Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia

Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia

Rakyat Suriah semakin kehilangan harapan mereka. (Aljazeera.net)

dakwatuna.com – Doha. “Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia,” merupakan permisalan yang ditulis masyarakat Ghouta di media sosial. Kalimat ini mencerminkan realitas wilayah yang diblokade sejak beberapa tahun silam.

Memang benar, kalimat itu tidak sedikitpun menyelamatkan masyarakat Ghouta dari dua neraka, blokade dan perang, yang kian memburuk dari hari ke hari. Namun setidaknya, ungkapan itu merupakan suara ribuan penduduk, dan diharapkan mengundang empati dunia. Seakan-akan mereka ingin berkata, “Wahai dunia, di Ghouta terjadi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Blokade terhadap Ghouta Timur telah dimulai sejak 2012 silam. Wilayah ini adalah yang pertama keluar dari rezim Suriah dan dikuasai pasukan oposisi. Sejak saat itu, blokade diberlakukan secara bertahap oleh rezim. Hingga pada akhir 2013, wilayah ini terblokade secara penuh. Saat itu, rezim menutup seluruh pintu yang menjadi akses bagi ratusan ribu warga sipil di dalamnya.

Tahun-tahun selanjutnya, Ghouta menjadi percontohan terbaik bagi politik rezim: “lapar atau tunduk”. Di mana penduduk Ghouta kehilangan akses untuk bahan dasar kehidupan, seperti bahan makanan, medis dan bahan bakar.

Selain itu, secara bertahap rezim juga mulai mencaplok wilayah pertanian di Ghouta. Padahal lahan pertanian ini yang menjadi harapan bagi penduduk untuk bertahan hidup.

Pada akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, blokade Ghouta mencapai puncaknya, terutama pasca keberhasilan rezim dalam menguasai wilayah timur Damaskus. Padahal wilayah inilah yang selama ini memasok bahan-bahan ke Ghouta melalui terowongan. Bahkan jalan-jalan perdagangan yang sebelumnya diizinkan pun, sekarang ditutup oleh rezim.

Harga-harga Melangit

Pada Januari lalu, harga-harga bahan di Ghouta melambung tinggi. Menurut laporan, harga di Ghouta mencapai lima kali lipat dari harga-harga di ibukota Suriah, Damaskus.

Sebagai contoh, harga 1kg gula mencapai 2000-2500 lira Suriah (4-5 Dolar/ Rp. 55.000-68.769). Harga beras di Ghouta mencapai 2500-3000 lira (Rp. 68.769-82.523). Sementara harga susu di Ghouta 700 lira, sedangkan di Damaskus hanya 250 lira.

Ahmed Hamdan, berswafoto bersama kucing sebelum tewas. (Aljazeera.net)

Kehidupan Menyedihkan

Kondisi itu juga diikuti dengan memburuknya kehidupan di Ghouta. Sekitar 400.000 orang tinggal di Ghouta Timur di bawah serentetan peluru yang terus ditembakkan. Ghouta  Timur merupakan salah satu kota di Suriah yang dijuluki oleh para aktivis kemanusiaan sebagai ‘Penjara Terbesar di Dunia’.

Julukan tersebut bukan tanpa dasar. Kota yang berada di sekitaran Damaskus itu kini menjadi zona paling berbahaya dan paling mahal di muka bumi. Namun, faktanya dunia masih saja bungkam dalam keheningannya. Sebuah ironi yang tentu sangat mengiris hati.

Untuk mengetahui secuil potret kehidupan di Ghouta Timur, Aljazeera.net berhasil melakukan komunikasi dengan salah satu warga di sana yang bernama Majed Sayar.

“Keluargaku mulai berpindah ke tempat-tempat penampungan sejak dimulainya kampanye militer oleh pasukan rezim Bashar al-Assad. Ribuan wanita dan anak-anak tinggal di ruang bawah tanah sejak tiga pekan terakhir, tanpa melihat sinar matahari walau sejenak,” katanya.

Sementara para laki-laki, lanjut Sayar, terpaksa harus keluar untuk beberapa waktu guna mencari air dan makanan. Di malam hari, ruang-ruang bawah tanah itu penuh sesak dengan warga. Bahkan satu ruang bisa mencapai 400 orang yang tinggal di dalamnya. (whc/dakwatuna)

Sumber: Aljazeera

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization