Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / Iran dan Israel; Akankah Keduanya Berperang Secara Langsung di Suriah?

Iran dan Israel; Akankah Keduanya Berperang Secara Langsung di Suriah?

Konfrontasi Iran dan Zionis Israel. (irakna.com)

dakwatuna.com – Doha. Sejak Revolusi Iran tahun 1979 silam, antara Teheran dan Tel Aviv belum pernah berperang secara langsung. Konfrontasi keduanya hanya sebatas perang proksi, pembunuhan dan peretasan elektronik.

Tulisan tersebut bagian dari artikel yang ditulis oleh Thomas Friedman dan dimuat New York Times. Artikel itu diberi judul “Akankah Perang Langsung Terjad antara Iran dan Israel?”

Menurut Friedman, saat ini Suriah berada diambang ledakan. Amerika dan Sekutunya telah menyerang rezim berkuasa di Suriah karena penggunaan senjata kimia. Sementara Rusia, sekutu utama rezim, berjanji akan melancarkan balasan. Ini membuat situasi di Suriah semakin memburuk.

Namun Friedman menilai yang lebih bahaya dari itu adalah konfrontasi Iran dan Israel juga terjadi di Suriah pada saat bersamaan. Latar belakangnya adalah ambisi Iran untuk menancapkan kukunya di Suriah, sementara Israel berusaha mencegahnya.

Fase tenang, menurut Friedman, telah berada di ujung tanduk. Terlebih jika Iran dan Israel memicu tensi yang mengarah ke fase berikutnya. “Jika ini terjadi, maka AS dan Rusia akan sulit untuk tidak terlibat,” imbuh Friedman.

Tanda-tanda konfrontasi semakin nyata dalam beberapa pekan lalu saat dua gesekan terjadi. Pertama pada tanggal 11 Februari saat Israel menembak jatuh pesawat Iran. Pesawat Iran itu terbang dari bandara T-4 di Suriah. Pihak Israel mengklaim, pesawat Iran membawa bahan peledak dengan misi melakukan tindakan subversif terhadap Israel,

Sementara gesekan kedua merupakan kelanjutan dari yang pertama. Pada tanggal 09 April lalu pesawat Israel meluncurkan rudal ke pangkalan T-4 untuk kali pertama. Serangan itu mengakibatkan tujuh orang pasukan Garda Revolusi Iran tewas, di antaranya ada Kolonel Mehdi Dahqan, pimpinan unit pesawat.

Namun isu gesekan Iran-Israel ini seakan lenyap seiring kecaman dunia dan cuitan Presiden Donald Trump terhadap penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah.

Friedman juga mengutip dari militer Israel yang menyebut serangan ke T-4 adalah yang pertama kali dilakukan secara nyata dengan target elemen militer Iran.

Sumpah Pembalasan

Meskipun para pejabat AS dan Rusia, imbuh Friedman, menyimpulkan bahwa serangan berasal dari Israel, namun pihak Iran belum menjelaskan kerugian yang didapat. Sebaliknya, Teheran justru bersumpah untuk melakukan pembalasan. “Kami tidak akan mendiamkan tindakan kriminal,” kata Ali Akbar Velayati, penasihat pimpinan tertinggi Iran.

Sementara sejak awal serangan, Tel Aviv menyebutkan kesiapannya untuk membalas setiap serangan Iran. Bahkan mereka siap menghancurkan semua instalasi militer Iran di Suriah.

Sedangkan Teheran mengaku, pembangunan pangkalan militer Iran di Surian bertujuan untuk melindungi dari Israel. Sementara Israel menegaskan, pihaknya tidak akan intervensi militer kecuali untuk dua sebab, pertama mencegah perluasan militer Iran dan kedua jika diserang lebih dahulu.

Friedman mengatakan, “Iran telah menjadi kekuatan penjajah di dunia Arab. Namun komandan pasukan Quds di Garda Revolusi Iran, Qasem Soleimani, tampak berlebihan dalam permainan.”

Front Baru

Terlepas dari itu semua, lanjut Friedman, rakyat Iran saat ini bertanya-tanya soal miliaran dolar yang digelontorkan di Yaman, Lebanon dan Suriah. “Seharusnya dana itu digunakan untuk meringankan beban sanksi. Tampaknya ini yang mendorong Iran tak segera melakukan pembalasan,” jelas Friedman.

Friedman melanjutkan, “Qasem Soleimani harus berpikir ulang untuk membuka front pertempuran lebih luas dengan Israel. Sebabnya karena cerita yang banyak orang tak tahu, yaitu runtuhnya mata uang Iran.”

Tampaknya Friedman melihat adanya ketidaksepahaman antara Presiden Putin dan Soleimani terkait Suriah. Putin menghendaki Suriah stabil dengan rezimnya tetap berkuasa. Sementara Rusia melindunginya dengan pangkalan udara maupun laut. Dengan begitu Rusia menjadi negara adikuasa dengan harga murah.

Namun tampaknya Soleimani menginginkan hal yang lebih. Ia tampak terobsesi untuk menguatkan hegemoni Iran di dunia Arab serta memberikan tekanan kepada Israel.

“Hingga Soleimani mundur, Anda akan melihat kekuatan besar yang tidak dapat dihentikan, yaitu Pasukan Quds. Tujuan mereka satu dan tak berubah yaitu Israel. Maka ikatlah pinggangnya,” pungkas Friedman. (whc/dakwatuna)

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization