Amerika

Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar, Syaikh Muhammad bin Abdulrahman Al Tsani, menyebut yang terjadi di Suriah tujuh tahun terakhir adalah kejahatan perang. Menurutnya Bashar Assad lah yang harus bertanggung jawab.

Amerika Serikat menyebut serangan ke Suriah bisa dilakukan kapan saja. Moskow menyatakan, pihaknya terus berkomunikasi dengan Washington untuk menghindari konfrontasi langsung. Sementara Istanbul menegaskan, tidak ada yang punya hak memuntahkan peluru di kawasan Mediterania maupun Suriah.

Sesaat setelah tim Turki dinyatakan menang, Presiden Recep Tayyip Erdogan segera menghubungi mereka dan mengucapkan selamat. Sementara Indonesia berhasil meraih juara sebagai tim dan pembicara non-Arab terbaik.

Saat berbicara dengan Raja Salman, kata salah seorang sumber, nada bicara Trump terdengar sangat tinggi. Trump juga memberi waktu tiga pekan kepada Raja Salman untuk mengakhiri krisis Teluk. Namun tidak ada penjelasan soal jawaban Raja Salman.

Isu Suriah tak luput dari pembicaraan kedua pemimpin negara tersebut. Bahkan Syaikh Tamim menyebut Presiden Suriah Bashar Assad adalah penjahat perang. “Kawasan tidak akan menerima dan membiarkan seorang penjahat perang yang telah membunuh setengah juta anak bangsanya,’ kata Syaikh Tamim.

Dalam pertemuan di salah satu ruang Gedung Putih itu, Syaikh Tamim juga terekam membantah pernyataan Trump. Satu hal yang dinilai langka dilakukan terhadap presiden negara adikuasa tersebut.

Lebih lanjut, Trump memuji Emir Qatar yang senantiasa berupaya menjaga keutuhan kawasan Teluk. Selain itu, Trump mengaku telah berteman lama dengan Emir bahkan sebelum ia terjun ke dunia politik.

AS disebut-sebut akan menggelar Konferensi Teluk-Amerika pada bulan ini. Arab Saudi dan UEA menganggap konferensi tersebut bertujuan untuk menyelesaikan krisis. Hal ini yang membuat dua negara itu menolak hadir.

Menurut Trump, pihaknya tidak bisa membiarkan kekejaman seperti itu terjadi di Suriah. Presiden AS itu menegaskan, serangan kimia di Douma akan dibalas dengan keras.

Lebih lanjut Kavakçı Kan juga mengkritisi framing media-media mainstream. Menurutnya, jika pelaku sebuah kekerasan berkulit putih maka disebut mengalami gangguan kejiwaan.