Aktivis Uighur: Cina Berupaya Hapus Uighur dan Warisan Budayanya

Seorang Muslimah Uighur menghadapi pasukan keamanan bersenjata Cina (REUTERS/David Gray)
dakwatuna.com – Ankara. Bayangkan bagaimana jadinya ketika sepasukan tentara memasuki rumah Anda, menangkap orang-orang tercinta, mengambil anak-anak terkasih, dan membawa mereka ke sebuah kamp konsentrasi. Demikian sebagaimana disampaikan Turghunjan, 44 tahun, kepada aktivis Uighur, Rukiye Turdush.

Turghunjan memiliki bisnis perhiasan dan selama empat tahun terakhir ia secara teratur selalu bepergian Cina-Turki. Dalam salah satu perjalanannya di pertengahan 2017 lalu, salah satu anggota keluarganya ditangkap tanpa kejelasan, dan rekening banknya dibekukan.

“Aku tidak akan rugi karena mereka menangkap istriku tanpa alasan apapun, dan aku juga tidak tahu dimana dua bayi kembar dan anak laki-lakiku berada,” katanya “Kami hanya ingin perdamaian, keamanan, demokrasi, dan kebebasan. Orang sepertiku – yang tinggal di luar Cina dan kehilangan keluarga – memberikan pengorbanan luar biasa untuk pengorbanan.”

Kepada Turdush, ia jatuh dan menangis saat menceritakan kisahnya. Ia menjadi satu dari sekian banyak keluarga yang dirusak oleh penindasan yang terus dilakukan oleh Beijing di Xinjiang.

Pada bulan Agustus, Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial merilis laporan yang mengatakan bahwa sekitar satu juta orang Uighur ditahan di pusat “kontraterorisme” di Cina. Selain itu, sekitar dua juta orang juga dipaksa masuk ke “kamp pendidikan ulang untuk politik dan indoktrinasi budaya “.

Pemerintah Cina dengan tegas membantah tuduhan-tuduhan ini dan menolak laporan tersebut. Namun, hanya butuh waktu dua bulan saja bagi mereka untuk kemudian mengakui adanya kamp-kamp terseut.
Mereka mengubah perundangan lokal di Xinjiang, agar kamp-kamp pendidikan ulang dapat juga menerapkan “pendidikan ideologi anti-ekstremis”.

Menurut laporan PBB tersebut, para tahanan di kamp-kamp itu dipaksa belajar bahasa Mandarin, membacakan pujian kepada Partai Komunis Cina (PKC), menghafal aturan dan membimbing perilaku “yang benar”, hidup dalam kondisi yang keras serta mengalami pelecehan psikologis dan fisik.

Hal ini merupakan metode baru dari kebijakan yang diadopsi pemerintah Cina dengan dorongan dari PKC. Dominasi etnis Han – kelompok etnis terbesar di Cina – telah ditorehkan ke dalam tulisan-tulisan Mao Zedong, bapak pendiri Republik Rakyat Tiongkok, dan dipraktekkan dalam berbagai bentuk selama tujuh dekade terakhir.

Sebagai bagian dari praktik-praktik ini, pemerintah Cina secara sistematis berusaha menghapus budaya dan etnis Uighur di Xinjiang. Selain dari “kamp pendidikan ulang” untuk orang dewasa, ada juga kamp dan sekolah untuk anak-anak Uighur di mana mereka terputus dari keluarga, bahasa, agama dan budaya asli mereka.

Media pemerintah China secara teratur menyebarkan foto dan artikel berita yang menggambarkan anak-anak Uighur berpakaian seperti Han Cina, belajar bahasa Mandarin dan belajar tentang budaya Han.
Setidaknya, ada tiga isu utama yang dijadikan dasar bagi pemerintah Cina untuk melegalisasi seluruh tindakannya itu, yaitu ekstremisme, terorisme dan separatisme. (whc/dakwatuna)

Diadaptasi dari:
China is trying to erase the Uighurs and their culture
Oleh Rukiye Turdush, aktivis Uighur dan mantan presideni Masyarakat Uighur di Kanada.

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...