MUI: Istilah Sapi Berjanggut Langgar Etika

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan. (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

dakwatuna.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap penggunaan istilah Sapi Berjanggut dalam kasus korupsi yang menimpa mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, terlalu berlebihan dan melanggar etika.

“Inikan politik. Kalau dari segi agama tentu dilarang, tidak boleh dengan kata-kata yang menyakitkan hati,” ujar Ketua MUI Amidhan kepada INILAH.COM, Senin (4/2/2013).

Sebagaimana diberitakan, salah satu media memakai istilah “Sapi Berjanggut” dalam kasus dugaan suap impor daging sapi yang menyeret Luthfi. Sebagian kalangan menyayangkan penggunaan istilah tersebut.

Amidhan menjelaskan, dalam dunia politik memang sinisme terutama terhadap partai yang berlatar Islam seperti PKS akan selalu ada. Bahkan, sinisme semacam ini sudah mendunia.

Menurutnya, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga hampir di seluruh dunia. Penggunaan istilah Sapi Berjanggut termasuk salah satu cara menyudutkan partai Islam. Sebab, berjanggut dalam Islam adalah sunnah.

“Di dunia ini, musuh-musuh Islam selalu menyudutkan agama dan nabinya,” kata Amidhan.

MUI tidak bisa mempersoalkan lebih jauh. Jika dipersoalkan maka akan membuat kegaduhan dan seolah-olah dianggap ada keberpihakan. “Biar oknum itu yang berdosa, kita anggap saja sebagai tantangan,” ujarnya. [rok/inilahdotcom]

Konten ini telah dimodifikasi pada 10/02/13 | 22:14 22:14

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...