Indonesia Tanpa JIL Gelar Seminar Nasional Menggugat Sekularisme

Seminar Nasional bertema “Menggugat Gugatan Kaum Sekuler” dengan Pembicara Ustadz Akmal Sjafril, M.Pd.I di Ruang Auditorium Masjid Darun Najah IAIN Purwokerto, Rabu (18/11/15). (AK Najakh/ITJ)

dakwatuna – Jakarta. #IndonesiaTanpaJIL chapter Purwokerto bekerjasama dengan PIQSI dan KSIK IAIN Purwokerto serta UKKI Unsoed mengadakan  Seminar Nasional  bertemakan “Menggugat Gugatan Kaum Sekuler” dengan Pembicara Ustadz Akmal Sjafril, M.Pd.I pada tanggal 18 November 2015 di Ruang Auditorium Masjid Darun Najah IAIN Purwokerto. Seminar ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum di wilayah Purwokerto dan sekitarnya.

Dalam sambutannya Saeful Anwar selaku ketua panitia kegiatan tersebut menyebutkan bahwa Seminar Nasional yang bertema Menggugat Gugatan Kaum Sekuler ini merupakan Sebuah pertanggungjawaban dari panitia untuk menghadirkan anti-tesa dari  Seminar Nasional yang telah diadakan pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan pembicara Ulil Abshar Abdala yang membahas tentang “Menggugat Hukum Langit di Bumi”. Dari pihak panitia mempersilahkan para peserta untuk memilih pendapat mana yang akan dipilih, apakah sepakat dengan pendapat dari pihak Jaringan Islam Liberal (JIL) atau dari pihak #IndonesiaTanpaJIL.

Seminar ini juga dibuka oleh Luthfi selaku Ketua DEMA IAIN Purwokerto yang menyampaikan kepeduliannya terhadap kondisi saudara kita umat Islam di wilayah Timur Tengah, khususnya di Negara Suriah, Iraq dan Mesir yang saat ini terjadi peperangan dan kekacauan politik di sana. Luthfi dalam sambutannya mengajak para peserta seminar untuk mendoakan saudara-saudara kita umat Islam dimanapun berada khususnya di Suriah, Iraq dan Mesir yang saat ini sedang mengalami musibah.

Seminar Nasional bertemakan “Menggugat Gugatan Kaum Sekuler” ini dibawakan oleh Ustadz Akmal Sjafril, M.Pd.I  dimulai dengan pembahasan Tiga Komponen Sekulerisasi, yang pertama Disenchantment of nature yaitu kekacauan dalam memahami alam semesta yang sebenarnya adalah ciptaan Tuhan. Disenchantment of nature ini adalah suatu paham dimana segala sesuatu yang ada di alam semesta ini hanya berhubungan dengan penginderaan manusia dan memisahkan dengan aspek metafisik. Misalkan, janin dalam tubuh seorang perempuan adalah ‘Hak Tubuh’ sehingga mereka yang terkena paham ini akan dengan mudahnya membunuh janinnya dengan melakukan aborsi. Padahal dalam Islam, janin dan anak adalah amanah yang harus dijaga sehingga terjaga berkembangnya populasi manusia di bumi ini. Disorientasi seksual juga termasuk dalam paham ini, karena manusia dibebaskan untuk memilih orientasi seksualnya sesuai keinginannya sendiri. Pada awalnya, orang yang mempunyai orientasi seksual yang suka dengan sesama jenis dikenal dengan Sodomite (kaum Sodom umat Nabi Luth AS), kemudian berganti istilah dengan Homoseksual. Seakan-akan istilah Homoseksual ini adalah istilah yang lebih halus daripada sodomite. Kemudian beberapa dekade terkahir istilah homoseksual tersebut berganti nama dengan dengan istilah ‘gay’ yang diambil dari Bahasa Inggris yang artinya gembira.

Yang kedua adalah Desacralization of politics yaitu memisahkan agama dengan urusan sosial-politik. Misalkan, tentang peraturan atau undang-undang negara yang semakin jauh dari agama Islam. Politik dipisahkan dengan agama. Ketika agama (khususnya Islam) masuk ke dalam ranah politik dan hukum negara, kemudian dianggap sebagai suatu hal yang intoleran dengan mengganggap agama akan mengekang kebebasan masyarakat dalam menjalankan kehidupannya.

Dan yang terakhir Deconsecration of values yaitu membebaskan manusia dari nilai-nilai, tidak ada nilai kebenaran mutlak, nilai-nilai kebenaran menjadi relatif. Sehingga bagi seorang penganut Sekularisme seringkali berpendapat “Semua agama itu benar, karena kebenaran itu bersifat relatif”. Orang-orang yang menganut sekularisme biasanya sering memutar balikkan fakta dan kebenaran. Mengubah arti objektivitas dengan subjektivitas sesuai dengan kepentingannya sendiri.

Penyampaian materi dilanjutkan dengan pemaparan “Mengapa Barat Memilih Sekularisme?”. Ada tiga hal yang menyebabkan Barat memilih Sekularisme, yang pertama karena problem sejarah Kristen. Sejarah Kristen di Eropa sarat kekerasan, dan kekerasan itu diinstruksikan oleh Gereja. Kekerasan Kristen di Eropa tersebut terjadi pada masa ‘Dark Ages’. Pada masa ‘Dark Ages’ tersebut, Eropa yang dikuasai oleh Romawi mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan dengan otoritas gereja yang mengekang. Masyarakat Eropa pada masa ‘Dark Ages’  akan disiksa oleh lembaga yang disebut dengan Inkuisisi ketika tidak patuh dengan instruksi dari otoritas Gereja. Kemudian Banyak penyimpangan dilakukan oleh pemuka agamanya. Paus sebagai pemegang kebijakan tertinggi otoritas Gereja tidak jarang yang melakukan penyimpangan. Tidak sedikit Paus yang melakukan penyimpangan seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual.

Yang kedua adalah problem Teks Bibel, Ayat-ayat dalam Bibel saling bertentangan, Bibel tidak mengajarkan moralitas yang baik, Bibel bertentangan dengan sains. Hal ini yang kemudan mengakibatkan kekacauan dalam menerjemahkan kitab yang seharusnya menjadi pedoman hidup mereka. Dan yang ketiga adalah problem Teologis Kristen. Konsep Trinitas dan aspek-aspek teologis lainnya amat sulit untuk dipahami dengan akal sehat. Dalam Kristen, kita dikenalkan dengan adanya Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus. Hal ini sama saja seperti menyamakan Tuhan dengan manusia sebagai Makhluk. Selain itu, aspek-aspek teologis dalam agama Kristen dilahirkan melalui hasil kesepakatan. Tidak heran ketika dalam kurun waktu tertentu Bible mengalami perubahan demi perubahan sesuai dengan kepentingan otoritas yang menguasainya.

Sekularisme menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam. Sekularisme yang merasuk ke dalam tubuh umat Islam mengakibatkan adanya Corruption of Knowledge (Kerusakan Ilmu Pengetahuan), Deislamization, Confusion (Kekacauan) dan Loss of Adab (Hilangnya Adab). Hal ini yang harus diwaspadai oleh umat Islam. Jangan sampai sekularisme ini merusak tatanan peradaban yang sudah ada yang mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai dan ajaran agama Islam.

Pada sesi tanya jawab, dengan moderator yang membebaskan para peserta untuk bertanya diskusi berjalan sangat menarik. Beberapa peserta mempertanyakan tentang perbedaan pernyataan JIL yang disampaikan oleh Ulil sebagai representasinya di seminar sebelumnya dengan kenyataan atau realita tentang JIL di website dan sosial media yang dikemukakan oleh Ustadz Akmal. Mengapa Ulil pada seminar sebelumnya menyampaikan pendapatnya dengan halus dan sopan, akan tetapi Ulil mempunyai ‘sisi lain’ yang bisa dilihat melalui tulisan-tulisannya di website resmi JIL (IslamLiberal.com), blog pribadinya dan sosial media dengan penyampaian bahasa yang buruk, kasar dan cenderung mengintimidasi? Realita seperti ini memang harus kita waspadai dikarenakan watak para penggiat JIL yang sering memutarbalikkan fakta. Para penggiat JIL seringkali menggunakan pendapat-pendapat yang sejalan dengan kepentingan mereka yang sering menjauhkan umat Islam dari ajaran dan nilai-nilai Islam.  (AK Najakh/sbb/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 24/11/15 | 11:44 11:44

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...