Gadis Palestina Berusia 15 Tahun Ini Bercerita Tentang Penjara Hasharon Israel

Malak al-Ghalith, gadis Palestina berusia 15 tahun. (Aljazeera)
dakwatuna.com – Ramallah. Hari-hari sulit di dalam tahanan Israel kembali terbayang di benak gadis Palestina, Malak al-Ghalith. Ia berasal dari Kamp Jalazone, dekat kota Ramallah, dan menghabiskan 8 bulan di dalam penjara Israel tahun lalu.

Malak teringat bagaimana ia harus dibawa ke pengadilan sebanyak empat kali selama bulan Ramadhan. Bahkan, ia harus diadili pada malam Idul Fitri.

Malak dibebaskan dari penjara pada Desember tahun lalu. Ia ditangkap, ditahan dan diadili dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap pasukan Israel, tepat satu tahun lalu.

Malak yang kini berusia 15 tahun, mengisahkan detik-detik penangkapannya. Saat itu ia sedang diserang pasukan Israel dengan menyemprotkan gas lada yang mencekik. Posisinya beberapa meter dari pasukan Zionis tersebut, dan tak satupun dari mereka yang terluka.

Setelah ditangkap, gadis itu kemudian dibawa ke kamp investigasi Pasukan Keamanan Israel (IDF). Di sana, Malak mendapat penghinaan dari siang hingga pukul 11 malam. Lengkap dengan borgol di kedua tangannya.

Para penyidik mengancam akan menjatuhi hukuman terberat, kenangnya. Malak dituduh memiliki pisau dan mencoba membunuh prajurit. Sebuah tuduhan yang langsung ia bantah, namun sia-sia. Bahkan keluarganya pun dilarang untuk menemuinya setelah itu.

Setelah itu, Malak dipindahkan ke dalam Penjara Hasharon. Hasharon merupakan sebuah penjara Israel yang dikhususkan bagi tahanan wanita Palestina. Ia terletak di jalan arah ke kota Haifa.

Saat tiba di Hasharon, ternyata tempat yang dikhususkan untuk anak penuh. Malak kemudian dipindahkan ke bagian lain. Di sana banyak sekali tahanan wanita yang dijebloskan dengan luka tembak pasukan Israel.

Malak bertemu dengan Ablah al-Adm, tahanan yang terluka di bagian kepala dan kehilangan salah satu bola matanya. Ada pula Esraa al-Jabbais, ia mengalami luka bakar hebat yang menghilangkan tangannya.

Hari-hari Sulit

Seiring dengan datangnya bulan Ramadhan tahun ini, Malak kembali mengenang bagaimana 60 tahanan wanita Palestina menjalani hari-hari puasa yang sangat berat. Di antara mereka ada anak-anak di bawah umur, serta ibu-ibu.

Di dalam penjara, para tahanan mengetahui datangnya bulan Ramadhan melalui radio. Pada malam pertama Ramadhan, para ibu mengenang anak-anak mereka, dan anak-anak mengenang orang tua dan keluarga mereka. Pada malam itulah Malak melalui satu pekan masa tahanannya tanpa berkomunikasi dengan keluarga sekalipun.

Makanan di bulan Ramadhan berbeda-beda, kenang Malak. Bagi tahanan diberikan satu potong ayam dalam satu pekan sekali. Di antara tahanan ada yang membeli daging beku di toko dalam penjara, dengan uang sendiri.

Kata Malak, makanan yang disediakan harus dimasak kembali agar dapat dimakan. Hal ini karena kebersihan dan pelayanannya yang sangat buruk.

Selama hari-hari puasa, mereka dikeluarkan selama tiga kali untuk dihitung, dan sekali untuk pemeriksaan kamar. Para tahanan juga diberi waktu beberapa jam untuk keluar ke halaman penjara. Tahun lalu para tahanan wanita itu memberi ancaman jika tidak diberi waktu bebas setengah jam sebelum maghrib, tutur Malak.

Setelah itu, barulah para tahanan diberi waktu untuk berkumpul guna membaca Al-Quran, atau berdoa bersama, serta bermain dan hiburan untuk tahanan di bawah umur. Sebelum maghrib, kamar-kamar saling bertukar makanan satu sama lain. Setelah berbuka, para tahanan kembali dihitung.

Dengan masuknya bulan Ramadhan, Malak dan tahanan lain tetap tidak diperbolehkan dikunjungi keluarga. Waktu bertemu hanya ada saat keberangkatan ke pengadilan saja. Baru setelah tiga bulan ditahan, keluarga Malak diizinkan untuk berkunjung. (whc/dakwatuna)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...