Tonggak Sejarah ‘The Golden Age of Islam’ pada Masa Khalifah Harun Al-Rasyid

Ilustrasi. (republika.co.id)

dakwatuna.com – Sejarah telah mencatat pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyyah, umat Islam benar-benar berada di pucuk kejayaan dan memimpin peradaban dunia. Von Grunebaum, misalnya, dalam bukunya ‘Classical Islam’, menggambarkan masa pemerintahan Bani Abbasiyyah merupakan ‘golden age’ (masa kejayaan dan keemasan) dalam sejarah perjalanan peradaban Islam, terutama pada massa Khalifah Harun al- Rasyid dan al-Ma’mun.

Hal yang sama juga digambarkan oleh Jurji Zaidan. Ia menyebut, Daulah Abbasiyyah merupakan zaman di mana kedaulatan umat Islam telah sampai pada puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan ataupun kekuasaan. Pada masa itu, Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ratusan ulama dilahirkan dan dari mereka kemudian lahir pula karya-karya fenomenal.

Popularitas Daulah Abbasiyyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun. Hal tersebut dikarenakan keduanya lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.

Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah Khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada tahun 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, Khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu Agama dan Ilmu Pemerintahan. Guru Agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki.

Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah menunjukkan keberanian dan keterampilannya sebagai seorang prajurit. Ayahnya saat itu menjadi Khalifah Islam yang memungkinkan dirinya menjadi salah seorang pasukan melawan musuh-musuh Islam, hingga ia memenangkan banyak pertempuran. Ketika Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun Ar-Rasyid banyak memimpin pertempuran melawan kekaisaran Romawi Timur. Karena menjadi pemimpin dalam setiap pertempuran dan meraup hasil gemilang, ia pun berhasil memperoleh gelar jendral dengan sebutan ‘Ar-Rasyid’ (yang mengikuti jalan yang benar, atau orang yang benar).

Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi Khalifah pada Tahun 786 M, pada usianya yang sangat muda yaitu 23 tahun. Jabatan Khalifah itu diperoleh setelah saudaranya yang menjabat Khalifah, Musa Al-Hadi wafat secara misterius. Dalam menjalankan program pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didamping  Yahya bin Khalid dan empat putranya.

Harun Ar-Rasyid adalah seorang Khalifah yang taat beragama, salih, dan dermawan. Hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Wilayah Irak pada masa kekuasaannya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Timur. Kota Bagdad menjadi ibu kota pemerintahan sekaligus kota terpenting di Irak. Hingga masa kekuasaan Al-Muktasim, Ibu kota Dinasti Abbasiyah masih berada di Bagdad.

Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan berada dalam zaman keemasan ini. Ketika Harun Al Rasyid berkuasa, ia menyempurnakan semua kehebatan itu. Barisan balatentara pemberani yang beribu-ribu banyaknya, bangunan megah, benteng, istana, permandian, pasar, masjid, dan bahkan perpustakaan kian mengkilau. Seni, budaya, kaligarafi, puisi, mencapai puncak kehebatan. Para intelektual diundang dan datang berduyun-duyun. Ribuan buku ditulis atau diterjemahkan. Penerjemahan buku-buku Yunani ke bahasa Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi, Eropa untuk membeli ‘Manuscript’. Pada mulanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsfat. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karyanya yang paling besar yaitu mendirikan Baitul Hikmah, yaitu pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.

Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 M), pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyyah mencapai puncaknya. Ia membangun Baitul Maal untuk mengurusi keuangan Negara dan menunjuk seorang Wazir yang mengepalai beberapa Diwan.

Pendapatan Baitul Maal digunakan untuk reset ilmiah dan penerjemah buku Yunani, selain itu juga untuk biaya pertahanan dalam hal penyediaan bahan makanan, pakaian musim panas, dingin dan gaji pegawai. Selain itu, Khalifah Harun al-Rasyid juga sangat memperhatian masalah perpajakan, sehingga ia menunjuk Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai perekonomian syari’ah yang kitabnya berjudul al-Kharaj.

Stabilitas politik dan kekuasaan Dinasti Abbasiyyah amat kokoh karena didukung oleh kemajuan di bidang ekonomi. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan negara, Harun Ar-Rasyid memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan sistem irigasi. Kota Bagdad menjadi ramai karena lalu lintas perdagangan antar negara. Dipersatukannya bekas wilayah Bizantium dan kekaisaran Sassaniah ke dalam satu otoritas kekuasaan tunggal menyebabkan Baghdad menjadi pusat ekonomi raksasa.

Kejelasan sistem pemerintahan dan sistem administrasi dibuat dalam bentuk kementrian dan dewan dengan sistem yang rapi. Aktivitas-aktivitas kementerian menjadi jelas dan masa jabatan seorang menteri dibatasi. Administrasi negarapun dicatat dan dikontrol. Ia memiliki orang-orang yang ahli dan cabang-cabang yang terkoordinasi. (dakwatuna.com)

Konten ini telah dimodifikasi pada 31/03/19 | 20:14 20:14

Mahasiswi STEI SEBI
Disqus Comments Loading...