Indonesia Dalam Cengkraman Komersialisasi Sumber Daya Alam

Ilustrasi. (kartinki2008.ru)

dakwatuna.com – Indonesia adalah salah satu negeri dengan potensi kekayaan alam yang melimpah ruah di dalamnya. Seperti ungkapan dalam bahasa Jawa “Gemah ripah loh jinawi”, kalimat ini tentu tidak asing bagi bangsa Indonesia untuk menggambarkan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah. Hanya potensi sumber daya alam Indonesia kini, sudah terjerat gurita komersialisasi sumber daya alam.

Ini diperkuat dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif. “Banyak sekali sumber daya di Indonesia dijual murah oleh para pejabat,” kata Laode dalam acara diskusi ‘Melawan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam’ di gedung KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 25 Januari 2019.

KPK mencatat, lebih dari 12 kasus korupsi di sektor sumber daya alam sepanjang 2004-2017. Sementara itu, ada lebih dari 24 orang pejabat yang diproses KPK karena terbukti melakukan korupsi di sektor kehutanan. Bahkan, di sepanjang 2004-2017, sudah 144 orang anggota dewan yang terlibat. Disusul 25 orang menteri atau kepala lembaga, 175 orang pejabat pemerintah, dan 184 orang pejabat swasta. (Tempo.co.Jakarta).

“Banyak sekali sumber daya alam di Indonesia dijual murah oleh pejabat. Dan ingat, yang ditangkap itu hanya sebagian kecil dan sebagian besar belum tertangkap,‎” kata Syarief di Gedung KPK lama. Jumat (25/1/2019)(okezone.com)

Gurita komersialisasi sumber daya alam kini, bukan lagi menjadi sebuah rahasia namun menjadi sebuah realita yang sudah jelas di depan pelupuk mata. Karena sejak dulu, Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama menjadi objek komersialisasi yang dilakukan oleh tangan-tangan pejabat.

Miris memang Indonesia! Dikomersialisasi oleh pejabatnya sendiri, yang notabene mereka adalah yang diberikan amanah untuk mengelola, menjaga dan mendistribusikan dengan benar sumber daya alam. Realitas ini bukan tanpa sebab, tapi sudah menjadi konsekuensi logis dari penerapan ekonomi kapitalis-liberal di Indonesia. Dalam pandangan kapitalis-liberal, berkepemilikan itu bebas, termasuk dalam hal kepemilikan sumber daya alam. Maka sudah menjadi lumrah, jika realitas Indonesia kini berada dalam jeratan gurita komersialisasi sumber daya alam.

Gurita komersialisasi sumber daya alam di Indonesia bisa untuk dihentikan dan dicegah. Tentu ini bisa dilakukan jika ekonomi kapitalis-liberal diganti dengan sebuah sistem yang dengan tegas melarang komersialisasi sumber daya alam. Tidak lain dan tidak bukan hanyalah sistem Islam saja.

Dalam pandangan Islam, sumber daya alam haram untuk dimiliki individu dan wajib bagi negara untuk mengelola bukan menjual, bahkan memberikannya pun tidak boleh. Rasul Saw berkata, “Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Dalam hadits yang lain, diriwayatkan oleh Abu Daud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Marab: “Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka beliau pun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir”. Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya” (HR. Abu Daud)

Maka sudah saatnya kini, menjadi fokus perjuangan bersama untuk mengambil langkah perjuangan sesuai dengan manhaj Rasul Saw, dalam memperjuangkan kembali Islam untuk hadir kembali mengatur tatanan kehidupan. (sahreva/dakwatuna.com)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...