Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (griyapernikahan.com)

dakwatuna.com – Ada perbedaan mendasar antara orang yang “mau” dan “siap” menikah. Siswa yang masih duduk di bangku SMA pun mau menikah, tapi pasti dia belum siap.

Dikatakan belum siap, tidak selalu karena faktor usia. Banyak orang yang sudah cukup usia, dianggap siap menikah, nyatanya tidak demikian.

Karena menikah adalah hal sakral, yang dibutuhkan bukan hanya kesiapan fisik, tapi juga psikis. Bukan semata-mata usia yang matang, tapi juga cara berpikir yang mumpuni.

Menikah mengantarkan kita ke dunia yang baru. Bahagia atau menderita, kita yang tentukan sejak awal. Fenomena hijrah saat ini seolah lekat pula dengan fenomena menikah muda. Tak ada yang salah jika menikah muda, asalkan dengan penuh persiapan.

Bedakan segera menikah dengan buru-buru menikah ya, Ukhti! Inilah yang sebaiknya dilakukan para muslimah, ketika ia berniat menikah.

1. Memilih Pasangan yang Tepat

Perempuan yang sempurna adalah untuk laki-laki yang sempurna. Dan keduanya tidak ada di dunia ini, maka berhentilah mencari yang sempurna.

Istilah “jodoh biasanya mirip” lebih sering kita temukan dalam hal sifat, baru kemudian kemiripan fisik menyusul karena seringnya berinteraksi. Jadi, bukan perempuan sempurna untuk laki-laki sempurna, tapi perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik.

Pasangan yang tepat bukan yang dapat memenuhi kebutuhan finansial, tapi dapat menutupi kekurangan kita. Disebut pasangan, karena yang satu dan lainnya sama-sama kurang, sehingga dipasangkan agar menjadi utuh.

Pasangan yang tepat diukur secara subjektif, tergantung kebutuhan kita dalam hal yang luas. Misalnya, seorang muslimah akan memilih pasangan yang ibadah dan adabnya baik.

Bagaimana dengan pendidikan, pekerjaan, dan keadaan fisiknya? Biasanya hal tersebut secara tidak langsung telah terpola sejak awal. Ia terbentuk dari pergaulan.

Tanpa disadari, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan bergaul dengan yang selevel dengannya. Orang dengan pekerjaan tertentu akan banyak berinteraksi dengan mitra tertentu.

Perempuan yang “lebih menarik” otomatis lebih banyak didekati laki-laki yang cukup baik fisiknya. Umumnya seperti itu, meski ada beberapa pengecualian.

Yang paling penting, seorang muslimah sejak awal wajib berniat memilihkan ayah yang baik untuk anak-anaknya kelak. Sehingga ia tidak hanya memikirkan kebutuhan jangka pendek, tapi juga yang akan datang. Tidak berniat mencoba-coba, tapi sungguh-sungguh menikah untuk selamanya.

2. Membaca buku

Inilah hal yang sering terlewatkan. Kebanyakan kita dalam menyiapkan pernikahan lebih fokus pada pesta akad dan resepsi.

Seragam, katering, dan undangan, adalah hal teknis. Ada EO yang bisa dipesan, atau minimal panitia dari keluarga besar.

Biaya yang seharusnya pertama kali dikeluarkan adalah anggaran membeli buku. Hal ini dapat dilakukan secara maraton, bahkan sebelum menemukan calon pasangan. Bisa dikatakan, memantaskan diri, sekaligus menyugesti agar jodoh datang lebih cepat—tentunya disertai doa dan usaha.

Catat baik-baik, buku wajib untuk calon pengantin adalah buku psikologi laki-laki dan perempuan, buku pernikahan, buku kehamilan, dan buku perkembangan anak.

Sangat disarankan berupa buku cetak, bukan e-book, dan bukan kumpulan artikel hasil pencarian di Google. Bukannya tidak boleh mempercayai tulisan yang beredar di internet, tapi orang-orang tertentu terlalu besar lubang saringannya terhadap apa yang ada di dunia maya.

Buku cetak juga memudahkan kita untuk menandai hal-hal penting; dengan stabilo, melipat, mencorat-coret bagian tertentu, dsb. Sehingga suatu saat ketika kita membutuhkannya, dapat dibaca kembali.

Buku psikologi berguna untuk kita memahami cara berpikir lawan jenis. Laki-laki sebagai suami akan berbeda dengan laki-laki sebagai ayah, saudara, atau teman. Jadi suami kita nanti, tidak akan sama karakternya dengan ayah, saudara, atau teman, yang sudah kita kenal lebih dulu.

Semakin kita memahaminya, semakin kita sadar, banyak kesamaan yang dipunyai kita dan pasangan. Itulah alasan ia menjadi jodoh kita. Pacaran bertahun-tahun tidak menjamin kita mengenal pasti sifat suami. Sebab ruang tamu selalu lebih rapi daripada dapur, paham?

Dengan membaca buku psikologi, kita sudah siap untuk hal-hal yang berbeda secara mendasar antara laki-laki dan perempuan. Begitu pula buku lainnya, semua dimaksudkan agar kita lebih siap dengan apa yang akan terjadi kemudian hari. Ilmu adalah bekal terbaik.

3. Membuat rencana

Tidak diragukan lagi, materi adalah hal penting dalam berumah tangga. Tapi ia bukan satu-satunya penentu kebahagiaan.

Kenapa menikah muda tak selalu dipertentangkan? Karena dengan menikah lebih cepat, kita belajar lebih cepat. Masih ada energi untuk memulai sesuatu yang baru, misalnya memulai usaha bersama.

Pastikan calon pasangan tahu dan mantap, hendak ke mana kita setelah menikah. Jika harus bekerja keduanya di masing-masing tempat, sepakati sejak awal. Jika istri diminta di rumah, berikan syarat sebelum akad, misalnya hak di luar kebutuhan pokok.

Bolehkah? Boleh! Kita berhak. Jangan mau telanjur terjebak setelah menikah. Tidak sedikit orang yang menggunakan dalil agama untuk melegitimasi hasrat menguasai, tanpa diimbangi pemenuhan kewajiban yang maksimal.

Jika berencana memulai usaha bersama dan hidup dengan usaha itu, maka siapkan modal sejak sebelum menikah. Modal materi dan mental.

4. Silaturahim

Ini pun hal yang tak kalah penting. Jika punya rencana menikah dalam waktu dekat, sambangilah orang-orang terpercaya untuk mendapatkan ilmu berdasarkan pengalaman mereka.

Hampir tidak ada perempuan di dunia ini yang pelit akan nasihat rumah tangga. Kita bukan datang untuk berkonsultasi mengenai calon pasangan—hal ini lebih baik dilakukan dengan salat istikharah.

Tapi silaturahim ke “senior” adalah untuk mendapatkan ilmu rumah tangga secara umum. Pengalaman awal menikah, bertemu keluarga besar, memasak, dll, yang kemudian hari akan kita lalui pula. Jangan lupa protokol kesehatan, ya!

Jika keempat poin di atas telah dilakukan, maka kamu sudah boleh mengklaim diri siap menikah. Bukan lagi sekadar ingin, karena menikah bukan hal main-main. (dakwatuna.com/ardne)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis lepas.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization