Peneliti: Cara Perang Kita Mesti Berkelas, Berdasarkan Ilmu Bukan Emosi

Kuliah perdana Sekolah Pemikiran Islam Indonesia Tanpa JIL (SPI ITJ), Kamis (5/3/15). (Nur

dakwatuna.com – Jakarta.  Kuliah perdana Sekolah Pemikiran Islam Indonesia Tanpa JIL (SPI ITJ) sukses digelar di Ruang Diskusi Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Jakarta, Kamis (5/3/2015).

Mengangkat tema Ghazwul Fikri (perang pemikiran, red), pembicara yang juga peneliti INSISTS, Akmal Sjafril, mengajak peserta SPI menelaah makna dan urgensi perang pemikiran, metode, serta cara menghadapi perang pemikiran.

“Kita mesti berperang dengan cara berkelas. Setiap tindak tanduk kita harus berlandaskan ilmu, bukan emosi semata,” kata Akmal Sjaril.

Oleh karena itu, lanjut Akmal, resep perang ala Sun Tzu patut kita perhatikan.

“Mengenal diri sendiri, mengenal lawan, dan mengenal medan perang. Demikian Sun Tzu bertutur tentang strategi perang. Tak hanya perang fisik, rumus itu pun berlaku pada perang pemikiran,” lanjut jebolan S2 Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor.

Selanjutnya, Akmal juga menjelaskan metode ghazwul fikri meliputi tasykik, tasywih, tadzwib, dan taghrib.

Di akhir materi kuliah, penulis buku “Islam Liberal 101” meyampaikan tiga kesimpulan.

“Kesimpulannya ada tiga. Pertama, ghazwul fikri adalah fenomena yang sudah ada sejak zaman dahulu. Kedua, pihak berkepentingan yang ingin menghancurkan Islam saling bekerja sama. Ketiga, ghazwul fikri hanya bisa dimenangkan dengan ilmu,” pungkasnya.

Satu dari 43 peserta yang hadir sempat menyampaikan respons positifnya terkait kuliah perdana tersebut.

It’s very inspiring. Sangat memotivasi saya untuk lebih bersemangat lagi dalam berperang melawan musuh-musuh umat Islam, meninggalkan adopsi kebarat-baratan, serta berjihad di jalan-Nya,” ujar Ismi Ayu Murti yang juga mahasiswi LPKTEI Bekasi.  (Nur Afilin/sbb/dakwatuna)

 

Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...