Polemik Muslim Uighur, Cina Minta Dihormati

Seorang Muslimah Uighur menghadapi pasukan keamanan bersenjata Cina (REUTERS/David Gray)
dakwatuna.com – Beijing. Pemerintah Cina meminta otoritas hak asasi manusia PBB agar menghormati kedaulatannya. Hal itu setelah Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet menyoroti dugaan “penahanan massal terhadap Muslim Uighur” di Xinjiang, Cina.

Pada Senin (10/09), Bachelet mengecam keras penindasan yang sedang berlangsung di salah satu provinsi di Cina terhadap komunitas Muslim minoritas tersebut. Itu disampaikan dalam pernyataan pertamanya sebagai kepala pengawas HAM di Jenewa, Swiss.

Presiden dua periode Cile juga mendesak Beijing mengizinkan pemantau masuk ke wilayah yang sedang bergejolak tersebut.

Tanggapan dari Cina dilontarkan oleh Jubir kementerian luar negeri, Geng Shuang, Selasa (11/09). Ia mengatakan, “Bachelet harus dengan teliti mematuhi misi dan prinsip-prinsip piagam PBB.”

Geng menambahkan Bachelet harus “menghormati kedaulatan Cina secara adil dan obyektif”, dan “tidak mendengar informasi sepihak dalam menjalankan tugasnya”.

Komentar Bachelet datang menyusul laporan Human Rights Watch (HRW), yang menyebut adanya penindasan dan penahanan terhadap orang-orang Uighur yang berbahasa Turki tersebut. Bahkan Cina disebut melakukan “indoktrinasi politik paksa” dalam sebuah kamp yang disebut “kamp pendidikan ulang”.

Bulan lalu, panel HAM PBB mendapat laporan yang disebut “dapat dipercaya”. Laporan itu berisi informasi adanya penahanan terhadap hampir satu juta orang di provinsi barat laut Cina tersebut.

Namun, pemerintah Cina membantah semua laporan itu.

Cina mengatakan, langkah keamanan keras di Xinjiang diperlukan untuk menangkap ekstremis dan terorisme. Disebutkan, tindakan itu tidak hanya menargetkan kelompok etnis tertentu atau membatasi kebebasan beragama.

Xinjiang merupakan rumah bagi setidaknya delapan juta Muslim Uighur.

Di wilayah yang berbatasan langsung dengan Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgizstan dan Tajikistan itu, Muslim Uighur menghadapi larangan memanjangkan janggut dan kerudung, selain juga larangan distribusi Al-Quran.

Selama dua tahun terakhir, pemerintah secara dramatis meningkatkan keamanan dan pengawasan atas Xinjiang. Hal itu dilakukan dengan mendirikan pos-pos pemeriksaan keamanan, kamp-kamp pendidikan ulang dan koleksi DNA massal. (whc/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 12/09/18 | 09:47 09:47

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...