Beranikah Netanyahu Memulai Perang Terbuka di Gaza?

PM Israel Benjamin Netanyahu. (alresalah.ps)
dakwatuna.com – Tel Aviv. Dua orang pengamat asal Israel buka suara terkait ketegangan antara Hamas dan Israel pada Rabu (08/08) sore waktu setempat kemarin. Menurut mereka, situasi itu terjadi dalam dua konteks yang saling berkaitan.

Pertama, politisi Israel yang terkait pada kemungkinan pemilu dini di Israel pada beberapa bulan mendatang. PM Beyamin Netanyahu dan Menhan Avigdor Lieberman merasa khawatir langkah militer melawan Hamas akan berdampak buruk pada pemilihan dan status keduanya.

Sementara yang kedua, Hamas bisa jadi mengetahui kondisi pertama tersebut. Hamas juga berupaya menaikkan posisinya dalam pembicaraan, yang tengah berlangsung intensif antara Utusan PBB di Palestina dengan Mesir, untuk mengakhiri blokade atas Jalur Gaza serta rencana pembangunan kembali Gaza.

Yoav Limor dalam artikelnya di Israel HaYoum menyebutkan, Israel sangat dekat untuk menyelesaikan masalahnya dengan Hamas, mengingat eskalasi berbahaya di Jalur Gaza akan mengubah permainan Hamas.

Serangan rudal Hamas ke permukiman Israel, imbuh Limor, sangat luar biasa dari segi jumlah dan hasil. Hal itu karena Hamas tampak terbiasa dengan fakta bahwa balasan Israel sesuai dengan hasil penyerangan.

Limon menambahkan, ia sangat ragu jika disebut Hamas berupaya memulai perang. Namun rintangan untuk berkompromi dengan Israel, yang menyebabkan kondisi kemanusiaan di Gaza semakin buruk, memaksa pergerakan itu untuk meningkatkan posisinya dalam pembicaraan di Kairo.

Di saat yang sama Limon menilai pemerintah Zionis bahkan tidak dapat menentukan langkah apa yang diinginkan. Sebagian besar menteri menghendaki ketenangan, namun jalan untuk itu sangat panjang.

Israel harus mengirimkan pesan keras kepada Hamas, lanjut Limon. Pesan itu berupa peringatan tentang kemungkinan terjadinya perang.

Sementara Yossi Melman berpandangan, eskalasi di wilayah selatan menunjukkan bahwa Netanyahu dan Lieberman takut memulai perang. Menurutnya, itu erat kaitannya dengan pemilu dini di Israel. Namun ia juga meyakini bahwa perang akan terjadi melihat situasi di selatan tersebut.

Israel membunuh unsur Hamas dengan alasan yang salah. Hamas kemudian merespon, atau setidaknya mengizinkan faksi lain untuk membalas. Iron Dome mengalami kegagalan dalam menjalankan tugasnya, sehingga sejumlah pemukim Yahudi jatuh terluka.

Melman menambahkan, sementara semua itu terjadi, delegasi Hamas sedang mengadakan pembicaraan di Kairo untuk gencatan senjata, yang mungkin akan mengakhiri seluruh krisis yang menimpa Gaza. Maka itu, Hamas merasa perlu menekan Netanyahu di lapangan.

Sedangkan Netanyahu berada dalam posisi dilema. Ia takut untuk menjadi pemimpin, dan bingung dengan keputusannya serta tak ingin mengulangi kesepakatan Shalit (pasukan Israel yang ditawan Palestina). Namun di sisi lain, Netanyahu tak sampai hati menyetujui gencatan senjata tanpa kesepakatan pertukaran tawanan.

Selain itu, PM Israel itu juga dibayang-bayangi kekalahan dalam pemilu akibat hasil peperangan nantinya. Itu lah yang menyebabkan baik Netanyahu maupun Lieberman membiarkan situasi terjadi seperti sekarang. Palestina terus meneror dengan layang-layang api, Israel sesekali membombardir Jalur Gaza. Tanpa ada perdamaian, tanpa ada perang. (whc/dakwatuna)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...