Habits

Ilustrasi. (Unsplash)

dakwatuna.com – Bagi orang yang terbiasa bekerja di kantoran, yang lebih dominan menggunakan otak dan aktivitas manajerial akan terasa berat di saat melakukan pekerjaan seorang kuli bangunan, yang lebih dominan menggunakan aktivitas fisiknya. Sebaliknya bagi seorang kuli bangunan akan terasa berat ketika harus menghabiskan satu judul buku atau seharian duduk di depan komputer mengerjakan tugas-tugas kantor. Kunci dari kemampuan dan ketidakmampuan kedua profesi itu terletak pada kebiasaan. Kebiasaan itulah yang membentuk keahlian seseorang seperti yang dikatakan oleh Aristoteles “kamu adalah apa yang kamu lakukan berulang-ulang. Oleh karena itu keahlian bukanlah tindakan akan tetapi sebuah kebiasaan”.

Selanjutnya mengapa ada orang merasa berat melaksanakan shalat berjamaah, ada yang juga yang berat menjalankan shalat tahajud, Dhuha dan puasa Senin kamis bahkan bersedekah. Maka salah satu jawaban yang tepat adalah karena seseorang itu tidak terbiasa. Kebiasaan itulah yang membuat pekerjaan menjadi ringan, sebab kebiasaan terbentuk dari aktivitas pengulangan yang terus-menerus, begitu saja, otomatis dan tanpa sadar. Maka dengan membiasakan diri shalat di masjid secara konsisten maka akan terasa ringan dan mudah untuk dikerjakan.

Bisa jadi bagi yang tidak terbiasa pada hari pertama, kedua, ketiga terasa berat tetapi ketika dilakukan terus menerus di hari-hari kemudian akan terasa ringan dan mudah untuk dikerjakan. Seorang terbiasa bermain badminton dengan tangan kirinya (kidal) akan mengalami kesulitan di saat menggunakan tangan kanan. Butuh proses yang panjang agar seorang yang kidal tadi dapat bermain badminton menggunakan tangan kanannya. Menurut University College London, dibutuhkan rata-rata 66 hari untuk membentuk kebiasaan baru.

Dalam pergaulan hidup, perilaku seseorang itu berjalan sesuai dengan kebiasaannya. Seseorang itu tidak mampu bertahan lama untuk berakting melakukan kebiasaan yang tidak dilakukannya. Sebagai contoh karyawan baru yang memiliki kebiasaan malas dan tidak disiplin bisa saja akan mengatakan memiliki kinerja yang baik di saat wawancara. Tetapi perilaku itu sesuai atau tidak dengan apa yang dikatakan itu akan terjawab di saat masa percobaan.

Bisa saja karyawan itu berpura-pura rajin, berpura-pura disiplin tetapi dalam waktu kurang dari 6 bulan perilakunya itu akan kembali ke asalnya. Sebab Kebiasaan itu dilakukan oleh seseorang secara terus-menerus maka melaksanakannya sangat ringan bahkan berjalan menggunakan alam bawah sadarnya tanpa sadar dan tanpa kendali alam pikirannya. Selain itu dalam ilmu psikologi bahwa kebiasaan itu tidak dapat diubah hanya di gantikan oleh kebiasaan yang baru yang sewaktu-waktu dapat kembali.

Maka kebiasaan itu mesti diwaspadai karena seseorang yang tanpa sadar melakukan pembiasaan-pembiasaan yang buruk maka akan tertanam menjadi karakter diri yang sulit untuk mengubahnya. Orang yang terbiasa dan telah menjadi kebiasaan pada dirinya untuk bergosip, bertutur kata tidak sopan, pemalas, memfitnah, korupsi akan mengalami kesulitan mengubahnya ketika perbuatan buruk itu menjadi sebuah kebiasaan.

Kebiasaan dan Niat

Tidak berhenti pada kebiasaan, diperlukan niat karena Allah SWT agar kebiasaan itu menjadi amal shalih. Setiap hari kehidupan kita selalu di penuhi dengan kebiasaan yang baik. Karena tanpa sadar orang tua kita dulu, semenjak kecil telah membiasakannya. Pembiasan membersihkan diri, tempat tidur kamar dan lingkungan, pembiasaan dalam sopan santun berpamitan saat akan berangkat ke sekolah sampai bertutur kata yang sopan. Namun semua kebiasaan baik tidak dianggap sebagai amal shalih di saat tidak di niat karena Allah SWT. Karena yang membedakan aktivitas itu tergantung niatnya, jika mandi hanya bertujuan untuk menyegarkan tubuh itulah yang didapat, jika berbuat kebaikan bertujuan hanya untuk dipuji seseorang maka itulah yang didapatinya. Maka kebiasaan tidak memiliki ruang hampa, kebiasaan itu mesti memiliki nilai ibadah agar kebiasaan kita sehari-hari menjadi tidak sia-sia hanya menjadi gerak aktivitas yang tidak berguna di sisi Allah SWT. Itulah yang membedakan aktivitas pembiasaan manusia dengan aktivitas makhluk Allah yang lainnya.

Keistimewaan Habits

Begitu pentingnya pembiasaan dalam Islam maka seorang ulama bernama Abu Yazid al-Busthomi mengatakan janganlah merasa heran apabila melihat seseorang yang memiliki kesaktian dan kemampuan yang ajaib. Jangan heran melihat seseorang yang tidak terluka ditusuk senjata tajam, bisa berjalan di atas air, dapat menyembuhkan penyakit dengan mantra-mantra. Maka heranlah Anda ketika melihat orang yang istiqamah (melakukan kebiasaan baik secara terus menerus).

Seorang yang secara konsisten shalat berjamaah, secara konsisten puasa Senin kamis, secara konsisten shalat tahajud, Dhuha, secara konsisten bershodaqoh. Karena orang yang istiqamah itu lebih baik dari seribu karomah (Lih Kitab Syarah Hikam Al-Athaiyyah I/126). Orang yang konsisten beribadah adalah orang yang ajaib karena tidak semua orang dapat melakukannya.

Bagi orang yang di luar Islam akan heran melihat orang muslim berpuasa selama satu bulan penuh, bagi seorang mualaf akan terasa sangat berat untuk bangun pagi untuk melaksanakan shalat subuh, ada juga sebagian muslim yang menganggap berat melaksanakan shalat di masjid, shalat tahajud, Dhuha, puasa Senin kamis secara konsisten.

Dalam ajaran Islam kebiasaan melakukan kebaikan dan ibadah ini memiliki keistimewaan yang luar biasa di antaranya adalah sebagaimana di dalam hadits Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun jumlahnya sedikit.” (HR. Bukhari)

Itu artinya orang yang shalat tahajud 2 rakaat tetapi dilakukan secara terus menerus lebih baik dibandingkan dengan orang yang melaksanakan shalat tahajud dengan jumlah rakaat yang maksimal, setelah itu, dilaksanakan kembali tahun depan.

Keistimewaan lainnya bagi orang yang melaksanakan ibadah secara terus-menerus pahalanya tetap mengalir, meskipun terdapat uzur untuk melaksanakannya. Sebagai contoh bagi orang yang terbiasa shalat Jumat tetapi pada saat itu dia sakit maka pahala jamaah shalat Jumat tetap didapati. Begitu pula dengan orang yang konsisten puasa sunnah, shalat tahajud akan tetap mendapat pahala meskipun ketika itu terhalang oleh kedaruratan.

Sebagaimana Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR. Ahmad)

Keistimewaan yang terakhir adalah seseorang itu mati dan dibangkitkan sesuai dengan kebiasaannya. Jika memiliki kebiasaan buruk dan tidak bertobat sampai akhir hayatnya maka orang itu akan mati dalam keadaan suul khatimah. Sebaliknya jika seseorang terus menerus konsisten melaksanakan ibadahnya maka matinya pun dalam keadaan husnul khatimah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “setiap orang akan dibangkitkan sesuai kematiannya (HR Muslim) Imam Al-Hafizd Zainudin al-munaawy Rahimahullah berkata Maksudnya adalah ia mati dan dibangkitkan karena sesuai dengan kebiasaannya. (dakwatuna/hdn)

Konten ini telah dimodifikasi pada 17/06/19 | 21:55 21:55

Pemerhati sosial politik dan keislaman
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...