Topic
Home / Berita / Opini / Penulis Yordania: Keterbukaan Jadi Ancaman Bagi Identitas Keagamaan Saudi

Penulis Yordania: Keterbukaan Jadi Ancaman Bagi Identitas Keagamaan Saudi

Putra Mahkota Arab Saudi. (Alquds Alarabi)
dakwatuna.com – Riyadh. Arab Saudi pernah menjadi percontohan dalam hal kebijaksanaan dan keseimbangan. Selain itu, negara beribu kota di Riyadh itu berperan penting dalam menyelesaikan banyak permasalahan dan perselisihan, serta berkontribusi dalam solidaritas di antara Dunia Islam.

Selain itu, Arab Saudi juga memiliki kedudukan khusus di dunia dari segi keagamaan. Pengayom Dua Tempat Suci, serta sumber daya alam berupa cadangan minyak yang sangat besar, cukup mengantarkan Saudi menempati posisi tersebut.

Namun, dalam waktu singkat Saudi menjalankan kebijakan dalam dan luar negeri yang cukup aneh dan mengejutkan. Negara itu mulai meninggalkan fondasinya, serta mencoba keluar dari pendekatan umum yang selama ini menjadi acuan. Saudi mulai masuk ke dalam dunia perjudian politik tanpa perhitungan dan pertimbangan konsekuensi dan mekanismenya.

Hasil dari langkah ini sedikit demi sedikit telah dapat dilihat. Secara berturut-turut Saudi dan para sekutunya mengalami kerugian di hadapan dunia. Sebagai contoh, Saudi mengalami kerugian dalam perjudiannya di Irak, Suriah dan Lebanon, dalam menghadapi seterunya, Iran.

Secara perlahan Saudi juga mulai mencampakkan para sekutu tradisionalnya, dan mendesak mereka untuk mengikuti setiap sikap dan kebijakan yang diambil. Sebagai contoh, Saudi menekan Yordania untuk menerima tawaran yang bahkan tak akan diterima. Tawaran itu erat kaitannya dengan Permasalahan Palestina dan Kesepakatan Abad Ini.

Saudi juga memaksa masuk untuk terlibat langsung dalam peperangan yang merusak Yaman. Dalihnya, mereka ingin mempertahankan legitimasi pemerintahan sah Yaman. Bukan membaik, kondisi Yaman justru kian buruk dan tinggal menunggu waktu untuk menyandang gelar ‘negara gagal’. Kemiskinan, kelaparan, buta huruf, wabah penyakit, mewarnai kehidupan negeri itu sekarang.

Tidak berhenti di sana, Saudi dengan kebijakan anehnya juga berusaha memecah belah Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Padahal, GCC menjadi percontohan satu-satunya untuk soliditas dan saling melengkapi di antara negara-negara Arab Teluk. Pemboikotan Qatar yang telah memasuki tahun kedua merupakan bukti nyata dalam hal ini. GCC juga ditekan untuk mengikuti sikap pemboikotan Saudi pada Qatar.

Jika saja informasi rencana penyerangan ke Qatar dan mengubah rezim itu benar, maka Saudi telah benar-benar kehilangan kebijaksanaannya. Tak berlebihan jika itu disebut sebagai deskripsi yang benar tentang situasi yang terjadi di Saudi.

Terbaru, Saudi tersinggung dengan pernyataan Kedubes Kanada yang di Riyadh. Melalui Twitter, Kedubes Kanada mengkritisi ramai penangkapan aktivis HAM dan wanita di Saudi. Riyadh murka, dan menuduh Ottawa ikut campur urusan dalam negeri negara lain. Padahal, kita semua tahu bahwa masalah hak asasi manusia menjadi perhatian dunia secara luas.

Jika yang menjadi perhatian penduduk suatu negara adalah situasi ekonomi, kesejahteraan, kebebasan dan hak-haknya dihormati, maka Saudi akan berada dalam level terendah. Secara ekonomi dan kesejahteraan, sangat mungkin didapat mengingat kekayaan alam yang ada di Saudi. Namun, situasi kebebasan berpendapat dan hak-hak asasi, rupanya berbicara lain di sana. (whc/dakwatuna)

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Laporan PBB: Putra Mahkota Saudi Bertanggung Jawab Atas Kematian Jurnalis Jamal Khashoggi

Figure
Organization