Pulang mengaji tak selalu aku kembali ke rumah, terkadang aku juga menemani nenek (ibu ayahku) di rumahnya yang besar dan seram menurutku. Nenek tinggal sendiri, dulunya sih beliau adalah wanita tangguh namun semenjak jatuh di sungai beliau mulai lumpuh tapi tetap masih mandiri. Di rumah nenek tidak ada listrik, meskipun semua tetangga beliau sudah punya berbagai rupa barang elektronik, di sini tetap suram. Hanya ada satu lampu minyak dari botol bekas M150, dan hanya akan menyala sebelum beliau mengantuk saja. Kalau ku pinta nenek untuk pake listrik jawaban beliau “itu dari lampu tetangga juga terang ke sini”. Oalah nenekku itu terlalu hemat atau terlalu pelit. Kalau ingin menonton televisi aku harus melanglang buana ke rumah tetangga, kecuali hari sabtu. Aku tidak diizinkan nenek untuk ke rumah tetangga dengan alasan warga pada pulang dari pasar, banyak makanan. Padahal aku kan juga gak akan minta, tapi ya sudahlah apapun kata nenek aku ikutin aja.
Baca selengkapnya »Menyusuri Lika Liku Cinta (Bagian ke-1)
Ayahku adalah seorang petani sekaligus penjual kopi bubuk racikannya sendiri di kampung dan ibuku adalah salah seorang pelanggannya. Cerita bermula dari pelanggan yang seakan kena sihir cinta dari sang penjual kopi yang sejatinya adalah duda beranak empat. Entah apa yang terjadi hingga ibuku tak lagi bisa menghapus bayang-bayang si penjual kopi dari ingatannya. Sehari saja tak bersua maka siap-siap pusing mendera. Singkat cerita ibu pun meninggalkan kekasihnya yang hampir seusia untuk membina rumah tangga bersama sang penjual kopi. Meskipun tak sedikit keluarga yang menentang pernikahan itu tapi sihir cinta si penjual kopi itu ternyata jauh lebih kuat dari semuanya.
Baca selengkapnya »Siaga Banjir Jakarta, Mat Peci Susur dan Bebersih Ciliwung
Kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 50 anggota komunitas Masyarakat Peduli Ciliwung (Mat PeCi) yang tergabung dengan PRB API tim rescue PKPU Pusat ini dalam rangka siaga banjir Jakarta.
Baca selengkapnya »