Lelah dalam Ketaatan

Ilustrasi. (huffingtonpost.com)

dakwatuna.com – Pernahkah kita merasa lelahnya bertahan dalam ketaatan pada Allah? Saat nafsu dan keimanan berperang dalam batin kita. Yang satu menggoda untuk keburukan, kepada perkara yang tidak ahsan, dan yang satu lagi mendorong untuk bertahan dalam ketaatan, berkata “jangan”, karena ia tidak disenangi Allah. Lalu dengan keimanan yang utuh, kita menolak yang buruk dan memenangkan yang baik. Di situlah perjuangan melawan diri sendiri begitu terasa yang kadang membuat diri kita meneteskan air mata.

Jika pernah di posisi demikian, bersyukurlah. Sebab lelahmu adalah lelah dalam ketaatan. Terasa berat di dunia mungkin. Tapi ternyata ending-nya begitu indah, tak hanya indah di dunia, tapi berujung hingga ke surga Allah. Sepanjang kisah-kisah dalam Al-Quran telah menceritakan ending yang menakjubkan bagi orang yang lelah dalam ketaatan. Bahkan jika kita alami sendiri, terasa kehabisan kata untuk bercerita saat mendapati betapa ajaibnya cara Allah mengatur urusan kehidupan orang-orang yang taat pada-Nya.

Kisah yang paling menginspirasi diri saya dalam Al-Quran adalah kisah Yusuf AS. Betapa rumit perjalanan hidupnya. Betapa kisahnya penuh dengan lika-liku yang terasa seperti tak ada ujung. Mulai sejak kecil dikhianati oleh saudaranya sendiri, di buang ke sumur tanpa tahu akankah ada yang menyelamatinya atau tidak. Selesai dari ujian satu, datang ujian yang lain. Yusuf As di jual menjadi budak. Yusuf tumbuh dewasa di Istana, tanpa pernah jumpa lagi dengan ayahnya bertahun-tahun. Ketika dewasa, justru digoda majikannya. Yusuf yang sudah berjuang menjaga diri justru difitnah sebagai penggoda. Betapa fitnah itu menyakitkan dan menjatuhkan harga dirinya. Lantas, ia kemudian di penjara. Tiba dipenjara ia dikhianati oleh kerabatnya. Rumit sekali kan kisahnya? Karena kisahnya yang rumit inilah kemudian di awal surah Yusuf Allah menyebutkan kisah Yusuf menjadi kisah terbaik. Masya Allah.

Masya Allah lagi, ternyata rumitnya kisah Yusuf adalah didikan dari Allah untuk kemudian menjadikan ia sebagai orang yang paling berpengaruh di Mesir, sebagai bendaharawan Mesir. Untuk mengurus negeri tentu butuh mental yang kuat kan? Nah, mental Yusuf telah terdidik menjadi kuat saat melewati ujian demi ujian. Tak hanya sampai di situ keajaiban yang Allah berikan, Ia dipertemukan kembali oleh Allah dengan Ayah yang telah lama menanti dan mendoakan untuk kembali bertemu dengannya. Pertemuan yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Pertemuan yang skenarionya telah disusun begitu rapi oleh Allah, bertemu dengan cara Allah. Yang Yusuf As lalukan hanyalah sabar dan melewati setiap fase ujian dengan cara terbaik, cara yang berkualitas dan tetap dalam keridhaan Allah.

Masya Allah.. Kisah mukmin itu memang tidak akan pernah mulus. Sebab sudah memang janji Allah bahwa siapa pun yang berkata “saya telah beriman” pasti akan Allah uji. Tapi hal terpenting yang perlu dibangun dalam diri saat mendapati ujian adalah prasangka baik kepada-Nya. Bahwa kejadian demi kejadian yang Allah timpakan bukan untuk menzhalimi hamba-Nya. Ingat, Allah tidak pernah mendhalimi hamba sebesar zarrah sekalipun.

“Sesungguhnya Allah tidak menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sekecil zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (An-Nisaa: 40)

Ah, siapa kita yang berprasangka tak baik pada-Nya? Sedangkan segala nikmat yang dicicipi kadang begitu banyak diberi tanpa kita minta.

Berterima kasihlah pada Allah karena ujian yang Allah kasih. Itu pertanda iman di dada masih ada. Sebab jika sudah tidak di uji lagi, bisa jadi Allah sudah memalingkan diri-Nya dari kita. Bukankah kehilangan cinta Allah adalah hal yang paling menyengsarakan jiwa?

“Kelelahan dalam ketaatan itu akan hilang, tinggallah pahalanya. Dan kenikmatan melakukan kemaksiatan itu akan sirna, tinggallah dosanya” (Ibnul Jauzi). (dakwatuna/ndh)

Alumni Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syari�ah, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Disqus Comments Loading...