Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Pertempuran Umar bin Khathab dan Kekaisaran Persia

Pertempuran Umar bin Khathab dan Kekaisaran Persia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: movingforward.net)

dakwatuna.com – Dalam sejarah Al-Mutsanna yang sedang terluka masih belum bisa menerima kekalahan dalam perang. Tetapi, beliau selalu memata-matai dan mengorek-ngorek informasi tentang perkembangan pasukan Persia. Pasukan muslim pun belum pernah menyerah karena terluka.

Tiba-tiba mata-mata Al-Mutsana tertuju pada dua panglima besar Persia keluar barisan untuk mengejar pasukan muslim yang melarikan diri. Keduanya dikawal beberapa pasukan penunggang kuda hingga di Ullays, di selatan sungai. Al-Mutsanna berhasil menangkap kedua panglima Persia dan dibunuh. Kejadian itu akan menimbulkan ketakutan baru di dada pasukan Persia yang lain.

Khalifah Umar bin Khathab mulai menghimpun kekuatan tambahan untuk menyerang Persia. Jihad pun diwajibkan bagi seluruh muslim supaya bantuan pasukan bisa segera dikirimkan ke Irak. Hal ini diketahui oleh Persia. Mereka semua bertekad untuk menghabisi pasukan al-Mutsana sebelum pasukan bantuan dari Madinnah datang. Untuk itu menunjuk atau memilih panglima baru menggantikan Bahman, yaitu Mahran ibn Badzan. Mahran membawa 100 ribu pasukan berkuda dan 50 ribu pasukan infanteri.

Hingga Peperangan Qadasia pun terus terjadi di antara Khalifah Umar bin Khathab dengan Kekaisaran Persia, yang merupakan titik balik sejarah dunia. Dimana berakhirnya kekuasaan Persia dengan Islam sendiri, yang mengakibatkan negara tersebut menjadi bagian dari umat Islam.

Setelah 1400 tahun lamanya dan akhirnya jatuh ke tangan pasukan muslim. Dari Qadasia Sa’ad bin Abi Waqqash bergerak menuju Kota Tua Bibel, yang ternyata memberikan perlawanan lemah terhadap islam, kemudian diikuti oleh kota Babarsir dan Madayen. Madayen ini merupakan ibu kota dari kekaisaran Persia dan kebanyakan dari pasukan Persia tewas di tempat ini.

Yagzard kemudian memperlambat pergerakan kemajuan tentara Arab, dengan cara memutus jembatan penghubung antara sisi Barat Arab ke Madayen. Namun hal itu sia-sia, ternyata pasukan muslim Arab mengendarai kuda dan saat itu juga kota Madayen jatuh ke tangan umat Islam (637).

Hingga saat ini harta kekuasaan ibu kota Persia jatuh ke tangan umat muslim yang tak terhitung jumlahnya mulai dari emas, perak, perunggu, dan artefak yang kemudian disalurkan ke kota madinah. Hal ini termasuk juga dengan rampasan perang berupa gajah.

Setelah kota Madayen jatuh ke tangan umat Islam, Yagzard pindah ke Merv, di Timur Laut Persia. Ia menyadari bahwa siapa pun berperang melawan orang-orang Islam itu bukan hanya sekadar invansi, melainkan membutuhkan kekuatan dan skala penuh untuk melawannya.

Tidak habis bikir, Yagzard segera meminta sekutu untuk membela dan membantu Persia dengan tentara yang amat besar, sekitar 150.000 pasukan yang berada di bawah pimpinan Mardan Syah. Memang sebelumnya Mardan Syah juga pernah mengalami hal tersebut yakmi, saat pertempuran eufrat. Untuk membangun semangat dan menginspirasi Persia, Mardan Syah menyematkan atau menambahkan sebuah lambang yakni durafash (lambang nasionalis Persia).

Informasi tersebut diberitahukan oleh Gubernur Kufah, Amar bin Yassir untuk meminta pasukan tambahan kepada Khalifah. Kemudian Umar bin Khathab r.a. mengirim kurang lebih 30.000 tentara dipimpin seorang panglima Nuqman bin Muqaman. Ternyata pertemuan antara dua belah pihak tersebut sangat sia-sia, hingga akhirnya tiba kepada pertempuran Nahawand.

Awal-awal pada pertempuran ini Nuqman bin Muqaman terluka parah, tetapi ia merahasiakan ini dari kawan maupun lawan. Menjelang akhir hari pertama pertempuran, umat Islam berhasil mematahkannya dan kemudian memenangkannya. Namun luka parah yang diderita Nuqman tidak membuatnya bertahan lama dan akhirnya meninggal pada malam itu juga.

Belum berakhir sampai di situ, perlawanan Persia berlanjut dari provinsi-provinsi di timur. Pada waktu itu, Yagzard mengambil alih Kota Merv dan mengomandani sendiri pasukannya, dia menyadari bahwa musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang terluka. Hingga sampai-sampai sang Khalifah Umar bin Khathab r.a. menghentikan pertempuran ini, dari Nahawand kemudian tentara Arab berpencar dan menyerang dari berbagai arah untuk menyerang banyak kubu pertahanan Persia.

Beberapa pasukan muslim yang berhasil mengambil alih kota-kota di Persia, yakni Abi al As memenangkan Parsepolis, disusul Aasim ibn Amar mendapatkan Sistan.

Hakam bin Numair berhasil menaklukkan Makran dan Baluchistan, Azerbaijan jatuh ke tangan Uthba bin Farqad, dan Abdullah bin Buqair dapat mendapatkan dan memenangkan kota Armenia. Sampai-sampai sebuah kontingan Ahnaf bin Qois menuju Khurasan dan seketika itu juga Pada Tahun 650 Kekaisaran Persia murni menjadi kekuasaan umat Islam atas berkat Khalifah Umar bin Khathab r.a.

Hingga akhirnya masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathab membuahkan hasil dengan adanya Peta Asia Barat dan Afrika Utara berubah setelah dikuasai umat muslim. Madinah juga pada waktu dan sekarang itu merupakan ibu kota kekaisaran terbesar di dunia, yang membentangkan sayapnya dari Tripoli Afrika Utara sampai ke Samarkand Asia Tengah.

Kekuasaan atau kerajaan ini di jalankan bukan karena perintah raja atau kaisar melainkan sebuah aqidah revolusioner di mana khalifah itu bukan lebih dari seorang hamba melainkan penjaga hukum Ilahi juga. Saat kabar kemenangan datang kepada Umar bin Khathab r.a. beliau langsung mengabarkannya dan berpidato kepada rakyat madinah.

Pelajaran yang dapat diambil bahwa jihad sekarang ini adalah jihad menuntut ilmu untuk menegakkan agama Allah, sebagaimana jihad berjuang dalam peperangan untuk menegakkan kebenaran dan Islam yang dicontohkan khalifah Umar bin Khathab dalam menyusun kekuatan militernya (ex: Perjuangan peperangan konflik timur tengah antar Palestina dan Israel).

Pantang menyerah dan sistem pergantian kepemimpinan. Ketika kita memiliki sikap pantang menyerah pasti akan membuahkan hasil yang baik dan pergantian panglima (pemimpin) dilakukan sebagai regenerasi kepemimpinan serta mewujudkan pemikiran dan strategi dalam suatu bangsa atau himpunan bangsa. (aqiel/dakwatuna.com)

Referensi:

  1. Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh. 2014. Buku Pintar Sejarah Islam.
  2. Sugiyono, Moh. Sulaiman. 2014. Perjalanan Sejarah Kebudayaan Islam.
  3. Al-Usairy, Ahmad. 2013. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 4.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa Ilmu Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization