[Foto] Satu Tahun Pengungsi Rohingya di Bangladesh

Jalan dari batu bata yang menembus kamp Bulukhali. Jalan ini dibangun pada Juli 2018 melalui dana hibah dari Asian Development Bank (ADB). (Aljazeera)
dakwatuna.com – Cox’s Bazar. Sebanyak 90 persen warga Muslim Rohingya melarikan diri dari kampung halaman mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar. Sebuah wilayah di pinggiran negara Bangladesh menjadi tempat berlindung mereka dari kekejaman, pembantaian dan pembersihan etnis yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Sejak 25 Agustus 2017 lalu, sebanyak 700.000 orang menyeberangi perbatasan dengan membawa kisah tentang kekerasan ekstrem, pembakaran desa, pembunuhan dan pemerkosaan.

Menurut data PBB, Bangladesh telah menampung lebih dari 960.000 orang, termasuk yang datang satu lalu itu. Namun pemerintah Bangladesh mengklaim jumlah yang mereka tampung lebih dari satu juta orang.

Sebagian besar pengungsi menempati sebuah kompleks di Kutupalong-Bulukhali. Kawasan ini disebut sebagai ‘Mega Kamp’, dan dihuni lebih dari 600.000 orang.

Satu tahun berlalu, namun Penasihat Pemerintah Myanmar Aung San Suu Kyi masih bungkam. Ia justru membela tindakan pasukannya di Rakhine, dan sama sekali tidak mengakui adanya kekejaman di sana.

Berikut merupakan gambaran kehidupan pengungsi Rohingya di Bangladesh:

Seorang pria Rohingya membawa kayu bakar. Ketergantungan pengungsi pada kayu bakar untuk memasak menciptakan krisis lingkungan di distrik perbatasan Cox's Bazar, menurut pejabat Bangladesh. (Aljazeera)more
Pengungsi Rohingya harus berjalan kaki sejauh 8 km untuk mendapatkan kayu bakar di hutan. (Aljazeera)
LSM Internasional bersama pihak berwenang di Bangladesh mulai membagikan tabung gas. Hal ini diharapkan bisa menghindari krisis lingkungan. (Aljazeera)
Seorang pengungsi Rohingya memotong rambut putranya di depan tempat tinggal mereka, jauh di dalam kamp Balukhali. Badan pengungsi PBB memperkirakan bahwa anak-anak merupakan 55 persen dari total populasi pengungsi. (Aljazeera)more
Lebih dari setengah juta pengungsi anak-anak Rohingya tidak mendapat pendidikan yang layak, menurut laporan UNICEF. (Aljazeera)
Menurut perhitungan UNHCR pada Desember 2017 lalu, terdapat 5.500 keluarga dipimpin oleh anak di bawah 18 tahun. (Aljazeera)
Menurut survei Oxam, lebih dari separuh pengungsi Rohingya tidak siap menghadapi banjir, tanah longsor dan penyakit yang menyertai musim hujan. (Aljazeera)
Sekitar 200.000 pengungsi dari total keseluruhan yang ada berisiko terkena banjir dan longsor. (Aljazeera)
Pengungsi Rohingya mendirikan toko di dalam kamp pengungsian untuk bertahan hidup. (Aljazeera)
Seorang pengungsi menjual ikan di kamp Kutupalong. (Aljazeera)
Pasar lokal di luar kamp Nayapara di Teknaf, selatan Cox's Bazar. Mayoritas pemilik toko di pasar adalah pengungsi Rohingya. (Aljazeera)
Seorang pengungsi Rohingya menjual udang air tawar yang ditangkap di sungai kecil di sekitar kamp pengungsi. (Aljazeera)
Seorang pengemudi becak di dalam kamp pengungsian Rohingya. (Aljazeera)
Kompleks Kutupalong - Bulukhali tidak hanya menjadi kamp pengungsi terbesar di dunia, tapi juga paling padat penduduknya, menurut PBB. (Aljazeera)

(whc/dakwatuna)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...