Menerka Masa Depan Oposisi Turki Pasca Kemenangan Erdogan

Warga berkumpul di jalanan kota Ankara. (Yenisafak)
dakwatuna.com – Ankara. Sejak kemunculan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Partai Keadilan Pembangunan (AKP) pada 2002 hingga saat ini, mereka tampak memegang penuh tampuk kekuasaan di Turki. hal itu membuat oposisi Turki tak mampu menyingkirkan Erdogan, atau setidaknya membersamainya dalam pemerintahan koalisi.

Erdogan dan partainya tampak unggul dalam pembangunan dan ekonomi. Namun selain itu, AKP merupakan partai muda dengan visi yang lebih konservatif. Mereka memadukan antara agama dan nasionalisme, serta menggemakan kembali masa lalu luar biasa Turki. Selain itu, AKP juga dipersepsikan lebih moderat dengan tidak mengadopsi ideologi anti-Barat.

Sementara oposisi, tertimpa banyak fragmentasi, serta para pemimpin yang silih bergant tanpa memberi sesuatu yang menakjubkan pada rakyat Turki. Tentu saja itu membuat kondisi mereka semakin buruk, dan menerima kepahitan setiap kali menghadapi kuatnya Erdogan dan partainya.

Setelah kemenangan Erdogan dan partainya dalam pemilu baru-baru ini, oposisi Turki, terutama Partai Rakyat Republik (CHP), dituntut untuk mengatur ulang visi misinya dalam beberapa tahun mendatang.

Harus diakui, kinerja oposisi dalam pemilu terakhir ini jadi yang terbaik daripada pemilu-pemilu sebelumnya. Artinya kinerja oposisi dapat diperbaiki dan ditingkatkan lagi dalam beberapa tahun mendatang.

Kandidat oposisi, Muharrem Ince, memperoleh 31,7% suara dalam pemilihan presiden lalu. Ini capaian tertinggi bagi oposisi sejak AKP berkuasa. Sementara aliansi oposisi ‘Koalisi Nasional’ mendapat 34% suara.

Banyak pengamat menilai, tingginya perolehan Ince ada pada kepribadiannya yang kuat. Dengannya, Ince mampu memaksa diri menjadi pesaing yang garang dan keras kepala di hadapan Erdogan. Tampaknya itu pula yang menunjukkan sifat dari arah oposisi di masa depan, karena status oposisi melekat pada CHP di bawah kepemimpinan Kemal Kılıçdaroğlu.

Dengan munculnya nama Ince, banyak pengamat Turki kemudian menilai Kılıçdaroğlu akan menghancurkannya dan menjauhkannya dari kepemimpinan partai. Sementara bagi Ince sangat penting untuk memimpin partai setelah namanya melejit pada pemilihan presiden.

Beberapa saat setelah pemilu, internal CHP diguncang isu tentang kemungkinan Ince memimpin partai. Sementara sejumlah entitas partai juga mendukung arah ini. Sedangkan Kılıçdaroğlu dengan tegas mengatakan, “Mereka yang mencintai partai dan sekarang mencoba mengkritik partai karena tak dapat kursi, jangan harap untuk dapat tempat di dalam partai.”

Jika masa depan oposisi Turki bergantung pada CHP, maka masa depan CHP bergantung pada konflik kepemimpinan antara Kılıçdaroğlu dan Ince. Jika kemudian Ince menerima estafet kepemimpinan, maka CHP dan partai oposisi lainnya sangat mungkin untuk bangkit.

Namun sebaliknya, jika konflik terus berkepanjangan, dapat dipastikan oposisi Tuki terus mengalami kemunduran. Terlebih lagi banyak anggapan bahwa aliansi oposisi hanya bertujuan memusuhi Erdogan. Dapat dipastikan, aliansi ini tak akan berjalan lama mengingat ada dua partai yang sangat berlawanan: Partai Saadet yang lebih dekat ideologinya dengan AKP, dan CHP yang mengadopsi ideologi Ataturkisme.

Di sisi lain, Erdogan dan koalisinya tampak semakin kuat pasca kemenangan pemilu lalu. (whc/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 01/07/18 | 21:19 21:19

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...