale baik untuk studio kelas premiere atau yang biasa saja. Ada yang menonton bersama keluarga, teman main, pacar, atau sendirian seperti saya. Bukan, bukan karena saya terlalu mengenaskan sebagai seorang jomblo. Lagi pula, sendiri sebelum waktunya pilihan yang saya bisa pertanggungjawabkan. Hahaha. Oke kembali ke topik.

Setiap orang punya alasan masing-masing kenapa mau mengeluarkan uang untuk membeli tiket, kemudian menonton filmnya. Mungkin, banyak dari mereka yang masuk ke dalam studio dengan membawa pertanyaan untuk dijawab. Ada yang sekadar terbawa suasana gegap gempitanya banyak orang menyambut rilisnya film End Game. Ada juga yang berharap para super hero itu mampu memperbaiki suasana hatinya yang sedang runyam. Selesai menonton, setiap orang keluar juga dengan isi pikiran yang berbeda-beda. Ada yang merasa ekspektasinya terhadap film terpenuhi, hingga mengapresiasi End Game dengan nilai 3000/10. Tapi, tidak sedikit juga yang memberikan sudut pandang berbeda terhadap film ini. Mulai dari suasana konflik yang kurang mencapai klimaks, atau peralihan dari satu setting ke setting berikutnya terlalu kasar, dan lain sebagainya. Ya, semua adalah opini dari banyak orang dengan sudut pandang yang berbeda. Namun, satu hal yang disepakati adalah Marvel Cinematic Universe sangat patut diberikan apresiasi setinggi-tingginya untuk seluruh rangkaian kisah super hero fase pertama ini.

Secara pribadi, 3 jam dalam hidup saya terasa sangat bermanfaat ketika dihabiskan untuk menikmati film ini. Sebagai satu dari jutaan manusia yang mengikuti seluruh rangkaian cerita Avengers, saya (berusaha) ikhlas dengan akhir cerita yang begitu tidak disangka-sangka. Terlepas dari beragam pendapat terkait alur, setting, penokohan, dan unsur intrinsik lainnya, saya lebih senang merefleksikan End Game kepada hal yang sangat dekat dengan kehidupan saya saat ini. Dakwah.

Ketika pergi ke bioskop di hari kedua penayangan End Game, perasaan hati dan pikiran saya dalam kondisi tidak baik. Saya lelah berada di keramaian, menggunakan alasan “butuh me time” untuk menghindari berinteraksi dengan orang lain, bahkan merasa ingin berhenti dari segala amanah karena merasa tidak akan mampu menyelesaikan semua dengan baik. Beberapa kali kembali terbayang segala mimpi dan targetan saya di tahun 2019 yang harus ditunda. Namun, selesai menonton, saya rasa End Game baru saja “menceramahi” saya. Banyak adegan dan konflik dalam End Game yang kental dengan nilai-nilai dalam dakwah Islamiyah.

Setelah mengetahui semua batu sudah dihancurkan, Avengers memilih untuk melanjutkan hidup masing-masing. Namun, tidak bisa dibohongi, kondisi sosial sangat tidak baik. Tindak kriminal terjadi dimana-mana, roda ekonomi banyak terhenti, bahkan pasokan pangan semakin menipis. Beberapa berhasil dengan hidup barunya, kebanyakan lainnya tidak.

Sampai akhirnya, kemunculan Ant-man membawa sedikit harapan untuk keluar dari segala permasalahan yang tentu saja dengan segala konsekuensinya. Iron man, yang sudah menjalani hidup barunya, diundang untuk bergabung. Responsnya? Awalnya memang menolak. Tapi nyatanya, hati dan pikirannya tidak pernah tenang memikirkan teman-teman dan manusia lainnya di luar sana. Akhirnya, ia bergabung. Padahal, Iron Man sudah cukup banyak merasakan sakit selama bergabung dalam perjuangan Avengers. Lantas, ketika ia sudah memiliki hidup dan keluarga yang bahagia dengan hari-hari yang damai, bukankah amat mudah mempertahankan keputusan untuk tidak lagi berjuang bersama Avengers? Ternyata, kasusnya tidak seperti itu ketika sudah terkait umat manusia bagi seorang super hero. Keberadaan mereka untuk melindungi, mengurusi banyak hal untuk kebaikan banyak orang.

Begitu pula kita sebagai manusia dengan amanah sebagai khalifah di muka bumi. Tidak jarang kita dijumpai kondisi ketika kita “diminta” untuk mengambil peran. Padahal, saat itu kita sedang dalam kondisi nyaman dengan segala pencapaian. Ada banyak mimpi yang akan segera diwujudkan. Sudah banyak kesempatan lain, yang menjamin diri kita berkembang, menunggu untuk kita ambil. Tetapi, hakikatnya, berdakwah atau menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik adalah amanah yang sudah ada pada diri setiap muslim sejak awal. Maka, diperlukan kelapangan hati untuk akhirnya menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya, apa pun risikonya. Meninggalkan kehidupan yang nyaman, merasa sakit fisik dan lelah pikiran, terpakai hartanya, dan “tidak enak” lainnya. Tapi, janji Allah untuk siapa pun yang berjuang di jalan-Nya jauh lebih indah bukan? Sikap Iron Man merepresentasikan respons ideal dari seorang pejuang dakwah. Dirinya ada untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan umat. Maka, sepatutnya pejuang dakwah ketika ia dibutuhkan umat, diharuskan maju, ia maju. begitu pula ketika instruksinya adalah mundur, ia harus mundur.

Pengorbanan Natasha yang rela menukarkan nyawanya demi batu jiwa juga begitu mengharukan. Niatnya adalah untuk menyelamatkan dunia, menyelamatkan umat manusia dari kekacauan yang dibuat Thanos. Lagi-lagi kepentingan umat. Jika memang seorang da’i harus mati dalam membela umat dan menegakkan Islam, maka insya Allah kepergiannya adalah syahid yang berbalas surga. Tidak ada ketakutan, hanya ada keyakinan bahwa apa yang ia lakukan bermanfaat, bernilai kebaikan untuk umat Islam dan kejayaan Islam itu sendiri.

Avengers terdiri dari banyak super hero dengan kekuatan yang juga beragam. Begitu pula dakwah yang diperjuangkan oleh banyak orang dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, keberagaman itu justru hanya menambah kekuatan. Saling melengkapi dan saling menguatkan dalam setiap proses hingga Islam kembali meraih kemenangannya. Bentuk perjuangan dalam dakwah tidak melulu perang seperti yang terjadi dalam film End Game. Namun, lika-liku nya sedikit banyak digambarkan dalam film tersebut. Upaya kita dalam berdakwah memang sering kali tidak menghasilkan apa-apa, rasanya seperti kalah dalam peperangan, sering dihinggapi lelah bahkan sakit. Tidak masalah mengambil waktu sejenak untuk beristirahat, mengatur ulang strategi. Tetapi jangan lupa untuk bangkit, bangkit, dan bangkit kembali. Karena, kemenangan yang Allah janjikan adalah hal yang pasti dan Ia tidak pernah main-main dengan janji-Nya.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip dialog Pepper, istri Tony Stark (Iron Man) di malam ketika Iron Man memutuskan untuk berjuang kembali bersama Avengers. “Kau bisa tidur, tapi kau tidak bisa beristirahat” (dengan tenang karena umat masih membutuhkan). Semoga Allah senantiasa menguatkan pundak, langkah, hati, dan pikiran orang-orang yang memilih bergabung di jalan cinta para pejuang. (dakwatuna/hdn)

Mahasiswa Biologi Universitas Indonesia
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...